Gelombang Penolakan RUU Cipta Kerja di Sidoarjo Semakin Besar
Unjuk rasa menolak RUU Cipta Kerja berlanjut dengan jumlah massa yang jauh lebih besar dibandingkan sebelumnya, di Sidoarjo, Jawa Timur, Kamis (8/10/2020).
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS - Unjuk rasa menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja berlanjut dengan jumlah massa yang jauh lebih besar dibandingkan sebelumnya, di Sidoarjo, Jawa Timur, Kamis (8/10/2020). DPRD Sidoarjo berjanji menyampaikan aspirasi masyarakat tersebut kepada pemerintah pusat dan wakil rakyat di parlemen secara langsung.
Unjuk rasa menolak RUU Cipta Kerja terjadi di tiga lokasi berbeda, yakni alun-alun Sidoarjo, kawasan Perumahan Puri Surya Jaya Gedangan, dan Berbek Industri di Kecamatan Waru. Di alun-alun, sekitar 500 mahasiswa, pemuda, dan pekerja berunjuk rasa di gedung DPRD Sidoarjo.
Sementara itu, unjuk rasa di Puri Surya Jaya dan Berbek Industri Waru diikuti ribuan pekerja dari berbagai organisasi pekerja. Mereka berkomitmen menolak RUU tersebut dan meminta pemerintah membatalkan atau mencabutnya. Sidoarjo merupakan salah satu pusat industri besar di Jatim.
“Ada 10.000 pekerja dari berbagai perusahaan di Sidoarjo yang turun ke jalan hari ini. Massa ini jauh lebih besar daripada unjuk rasa selama dua hari sebelumnya. Dengan massa yang lebih besar, harapannya aspirasi kami bisa didengar oleh semua pemangku kebijakan di negeri ini,” ujar Koordinator Aksi dari Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Sidoarjo Choirul Anam.
Choirul mengatakan, substansi RUU yang disahkan tergesa-gesa di tengah pandemi Covid-19 ini telah mencederai hak-hak pekerja dan mendegradasi kesejahteraan buruh. RUU ini langkah mundur bagi pembangunan ketenagakerjaan di Jatim, terutama Sidoarjo.
Salah satu contohnya substansi yang terkait penetapan upah pekerja. Jatim memiliki tiga tingkatan, yakni Upah Minimum Provinsi (UMP), Upah Minimum Kabupaten/Kota, dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK). Mengacu pada substansi RUU Cipta Kerja yang hanya menetapkan upah provinsi, pekerja di Sidoarjo tidak akan bisa bertahap hidup.
“Besaran nilai upah provinsi kurang dari 50 persennya UMK Sidoarjo, apalagi upah sektoral. Dengan UMK, buruh masih hidup di kos-kosan, apalagi jika digaji dengan UMP,” kata Sholeh dari Federasi Serikat Pekerja Logam Elektronik Mesin SPSI Sidoarjo.
Sholeh mengajak semua pekerja bersatu melawan RUU Cipta Kerja agar nasib buruh tak semakin sengsara. Dia tak menampik apabila cuti pekerja masih ada. Namun, dengan sistem alih daya, pekerja praktis tak memiliki hak cuti. Sebab, jika mereka tak masuk kerja, tidak akan dibayar.
Apabila tidak ada respons yang baik dari pemerintah pusat, pekerja berencana melanjutkan unjuk rasa. Selain itu, mereka mengancam mogok kerja serentak agar mendapat perhatian serius sebab dampak dari RUU ini benar-benar mengancam masa depan bangsa, tidak hanya pekerja. Bagaimana pekerja mampu meningkatkan kompetensinya apabila hak-haknya dipangkas dan tingkat kesejahteraannya rendah.
Sementara itu, Ketua DPRD Sidoarjo Usman mengatakan, pihaknya memahami keresahan para pekerja terkait RUU Cipta Kerja. Pihaknya akan mengawal aspirasi para pekerja untuk disampaikan ke pembuat kebijakan di tingkat pusat.
Harapannya, penyampaian aspirasi ini menjadi pertimbangan bagi para pemangku kebijakan.
"Harapannya, penyampaian aspirasi ini menjadi pertimbangan bagi para pemangku kebijakan," ucap Usman yang berencana ke Jakarta 15 Oktober mendatang.
Ketua DPD SPSI Jatim Achmad Fauzi mengatakan, dalam pertemuan dengan DPRD Sidoarjo dan Penjabat Bupati Sidoarjo Hudiyono di Pendopo Delta Wibawa beberapa hari lalu, pekerja meminta agar pimpinan daerah dan wakil rakyat di Sidoarjo menyepakati penolakan RUU itu. Namun, perundingan mengalami jalan buntu sebab DPRD serta kepala daerah hanya berkomitmen menyalurkan aspirasi pekerja.
Meski demikian, Pemkab Sidoarjo bersedia untuk memenuhi tuntutan pekerja yang meminta agar pembahasan UMK 2021 segera dimulai. Pembahasan UMK 2021 ini disinyalir sengaja ditunda karena menunggu RUU Cipta Kerja. Pekerja mendesak UMK tetap dibahas agar bisa ditetapkan dan diberlakukan tepat waktu.
Seperti diberitakan sebelumnya, Sidang Paripurna DPR, Senin (5/10/2020), menyetujui RUU Cipta Kerja untuk disahkan menjadi UU. DPR dan pemerintah meyakini RUU tersebut akan memperlancar investasi serta membuka lapangan kerja baru. RUU ini memicu polemik karena dinilai merugikan pekerja.
Sehari setelah DPR menyetujui RUU itu untuk disahkan menjadi UU, massa buruh di berbagai daerah termasuk Sidoarjo menyambutnya dengan berunjuk rasa. Mereka mengesampingkan ancaman terkena Covid-19 demi memperjuangkan penolakan terhadap regulasi baru yang diyakini membuat masa depan pekerja menjadi suram.
Sementara itu, Kepala Polresta Sidoarjo Komisaris Besar Sumardji mengatakan, pihaknya mengerahkan 1.500 polisi untuk mengamankan unjuk rasa pekerja. Pengamanan dilakukan mulai dari titik kumpul, sepanjang jalan yang dilalui massa, hingga sasaran penyampaian aspirasi. Tujuannya agar kegiatan berjalan lancar dan tertib.
“Selain itu, pengamanan dilakukan agar aktivitas masyarakat juga tidak terganggu. Sejauh ini semua berjalan lancar meski melibatkan massa dalam jumlah besar,” ucap Sumardji.