Pelanggar Protokol Kesehatan di Sumbar Terancam Denda dan Penjara
DPRD Sumatera Barat mengesahkan Perda Sumbar tentang Adaptasi Kebiasaan Baru dalam Pencegahan dan Pengendalian Covid-19. Pelanggar protokol kesehatan terancam sanksi denda dan penjara.
Oleh
YOLA SASTRA
·5 menit baca
PADANG, KOMPAS — DPRD Sumatera Barat mengesahkan Perda Sumbar tentang Adaptasi Kebiasaan Baru dalam Pencegahan dan Pengendalian Covid-19. Dalam perda tersebut, orang yang melanggar protokol kesehatan, misalnya tidak menggunakan masker, dapat dikenai sanksi denda Rp 250.000 atau penjara 2 hari.
Perda Adaptasi Kebiasaan Baru yang diusulkan Pemprov Sumbar itu disahkan dalam Rapat Paripurna di Kantor DPRD Sumbar, Padang, Jumat (11/9/2020) siang. Rapat dipimpin Ketua DPRD Sumbar Supardi serta dihadiri Gubernur Sumbar Irwan Prayitno, anggota panitia khusus rancangan perda, dan perwakilan fraksi.
”Kami sudah ketuk palu dengan DPRD Sumbar untuk Perda Sumbar tentang Adaptasi Kebiasaan Baru dalam Pencegahan dan Pengendalian Covid-19. Perda memuat sanksi pidana berupa denda uang dan kurungan agar ada efek jera bagi pelanggar protokol kesehatan,” kata Irwan seusai Rapat Paripurna, Jumat sore.
Irwan menjelaskan, perda berlaku untuk seluruh lapisan masyarakat, mulai dari masyarakat umum, ASN, TNI, Polri, pejabat, hingga tenaga kesehatan. Dengan semakin disiplinnya penerapan protokol kesehatan di tengah masyarakat, salah satunya penggunaan masker, diharapkan penularan Covid-19 di Sumbar dapat ditekan.
Menurut Irwan, perda ini bersifat mandatoris sehingga dapat langsung diterapkan oleh 19 kabupaten/kota di Sumbar. Jumat malam Pemprov Sumbar bakal mengadakan rapat dengan bupati/wali kota, Polda Sumbar, hakim, jaksa, dan institusi terkait lainnya dalam upaya penegakan perda ini.
Ketua Panitia Khusus Ranperda Adaptasi Kebiasaan Baru Hidayat mengatakan, sanksi bagi pelanggar perda ini berupa sanksi sosial dan sanksi pidana. Sanksi sosial yang diterapkan bagi pelanggar, misalnya, membersihkan infrastruktur publik atau denda Rp 100.000. Adapun sanksi pidana berupa kurungan maksimal 2 hari atau denda Rp 250.000 bagi perorangan dan kurungan maksimal 1 bulan atau denda maksimal Rp 15 juta bagi penanggung jawab unit usaha dan kegiatan.
”Sanksi pidana hanya bisa diterapkan setelah sanksi sosial diterapkan. Jika sanksi sosial sudah diterapkan, tetapi masih dilanggar, baru diterapkan sanksi pidana,” kata Hidayat, yang juga anggota DPRD Sumbar dari Fraksi Gerindra.
Hidayat melanjutkan, pemberlakuan sanksi dalam perda dimulai setelah diadakan sosialisasi dalam tujuh hari ke depan oleh tim terpadu. Tim tersebut berisikan niniak mamak (tokoh adat), alim ulama (tokoh agama), cadiak pandai (akademisi), profesional, ahli, dan penyelenggara pemerintah daerah.
Adapun penegakan hukum, kata Hidayat, dilakukan oleh satpol PP provinsi berkoordinasi dengan satpol PP pemkab/pemkot serta bersinergi dengan anggota Polri dan TNI hingga penyidik PNS (PPNS). Ketika satpol PP tidak sanggup sendirian menegakkan aturan terhadap pelanggar, mereka bisa melibatkan polisi, tentara, dan PPNS.
Ketua DPRD Sumbar Supardi, dalam Rapat Paripurna, mengatakan, perda tersebut diterbitkan karena kondisi penyebaran Covid-19 di Sumbar terus meluas. Sementara itu, penerapan protokol kesehatan di tengah masyarakat cenderung semakin abai sehingga dibutuhkan perda untuk meningkatkan kedisiplinan.
Pertimbangan lain penerbitan perda adalah Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Covid-19. Kepala daerah diamanatkan untuk menindaklanjuti inpres dengan mengadakan regulasi di daerah masing-masing. Gubernur Sumbar mengajukan ranperda kepada DPRD Sumbar pada 7 Agustus 2020.
”Ranperda ini belum masuk program pembentukan perda tahun 2020. Namun, karena kondisi darurat kesehatan, pembahasan dapat langsung dilakukan. DPRD membentuk pansus untuk membahas ranperda. Rangkaian kegiatan pembahasan disepakati diperpendek dalam waktu sekitar dua minggu hari kerja,” kata Supardi.
Epidemiolog Universitas Andalas, Defriman Djafri, mengatakan, penegakan perda berisi sanksi merupakan bentuk intervensi kebijakan pemda dalam pengendalian Covid-19. Namun, ia mengingatkan, selain penerapan sanksi, pemda juga tidak boleh berhenti melakukan sosialisasi dan edukasi tentang pentingnya penerapan protokol kesehatan dalam mencegah penularan Covid-19.
”Harus ada upaya pemerintah untuk bisa memastikan masyarakat dapat memahami pentingnya penerapan protokol kesehatan. Pemda punya tanggung jawab untuk menyosialisasikan dan mengedukasi masyarakat,” kata Defriman.
Menurut Defriman, pada masa normal baru, penerapan protokol kesehatan semakin diabaikan oleh masyarakat. Ada pula di antara masyarakat yang mengalami antiklimaks, tidak percaya lagi terhadap Covid-19. Oleh karena itu, rasa kegentingan mesti kembali dibangun. Jangan sampai masyarakat justru cenderung melanggar dan tidak mengacuhkan perda yang dibuat.
Jangan sampai masyarakat justru cenderung melanggar dan tidak mengacuhkan perda yang dibuat. (Defriman)
Sebelumnya, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah Sumbar Pom Harry Satria berpendapat, pendekatan dengan regulasi sanksi merupakan salah satu langkah agar penerapan normal baru berjalan baik. Langkah ini merupakan langkah awal untuk perubahan perilaku dalam kesehatan karena akan berdampak kepatuhan.
Akan tetapi, kata Pom, perilaku masyarakat akan cepat kembali ke perilaku awal ketika pendekatan regulasi sanksi melemah. ”Kondisi ini yang kita hadapi sekarang saat langkah PSBB diganti dengan langkah normal baru,” kata Pom, Rabu.
Menurut Pom, selain regulasi, partisipasi masyarakat juga sangat menentukan keberhasilan mengadopsi perilaku kesehatan saat normal baru. Langkah regulasi sanksi mesti dilakukan bersamaan dengan langkah mendorong partisipasi masyarakat.
Partisipasi masyarakat, kata Pom, dapat didorong melalui keterlibatan lembaga agama, adat, organisasi kesehatan, dan lembaga kesehatan lainnya karena perubahan perilaku sangat dipengaruhi faktor agama, budaya lokal, dan tokoh panutan di masyarakat.
Sejak momen Idul Adha pada akhir Juli 2020, kasus Covid-19 di Sumbar melonjak drastis. Mengacu pada data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Sumbar, jumlah kasus positif Covid-19 dalam satu setengah bulan terakhir telah melampaui jumlah kasus pada empat bulan sebelumnya.
Secara sederhana, pergerakan kasus Covid-19 di Sumbar dapat dibagi menjadi dua fase. Pada fase pertama 26 Maret-28 Juli 2020, jumlah kasus positif Covid-19 di Sumbar 874 orang dengan 33 orang meninggal. Sementara itu, pada fase kedua 29 Juli-11 September 2020, jumlah kasus telah mencapai 2.286 orang dengan 30 orang meninggal.
Tambahan kasus positif Covid-19 harian di Sumbar juga sudah mencapai angka ratusan. Pada 6 September 2020, tambahan kasus mencapai 237 orang per hari. Padahal, selama fase pertama tambahan kasus tertinggi hanya 35 orang yang terjadi pada 24 Mei 2020.
Adapun secara keseluruhan, total kasus Covid-19 di Sumbar hingga Jumat (11/9/2020) 3.160 orang. Dari total kasus, 63 orang meninggal dan 1.735 orang sembuh. Jumlah spesimen atau sampel yang diperiksa di Sumbar 146.359 spesimen dengan jumlah orang diperiksa 122.610 orang. Rasio pasien positif dibandingkan dengan jumlah orang diperiksa (positivity rate) 2,6 persen.