Warung Makan Jadi Kluster Penularan Baru di Kota Yogyakarta
Warung makan menjadi salah satu kluster penularan di Kota Yogyakarta. Kondisi ini perlu menjadi perhatian bersama. Kesadaran publik terhadap pentingnya protokol kesehatan ketat penting.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Telah banyak masyarakat yang kembali beraktivitas di ruang publik. Di satu sisi, ancaman penularan Covid-19 masih ada. Ini dibuktikan dengan terbentuknya kluster baru dari sebuah warung makan di Kota Yogyakarta. Masyarakat diminta ketat menjalani protokol kesehatan.
”Sekali lagi, agar kehidupan sosial dan ekonomi masih bisa berjalan dengan baik, setiap orang, setiap keluarga, setiap orang, setiap kantor, atau tempat layanan umum, bisnis, destinasi wisata harus ketat menerapkan protokol Covid-19,” kata Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi saat dihubungi, Minggu (30/8/2020).
Ancaman nyata Covid-19 dapat dilihat dari terbentuknya kluster penularan baru dari sebuah warung makan di Kota Yogyakarta. Awalnya, salah seorang penjual warung makan tersebut mengalami gejala berupa demam pada 9 Agustus 2020. Lalu, ia dibawa ke rumah sakit pada 19 Agustus 2020. Dengan gejala tersebut, pihak rumah sakit memutuskan mengambil sampel usap. Penjual itu terkonfirmasi positif pada 24 Agustus 2019.
Pemerintah Kota Yogyakarta menindaklanjuti temuan itu dengan melakukan penelusuran kontak. Telah dilakukan pengambilan sampel usap kepada 19 orang lainnya. Mereka terdiri dari keluarga dan karyawan warung makan itu. Hasilnya ditemukan 10 kasus positif lainnya. Warung makan tersebut juga ditutup hingga kini.
”Para pembeli pada bulan Agustus agar segera periksa di layanan kesehatan terdekat agar blocking kasus bisa dilakukan dan tidak menyebar ke mana-mana. Juga, melakukan isolasi mandiri. Selalu pakai masker, tetap berada di rumah,” kata Heroe.
Para pembeli pada bulan Agustus agar segera periksa di layanan kesehatan terdekat agar blocking kasus bisa dilakukan dan tidak menyebar ke mana-mana.
Heroe mengungkapkan, kluster warung makan itu hendaknya jadi pelajaran bagi semua pelaku usaha. Tanpa adanya penerapan protokol kesehatan yang ketat, kemungkinan terjadinya penularan selalu ada. Semua pelaku usaha punya tanggung jawab mencegah penularan. Masyarakat juga perlu memiliki kesadaran menerapkan protokol kesehatan agar terhindar dari penularan.
”Hindari tempat-tempat yang protokol Covid-19-nya tidak dijalankan sungguh-sungguh dan ketat. Siapa pun bisa mengingatkan untuk menghindari yang penyelenggaraan protokol kesehatannya tidak bagus,” kata Heroe.
Heroe menyampaikan, untuk itu, pengawasan terhadap hotel, restoran, kafe, warung, toko, hingga pedagang kaki lima terus digalakkan. Pemeriksaan dilakukan secara acak. Bahkan, gugus tugas Covid-19 tingkat kecamatan dan kelurahan terus melakukan patroli terkait protokol kesehatan tersebut.
Selain itu, Pemerintah Kota Yogyakarta juga telah memiliki peraturan yang dapat digunakan untuk memberi sanksi bagi pihak yang melanggar protokol kesehatan. Aturan tersebut termuat dalam Peraturan Wali Kota Yogyakarta Nomor 51 Tahun 2020 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 pada Masa Tatanan Normal Baru di Kota Yogyakarta. Sanksi berupa teguran lisan, teguran tertulis, kerja sosial, denda, hingga penutupan maupun pencabutan izin kegiatan serta usaha.
”Jadi, tindakan antisipasi kami lakukan. Tindakan pencegahan juga dikerjakan. Tindakan represi untuk ketaatan menjalankan protokol Covid-19 juga disiapkan. Pokoknya, kami ingin masyarakat menjadi orang yang melindungi protokol Covid-19 dengan sungguh-sungguh,” kata Heroe.
Secara terpisah, Juru Bicara Pemerintah DIY untuk Penanganan Covid-19 Berty Murtiningsih menyampaikan, penambahan kasus Covid-19 masih terus terjadi. Pada Minggu sore tercatat 24 orang tambahan pasien positif. Adapun total kasus positif di DIY mencapai 1.397 orang.
Dilihat dari sebarannya, penambahan kasus terbanyak berasal dari Kabupaten Sleman dengan jumlah sembilan pasien. Kota Yogyakarta menduduki peringkat kedua dengan tujuh pasien, diikuti Kabupaten Bantul empat pasien. Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Gunung Kidul masing-masing mencatatkan dua pasien.
”Jika dilihat dari riwayatnya, ada 11 pasien yang masih ditelusuri penyebab penularannya. Kedua terbanyak didapat dari kontak tracing kasus dengan jumlah tujuh pasien. Lalu, screening karyawan kesehatan ada empat orang. Ada seorang pasien yang merupakan pelaku perjalanan. Ada juga seorang pasien lagi yang punya riwayat dikunjungi keluarganya dari luar DIY,” kata Berty.