Dalami Dugaan Suap, Kejaksaan Geledah Tiga Kantor di Palu
Kejaksaan Tinggi Sulteng terus mendalami dugaan suap pembayaran utang pembangunan jembatan Rp 14,9 miliar di Kota Palu. Selama dua hari, tiga kantor instansi di Palu digeledah.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·4 menit baca
PALU, KOMPAS — Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah terus mendalami dugaan suap pembayaran utang pembangunan jembatan di Kota Palu, Sulteng. Dalam dua hari terakhir, penyidik menggeledah tiga kantor instansi untuk menyita sejumlah barang yang terkait dengan pengungkapan kasus itu. Belum ada tersangka dalam kasus tersebut, tetapi kejaksaan menjanjikan kinerja yang profesional.
Penggeledahan untuk mencari alat bukti itu dilakukan penyidik Kejaksaan Tinggi Sulteng pada Senin-Selasa (10-11/8/2020). Instansi yang digeledah adalah Sekretariat DPRD Kota Palu, kantor Dinas Pekerjaan Umum Kota Palu, dan kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Palu.
”Barang-barang yang disita, antara lain, laptop, komputer, dan dokumen-dokumen yang terkait (dengan pengusutan perkara),” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejaksaan Tinggi Sulteng Isti Astutik, di Palu, Selasa (11/8/2020).
Isti tak menyebutkan secara spesifik barang-barang apa saja yang disita. Ia hanya menyatakan barang-barang tersebut relevan dengan pengusutan kasus, misalnya laptop dan komputer berisi data yang dibutuhkan untuk pendalaman kasus.
Penggeledahan tersebut merupakan langkah lanjutan pengusutan kasus dugaan suap pembayaran utang pembangunan Jembatan Palu IV atau Jembatan Kuning pada Maret 2019. Kasus tersebut sudah masuk tahap penyidikan.
Tak kurang dari 53 orang telah diperiksa, antara lain sejumlah anggota DPRD Sulteng periode (2014-2019), sejumlah kepala dinas atau instansi di lingkup Pemerintah Kota Palu, dan petinggi PT Global Daya Manunggal (pengklaim utang). Kasus tersebut diusut sejak akhir 2019. ”Inti dari kasus ini yang kami usut adalah dugaan suap pembayaran utang pembangunan jembatan,” ujar Isti.
Terkait kemungkinan adanya tersangka, Isti menyebutkan, penyidik masih fokus mengumpulkan barang bukti. Ia menjamin pihaknya bekerja total dalam mengusut kasus tersebut. Instansinya bekerja profesional, tak terpengaruh kepentingan lain.
Dugaan suap mengiringi pembayaran utang Jembatan Palu IV yang hancur oleh gempa dan tsunami pada 28 September 2018. Pemerintah Kota Palu membayar utang pembangunan jembatan tersebut sebesar Rp 14,9 miliar kepada PT Global Daya Manunggal, Maret 2019.
Pembayaran utang tersebut menjadi kontroversi di tengah masih berjibakunya daerah itu menangani bencana. Sejumlah anggota DPRD Kota Palu juga bersuara terkait dugaan adanya suap dalam pembayaran utang tersebut.
Jembatan Palu IV dibangun pada 2004-2006 dengan anggaran sekitar Rp 25 miliar. PT Global Daya Manunggal menjadi rekanan atau pelaksana proyek. Utang muncul karena adanya penyesuaian harga sejumlah barang ditambah adanya penambahan volume pekerjaan.
Pembayaran utang tersebut diklaim sebagai perintah dari putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI). PT Global Daya Manunggal membawa masalah utang pembangunan jembatan tersebut ke BANI. Pengajuan ke BANI dilakukan karena Pemkot Palu pada 2007 tak mau membayar utang dari penyesuaian harga dan penambahan pekerjaan.
Putusan BANI yang terbit pada 2 Oktober 2007 dikuatkan oleh semua putusan pengadilan, mulai dari banding di Pengadilan Tinggi hingga Mahkamah Agung. Saat itu, Pemkot Palu tak langsung membayar karena proses di tingkat pengadilan masih berlangsung.
Saat dihubungi, anggota DPRD Kota Palu 2014-2019 yang juga anggota Badan Anggaran, Hamsir, menuturkan, selama pembahasan anggaran jelang akhir 2018 disepakati pembayaran utang jembatan tak dilanjutkan. Pembayaran tak masuk dalam dokumen APBD 2019. Anggota Badan Anggaran tak melanjutkan pembahasan karena tak jelas soal putusan hukum pembayaran itu.
Namun, lanjut Hamsir yang telah empat kali kali diperiksa penyidik kejaksaan, angka pembayaran utang itu muncul di daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) Dinas Pekerjaan Umum. Sebagai anggota Badan Anggaran, ia kaget dengan fakta tersebut.
Pembayaran dilakukan karena anggarannya tersedia di APBD.
Hamsir mengaku diberikan uang Rp 50 juta oleh pegawai Sekretariat DPRD Kota Palu pada awal 2019. Saat ia menanyakan perihal uang itu, tak ada penjelasan yang memadai. Ia lalu mengembalikan uang tersebut saat kasus dugaan suap pembayaran utang jembatan itu mulai diselidiki Kepolisian Resor Palu dan lalu dilanjutkan Kejaksaan Tinggi Sulteng.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum Iskandar Aryad, dalam rapat dengar pendapat di DPRD Kota Palu pada Juli 2019 terkait pembayaran utang pembangunan jembatan tersebut, menyatakan pembayaran dilakukan karena anggarannya tersedia di APBD.
Sebagai pelaksana teknis, instansinya membayarkan utang tersebut. Soal dugaan suap, ia menegaskan pihaknya tak ada hubungannya dengan hal itu. Ia setuju kalau dugaan atau tudingan tersebut dibawa ke ranah hukum.