Buruh dan UMKM di Sidoarjo Masih Terpukul Dampak Pandemi
Pandemi Covid-19 berdampak signifikan terhadap sektor ekonomi di Sidoarjo. Sedikitnya 11.728 buruh yang bekerja di sektor formal terkena rasionalisasi. Adapun ratusan pedagang kaki lima masih sulit mendongkrak penjualan.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Pandemi Covid-19 yang berlangsung hampir lima bulan memukul sektor perekonomian di Sidoarjo, Jawa Timur. Sedikitnya 11.728 buruh yang bekerja di sektor formal terkena rasionalisasi. Sementara ratusan pedagang kaki lima masih kesulitan menggenjot penjualan.
Kondisi buruh yang terpukul salah satunya dialami para karyawan PT Hair Star Indonesia Sidoarjo, yang pada Senin (6/7/2020) berunjuk rasa di depan Pendopo Delta Wibawa. Para pekerja pabrik yang memproduksi aneka rambut artifisial ini terkena rasionalisasi sejak empat bulan lalu. Kondisi mereka semakin parah setelah perusahaan terdampak pandemi Covid-19.
”Para karyawan ini menolak pemutusan hubungan kerja (PHK) dan meminta dipekerjakan kembali. Mereka juga bersedia dibayar dengan upah minimum kabupaten/kota (UMK) tahun 2018, bukan UMK 2020,” ujar juru bicara pekerja yang juga ketua DPC Sarbumusi Sidoarjo, Khuzairi.
Dia menambahkan, sebanyak 300 karyawan tersebut merupakan tulang punggung keluarga yang menjadi sumber kehidupan bagi hampir 1.000 jiwa. Kondisi ekonomi mereka saat ini sangat terpuruk karena sudah empat bulan tak berpenghasilan.
Kepala Dinas Tenaga Kerja Sidoarjo Feny Apridawati mengatakan, PT HSI sudah sepekan ini tidak beroperasi. Kondisi bisnis perusahaan tersebut sedang kurang bagus karena dampak ekonomi global yang terpengaruh pandemi Covid-19. Pihaknya berupaya mengajak perusahaan berkomunikasi guna menyelesaikan sengketa dengan karyawan.
”Sejatinya tidak hanya karyawan PT HSI yang tengah bersengketa dengan perusahaan. Selama pandemi, juga ada 11.728 pekerja yang bersengketa dengan perusahaan dan meminta dimediasi oleh dinas,” kata Feny.
Menurut Feny, jumlah pekerja di sektor formal yang terdampak pandemi Covid-19 jauh lebih banyak. Ada yang dirasionalisasi atau PHK dan ada pula yang dirumahkan tanpa digaji. Namun, yang melapor dan sudah diverifikasi 11.728 orang. Verifikasi data dilakukan secara detail agar tidak terjadi pendataan ganda.
Selama pandemi, ada 11.728 pekerja yang bersengketa dengan perusahaan dan meminta dimediasi oleh dinas.
Mereka yang melapor adalah yang bersengketa dengan perusahaan sehingga memerlukan mediasi. Mediasinya pun berjenjang, yakni di dinas tenaga kerja atau pemda, baru kemudian melangkah ke PHI (pengadilan hubungan industrial). Dari 11.728 karyawan tersebut, mayoritas bekerja di sektor industri manufaktur.
Feny menambahkan, proses mediasi di masa pandemi bukan perkara mudah karena mayoritas perusahaan dalam kondisi yang terdampak secara ekonomi. Di sisi lain, Pemkab Sidoarjo juga harus berupaya melindungi para pekerjanya dengan mengupayakan mereka mendapatkan hak-haknya.
Untuk meringankan beban ekonomi para pekerja yang terkena rasionalisasi dan yang dirumahkan, Pemkab Sidoarjo menyalurkan jaring pengaman sosial. Namun, diakui, jumlahnya masih jauh dibandingkan dengan jumlah pekerja yang terdampak pandemi.
”Dari Pemkab Sidoarjo sudah disalurkan 1.002 paket bahan pokok untuk pekerja. Selain itu, para aparatur sipil negara di lingkungan pemda juga sudah menyalurkan bantuan sebanyak 384 paket bahan pokok,” kata Feny.
Wakil Bupati Sidoarjo Nur Achmad Syaifuddin mengatakan, para karyawan yang terkena PHK diminta melapor ke pemerintah desa. Pihaknya telah meminta pemerintah desa memberikan jaring pengaman sosial yang bersumber dari APBDes. Bentuknya bisa bantuan paket bahan pokok atau uang tunai, disesuaikan dengan hasil musyawarah desa.
”Pemda tetap berupaya mencegah PHK dengan cara membangun komunikasi dengan sektor industri. Namun, apabila rasionalisasi tidak bisa dihindari, pemerintah daerah berupaya memberikan jaring pengaman sosial untuk meringankan beban pekerja yang terdampak,” ujar Nur Achmad.
Sementara itu, sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Sidoarjo yang terdampak pandemi Covid-19 hingga saat ini belum mampu bangkit lagi. Pelaku UMKM terutama pedagang kaki lima masih kesulitan mendongkrak penjualan. Mereka pun meminta pemda memperluas akses berjualan.
Hal itu terungkap dalam audiensi antara Pemkab Sidoarjo dan PKL yang berjualan di Gelora Delta Sidoarjo. Para pedagang yang jumlahnya sekitar 300 orang ini meminta supaya akses masuk ke lokasi jualan mereka dibuka lebih banyak. Selama pandemi, hanya pintu A yang dibuka.
”Pedagang minta akses masuk yang dibuka lebih banyak supaya pembeli bisa leluasa. Sejak akses dibatasi, pembeli sepi, padahal pedagang ini menjadi tulang punggung keluarga,” ujar Ketua Kelompok PKL GOR Sidoarjo Samsul Hidayat.
Menjawab keluhan tersebut, Kepala Dinas Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata Sidoarjo Djoko Supriyadi mengatakan, pihaknya akan menambah akses masuk yang dibuka. Selain pintu A, rencana pintu D juga akan dibuka. Namun, hal itu akan mempertimbangkan faktor keamanan terutama keberadaan kontainer uji usap Covid-19.
Para pedagang juga diminta menerapkan protokol kesehatan secara ketat dan mematuhi aturan jam malam sehingga harus tutup sebelum pukul 22.00. Diharapkan, kelonggaran itu dimanfaatkan dengan baik oleh pedagang dan tidak disalahgunakan.