Pandemi, Tradisi Tawurji di Keraton Kanoman Digelar Terbatas
Tradisi tawurji atau sedekah dengan membagikan koin digelar terbatas bagi keluarga dan kerabat Keraton Kanoman di Kota Cirebon, Jawa Barat, Rabu (14/10/2020). Pembatasan tersebut demi mencegah penularan Covid-19.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Tradisi tawurji atau sedekah membagikan koin digelar terbatas bagi keluarga dan kerabat Keraton Kanoman di Kota Cirebon, Jawa Barat, Rabu (14/10/2020). Pembatasan tersebut sesuai anjuran pemerintah daerah demi mencegah penularan Covid-19.
Tradisi berusia ratusan tahun itu berlangsung di Kedaton, Keraton Kanoman, Rabu pukul 14.30. Tawurji dimulai saat Sultan Kanoman XII Cirebon Raja Muhammad Emirudin mendoakan kumpulan koin Rp 500 dan Rp 1.000. Koin dan permen lalu ditabur ke depan belasan kerabat dan abdi dalem keraton yang telah berkumpul.
Mereka lalu berebut koin. Meskipun berdesakan, mereka tampak bahagia dan tertawa. Setelah memungut koin, para abdi dalem lalu melantunkan syair tawurji. ”Tawurji, tawurji, tawur tuan aji, semoga dawa umur”. Artinya, tawurji, tawurji, tabur bapak aji, semoga panjang umur.
Tawurji berasal dari dua kata, yakni tawur dan aji. Tawur dimaknai melempar koin dan sejenisnya, sedangkan aji merujuk pada tuan haji atau orang yang mampu. Tradisi yang dilakukan sekitar abad ke-15 ini konon bentuk perlindungan bekal dari Sunan Gunung Jati kepada murid Syekh Lemahabang yang dianggap sesat dan nasibnya terlunta-lunta.
Tradisi dari pimpinan Cirebon yang juga tokoh penyebar Islam di Jawa itu pun hingga kini masih lestari. ”Tawurji ini bentuk sedekah, berbagi rezeki, keluarga keraton kepada masyarakat. Tetapi, karena pandemi, kami membatasi pelaksanaannya hanya untuk keluarga dan abdi dalem,” kata juru bicara Keraton Kanoman, Ratu Raja Arimbi Nurtina.
Tradisi ini dilakukan untuk menolak bala. Apem yang putih menyimbolkan perilaku suci.
Tradisi itu digelar tepat hari Rabu terakhir bulan Safar dan bersamaan dengan tradisi ngapem. Ngapem merupakan ritual membuat dan membagikan apem, kue berbahan tepung beras dan ragi, kepada warga sekitar keraton. ”Tradisi ini dilakukan untuk menolak bala. Apem yang putih menyimbolkan perilaku suci,” ujarnya.
Tradisi ngapem juga berlangsung terbatas, hanya untuk keluarga, abdi dalem, dan perwakilan sejumlah desa. Selain mengenakan masker, pengunjung juga diminta menjaga jarak. Tempat cuci tangan disediakan sebelum gerbang keraton.
Menurut Ratu Arimbi, tradisi tawurji, ngapem, dan rangkaian kegiatan lain menuju Maulid Nabi Muhammad SAW pada Kamis (29/10/2020) akan berlangsung terbatas. Ini sesuai anjuran Pemerintah Kota Cirebon agar pihak keraton menggelar tradisi muludan hanya dalam lingkungan keluarga demi mencegah penyebaran Covid-19.
”Perwakilan desa yang bisa hadir maksimal lima orang saja. Biasanya ada 100 orang yang ikut. Kami manut terhadap pemerintah. Inti dari tradisi ini adalah berdoa,” ucapnya.
Sebelumnya, Wali Kota Cirebon Nashrudin Azis menerbitkan surat rekomendasi bernomor 450/1381-Adm.Pem.Um terkait pelaksanaan Maulid Nabi Muhammad SAW 1441 Hijriah. Surat itu melarang pasar muludan di keraton yang biasanya dikunjungi ribuan orang dan kegiatan yang menghadirkan banyak orang.
Menurut Azis, tidak ada yang bisa menjamin protokol kesehatan bisa dijalankan dengan ketat saat muludan di tengah ribuan orang. Ia menilai akan sangat ironis jika muludan tetap digelar saat warga diminta menjaga jarak dan tetap di rumah.
”Kegiatan ritual keraton bisa dilakukan secara internal di keluarga dan memperhatikan protokol kesehatan,” katanya.