Penerapan Peraturan Gubernur Terkait Protokol Kesehatan Disesuaikan dengan Kondisi Lapangan
Peraturan Gubernur Sumsel soal Pendisiplinan Protokol Kesehatan sudah rampung. Terkait penerapannya, masih melihat kondisi di lapangan. Apabila ada peningkatan jumlah kasus positif, pergub ini akan segera diberlakukan.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Peraturan Gubernur Sumsel soal Pendisiplinan Protokol Kesehatan sudah rampung. Terkait penerapannya, masih melihat kondisi di lapangan. Apabila ada lonjakan jumlah kasus, pergub ini akan segera diterapkan.
Hal ini disampaikan Gubernur Sumsel Herman Deru seusai menghadiri upacara bendera secara virtual di Istana Gubernur Sumsel, Griya Agung, di Palembang, Senin (17/8/2020). Dia mengatakan, saat ini Peraturan Gubernur (Pergub) Sumsel terkait Pendisiplinan Protokol Kesehatan sudah selesai dan telah divalidasi oleh Kementerian Dalam Negeri. Hanya, terkait pelaksanaannya masih menunggu kondisi di lapangan.
Sekarang jumlah kasus (positif) Covid-19 tampak lebih landai. Namun jika ada lonjakan, pergub ini akan segera diberlakukan. (Herman Deru)
Saat ini, ungkap Herman, jumlah kasus positif Covid-19 di Sumatera Selatan cenderung lebih landai dibandingkan sebelumnya. Hal ini menunjukkan kepatuhan masyarakat untuk menggunakan masker dan menjalankan protokol kesehatan semakin meningkat. ”Sekarang jumlah kasus (positif) Covid-19 tampak lebih landai. Namun jika ada lonjakan, pergub ini akan segera diberlakukan,” ungkapnya.
Perhitungan Kompas berdasarkan jumlah data kasus Covid-19 di situs http://corona.sumselprov.go.id menunjukkan adanya kecenderungan penurunan kasus positif Covid-19 di Sumsel. Pada rentang 1 Agustus-16 Agustus jumlah kasus positif di Sumsel mencapai 465 kasus. Jumlah ini menurun dibandingkan periode yang sama bulan sebelumnya di mana jumlah kasus positif mencapai 756 kasus.
Herman juga masih mengkaji sejumlah sanksi yang akan diberikan kepada masyarakat. Intinya, lanjut Herman, jangan sampai sanksi yang tertera di pergub ini membuat masyarakat menjadi takut beraktivitas dan pada akhirnya akan berdampak pada perlambatan ekonomi. ”Saya berharap penerapan sanksi bagi masyarakat adalah langkah terakhir,” ucapnya.
Yang terpenting saat ini, ucap Herman, adalah upaya sosialiasasi dari segala lini untuk patuh menjalankan protokol kesehatan. ”Kita tidak pernah tahu kapan pandemi ini akan berakhir, yang harus kita lakukan adalah tetap waspada,” ucapnya.
Kepala Dinas Kesehatan Lesty Nurainy menambahkan, pergub ini sudah disetujui Kementerian Dalam Negeri dan sudah bisa diterapkan. Namun fokus pemerintah Sumsel saat ini adalah melihat kesiapan dari pemerintah kabupaten/kota untuk membuat peraturan turunan. ”Jika semua sudah rampung tentu aturan terkait pendisiplinan protokol kesehatan bisa segera diberlakukan secara menyeluruh,” ucapnya.
Mendorong kepatuhan
Pergub ini sebenarnya dibuat guna mendorong masyarakat mematuhi protokol kesehatan, yakni menggunakan masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak. Namun dalam penerapannya dibutuhkan keterlibatan semua pihak. ”Butuh peran semua orang, bahkan sampai jajaran pemerintahan terkecil, yakni ketua RT,” ujar Lesty.
Nantinya pemberian sanksi juga akan lebih diarahkan pada mereka yang menjadi penanggung jawab dari sejumlah kegiatan. ”Jika ada restoran atau badan usaha yang dalam aktivitasnya melanggar protokol kesehatan, tentu yang akan terkena sanksi adalah penanggung jawab atau pemilik. Apabila ada kegiatan yang diselenggarakan melanggar protokol kesehatan yang dikenai sanksi mereka yang menjadi penanggung jawab acara,” katanya.
Pengawasan yang lebih ketat diperlukan karena sebagian besar warga Sumsel yang terpapar adalah mereka yang tanpa gejala. Berdasarkan Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 revisi ke 5 menunjukkan mereka yang tanpa gejala bisa melakukan isolasi mandiri.
Nyatanya, di Sumsel dari jumlah kasus yang sudah mencapai 3.909 kasus positif Covid-19 (16 Agustus 2020), sekitar 70 persen adalah orang tanpa gejala dengan rentang usia (22-25 tahun).”Rata-rata orang tak bergejala adalah mereka yang memiliki mobilitas tinggi,”ujar Lesty.
Sampai saat ini, ada 1.101 warga Sumsel yang dalam proses perawatan. Dari jumlah tersebut sekitar 428 orang dirawat di rumah sakit, sedangkan 673 orang melakukan isolasi mandiri. Untuk itu, diperlukan pengawasan ketat, terutama dari pertugas kesehatan, untuk memantau perkembangan mereka yang masuk dalam program isolasi mandiri. ”Jika tenaga kesehatan tidak mencukupi bisa tentu bisa ditambah. Daerah kan punya anggarannya,” ucap Lesty.
Dalam hal pemeriksaan, ucap Lesty, saat ini sudah ada 48 rumah sakit yang dapat menangani Covid-19, lima rumah sakit yang menjadi rujukan dari Pemerintah pusat, sisanya merupakan rumah sakit lini kedua. Kapasitas laboratorium reaksi polimerase berantai (PCR) sudah ditingkatkan dari 250 spesimen pada awal masa pandemi, sekarang sudah mencapai 1.200 spesimen.
Mengurangi penularan
Sebelumnya, pakar epidemiologi dari Universitas Sriwijaya, Iche Andriany Liberty, berharap agar pergub ini dapat menjadi instrumen untuk mengurangi angka penularan Covid-19 yang sampai saat ini masih terjadi di Sumsel. Bahkan, di beberapa titik di kota Palembang pun masih terpantau ada sejumlah tempat publik yang tidak menerapkan protokol kesehatan. ”Ini tentu harus segera didisplinkan,” ujar Iche.
Di sisi lain, Iche berharap ada edukasi kepada masyarakat terkait pandemi ini terutama untuk menghilangkan stigma negative yang dibebankan kepada para penderita Covid-19 sehingga menimbulkan ketakutan pada masyarakat untuk diperiksa. Hal ini terlihat dari angka kematian yang masih tinggi di Sumsel dimana telah mencapai 207 kasus atau sekitar 5,30 persen dari jumlah kasus positif Covid-19 di Sumsel.
Kebanyakan mereka yang meninggal adalah yang sudah datang ke rumah sakit dalam kondisi sudah parah. Hal ini tentu bisa dicegah apabila masyarakat datang ke RS lebih dini. ”Untuk itu, diharapkan dengan dikeluarkan pergub ini semua pihak dapat berperan menghilangkan stigma tersebut,” ucap Iche.