Unjuk Rasa Warnai Sidang Dakwaan Masyarakat Batu Kerbau
Sidang perdana 10 ibu asal Dusun Batu Kerbau di Kabupaten Bungo diwarnai unjuk rasa mahasiswa. Mereka menuntut rasa keadilan negara dan ketegasan menindak para aktor dan oknum di balik praktik tambang emas liar.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
JAMBI, KOMPAS — Mahasiswa menuntut aparat penegak hukum mengusut keterlibatan para pemodal dan oknum aparat yang bermain di balik maraknya praktik tambang emas ilegal di Kabupaten Bungo, Jambi. Para aktor tersebut diindikasikan masih leluasa menjalankan aktivitasnya.
Tuntutan itu disuarakan mahasiswa dalam unjuk rasa yang mewarnai sidang perdana 10 ibu asal Dusun Batu Kerbau, Kecamatan Pelepat, di Pengadilan Negeri Muara Bungo, Rabu (29/7/2020). ”Aparat penegak hukum harus mampu mengungkap para pemodal dan beking di balik praktik tambang emas liar ini,” kata Jufri, koordinator aksi yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Pemuda dan Mahasiswa Bungo.
Aparat penegak hukum harus mampu mengungkap para pemodal dan beking di balik praktik tambang emas liar ini.
Mahasiswa menyatakan sikap kecewa atas penangkapan para ibu di Dusun Batu Kerbau, sementara para aktor tambang liar masih leluasa beroperasi.
Dalam sidang perdana di Pengadilan Negeri Muara Bungo, para ibu yang menjadi terdakwa dihadirkan secara virtual dari Lembaga Pemasyarakatan Muara Bungo. Jaksa penuntut umum mendakwa mereka bersama-sama dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan pejabat yang sedang menjalankan tugas yang sah yang mengakibatkan luka-luka.
Mereka juga didakwa dengan terang-terangan menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang dan menghancurkan barang. Selain itu, menyuruh melakukan atau turut serta dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan pejabat yang sedang menjalankan tugas yang sah.
Penahanan para ibu di Dusun Batu Kerbau adalah buntut dari kasus tambang emas liar di wilayah itu. Masyarakat awalnya mengeluh soal air Sungai Pelepat tiba-tiba berwarna keruh. Karena mengira ada aktivitas tambang liar di hulu sungai, mereka pun bergerak menyisir hutan. Hasil penyisiran, mereka mendapati puluhan alat berat tengah bekerja menggaruk tebing-tebing sungai untuk mendapatkan emas.
Temuan itu dilaporkan kepada pejabat di tingkat kecamatan dan dilanjutkan ke polres setempat. Sebagai tindak lanjut, rombongan aparat gabungan polisi pun menggelar razia pada 10 Mei lalu. Aparat menyisir pekerja tambang liar, termasuk sejumlah operator alat berat. Menjelang malam, penyisiran itu menimbulkan keramaian di desa yang berbuntut adanya perusakan.
Tiga hari kemudian, para ibu di Batu Kerbau ditangkap aparat. Setelah melalui pengumpulan bahan, tersisa 10 ibu menjadi tersangka hingga berlanjut ke persidangan.
Kepala Seksi Penerangan dan Hukum Kejaksaan Tinggi Jambi Lexy Fatharany mengatakan, kasus itu ditangani langsung tim jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Negeri Muara Bungo. Para ibu tersebut tersangkut Pasal 214 Ayat 2 Ke-1 KUHP dan atau Pasal 170 Ayat (2) Ke-1e KUHP atau Pasal 170 Ayat (1) KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1e KUHP.
Direktur Walhi Jambi Rudiansyah mengatakan, kasus Batu Kerbau harus dilihat dalam akar masalah yang lebih komprehensif. Majelis hakim diharapkan memberikan rasa keadilan bagi para ibu. ”Juga yang tak kalah penting adalah bagaimana kemampuan aparat penegak hukum dapat membongkar aktor bisnis ilegal ini,” katanya.