91 Peserta Aksi di Yogyakarta Dilepaskan, Empat Masih Ditahan
Unjuk rasa penolakan RUU Cipta Kerja, di Yogyakarta, Kamis (8/10/2020), berujung ricuh. Sebanyak 95 peserta aksi ditangkap dan telah dilepaskan pada Jumat ini. Empat orang lainnya masih diperiksa.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 95 orang ditahan seusai kericuhan saat unjuk rasa di Malioboro, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, menentang pengesahan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja, Kamis (8/10/2020). Hingga Jumat (9/10/2020) petang, sebanyak 91 orang dilepaskan, sedangkan empat orangg masih diperiksa terkait kasus perusakan.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor (Polres) Kota Yogyakarta Ajun Komisaris Riko Sanjaya mengatakan, total jumlah pengunjuk rasa yang ditangkap seusai kericuhan kemarin sebanyak 95 orang. Mereka terdiri dari 36 mahasiswa, 32 pelajar, 16 wiraswasta, dan 11 penganggur.
”Ada empat orang yang akan kami proses (terkait kasus pidananya). Sisanya (91 orang), kami kembalikan kepada keluarga dan pihak sekolah. Mereka dikenai wajib lapor dan pembinaan di Satuan Binmas (Pembinaan Masyarakat) Polres Kota Yogyakarta,” kata Riko, di kantor Polres Kota Yogyakarta, Jumat sore.
Keempat orang yang dilanjutkan proses hukumnya itu berinisial IM (16), SBS (16), LAS (16), dan CF (19). SBS dan LAS masih berstatus pelajar, CF tercatat sebagai karyawan swasta, sedangkan IM tidak bekerja.
Mereka diduga melakukan perusakan dan percobaan pembakaran terhadap pos polisi di simpang tiga Jalan Abu Bakar Ali, Kota Yogyakarta. Pos polisi tersebut hanya berjarak sekitar 380 meter dari titik aksi, yakni di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Istimewa Yogyakarta. Saat ini pos polisi tersebut rusak berat.
”Percobaan pembakaran dikenakan karena ada yang membawa bensin dan berniat untuk membakar pos polisi itu. Namun, ada dari warga setempat yang mengingatkan agar jangan dibakar. Akhirnya, (pembakaran) tidak terlaksana,” kata Riko.
Riko menyatakan, alasan mereka terlibat dalam tindak perusakan itu hanya sekadar ikut-ikutan orang lain yang juga melakukan perusakan fasilitas umum. Adapun keikutsertaan mereka dalam aksi unjuk rasa itu berawal dari pesan berantai ajakan turut serta berunjuk rasa. Aparat kepolisian masih menyelidiki keberadaan provokator dalam insiden tersebut melalui grup Whatsapp dari ponsel milik terduga pelaku.
Dari aksi perusakan itu, sejumlah barang bukti telah disita polisi. Barang-barang tersebut adalah botol air mineral yang menjadi wadah bensin, besi, korek api, ban bekas, dan batu. Bensin yang akan digunakan untuk membakar dibeli terduga pelaku dari penjual bensin eceran terdekat dari pos polisi yang dirusak itu.
Julian Duwi Prasetia, koordinator Divisi Advokasi Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta, yang juga anggota Tim Hukum Aliansi Rakyat Bergerak (ARB), menyampaikan, pihaknya kesulitan memberikan pendampingan hukum bagi peserta aksi yang ditangkap polisi. Padahal, pendampingan hukum menjadi hak bagi warga yang sedang berada dalam pemeriksaan polisi.
”Kami mengecam tindakan polisi yang tidak memberikan akses kepada teman-teman yang ditangkap terhadap bantuan hukum. Pihak keluarga juga tidak boleh tahu informasi (penangkapan) ini. Ini, kan, mengkhawatirkan bagi orangtua (peserta aksi) yang tidak bisa mengetahui kondisi anaknya,” kata Julian.
Julian menceritakan, tim hukum ARB menerima laporan, sedikitnya 51 peserta aksi belum diketahui keberadaannya, sejak Kamis malam. Kemudian, beredar laporan penangkapan peserta demonstrasi oleh Polres Kota Yogyakarta.
Pihaknya bersama sejumlah orangtua peserta aksi mencoba mendatangi kantor polisi untuk mengetahui hal tersebut. Namun, mereka merasa dihalang-halangi untuk mengetahui siapa saja peserta unjuk rasa yang ditangkap. Identitas peserta aksi yang ditangkap baru diperoleh Jumat siang. Kini, peserta aksi yang masuk dalam data laporan pengaduan tersebut sudah diperbolehkan pulang.
Terkait hal itu, Riko menyampaikan, jumlah personel yang melakukan pemeriksaan sangat terbatas. Untuk itu, ia memerlukan waktu untuk mendata puluhan peserta aksi yang ditahan. Pihaknya mengaku telah memfasilitasi anggota keluarga dengan mencatat nama-nama peserta aksi yang sempat ditahan.
”Jumlah personel kami terbatas. Kami melakukan pemeriksaan rombongan yang kami bawa ini. Sudah kami beri pengertian kepada (penasihat hukumnya). Kami catat nama-nama pihak keluarga yang diduga ada di dalam (kantor polisi). Kami cek, lalu kami infokan,” kata Riko.