Enam mahasiswa jadi tersangka pascademonstrasi yang berakhir ricuh di Makassar, Sulsel, Jumat (9/10/2020). Di sisi lain, organisasi bantuan hukum menerima banyak aduan kasus salah tangkap dan aksi represif polisi.
Oleh
Reny Sri Ayu
·2 menit baca
MAKASSAR, KOMPAS — Enam mahasiswa yang terlibat unjuk rasa menolak Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja pada Jumat (9/10/2020) di Makassar, Sulawesi Selatan, ditetapkan menjadi tersangka. Sementara itu, koalisi bantuan hukum di Makassar menerima sejumlah aduan terkait kasus salah tangkap dan aksi represif polisi dalam menangani unjuk rasa yang berakhir ricuh tersebut.
Keenam mahasiswa tersebut adalah SW dari Stikes Amanah; Kam, In, dan Des (Universitas Sawerigading), NH (UIN Alauddin), dan Fah (Unismuh). Polisi menjerat mereka dengan Pasal 170, 214, 160, dan 406 KUHP tentang perusakan dan penghasutan.
”Iya, ada enam yang jadi tersangka dan sekarang ditahan. Mereka terlibat dalam kasus perusakan di Markas Polsek Rappocini. Mereka di antaranya melakukan pelemparan dan provokasi,” kata Wakil Kepala Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Makassar Ajun Komisaris Sugeng, di Makassar, Senin (12/10).
Selain enam orang yang jadi tersangka, saat ini ada 30 pengunjuk rasa yang diisolasi di RS Bhayangkara Makassar. Hasil pemeriksaan tes cepat menunjukkan 30 orang itu reaktif Covid-19. Ke-30 orang ini diisolasi sembari menunggu jadwal tes usap.
Pada unjuk rasa Jumat lalu, sebanyak 220 orang ditangkap polisi dari berbagai lokasi. Selain enam tersangka dan 30 orang yang diisolasi tadi, semuanya sudah dilepas. Terkait orang-orang yang ditangkap ini, Koalisi Bantuan Hukum Makassar yang terdiri atas berbagai organisasi bantuan hukum menerima sejumlah aduan.
”Ada banyak kasus salah tangkap, termasuk yang jadi korban perlakuan represif polisi. Kami menerima aduan soal ini dan masih menyusun data. Salah satunya kasus dosen yang mendapat perlakuan kekerasan,” kata Tri Sastro dari PBH Peradi Makassar.
Salah satu yang cukup mendapat perhatian adalah kasus pemukulan terhadap dosen Universitas Muslim Indonesia, yakni AM. Menurut AM, dia sedang berada di sekitar lokasi unjuk rasa saat keadaan menjadi ricuh. Saat berupaya mencari tempat aman, polisi yang mengira dia pengunjuk rasa kemudian menangkapnya. Dia lalu dipukul hingga babak belur.
Hingga Senin (12/10), unjuk rasa menolak RUU Cipta Kerja masih terus berlangsung di Makassar. Mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi serta buruh kembali melakukan aksi. Di Kantor Pemprov Sulsel, Gubernur Nurdin Abdullah menemui para pengunjuk rasa.
”Sebaiknya kita semua membaca lebih teliti undang-undang ini. Isinya banyak yang baik, di antaranya untuk pengembangan UMKM dan juga perizinan. Yang dinilai kurang menguntungkan, mari kita berikan masukan ke pusat,” kata Nurdin.
Dia menambahkan, dalam waktu dekat, dirinya akan mengumpulkan akademisi dan ahli untuk membahas RUU ini. ”Hasilnya, apa yang dinilai kurang menguntungkan, akan kami berikan ke pusat sebagai masukan,” kata Nurdin.