Jumlah pengungsi atas ancaman erupsi Merapi di Kabupaten Sleman bertambah menjadi 198 orang. Barak pengungsian tambahan sudah disiapkan apabila barak yang kini digunakan tidak cukup untuk menampung pengungsi.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Jumlah pengungsi atas ancaman erupsi Merapi di Kabupaten Sleman, Yogyakarta, bertambah lagi. Barak pengungsian tambahan sudah disiapkan apabila barak yang kini digunakan tidak cukup menampung pengungsi.
Di Kabupaten Sleman, warga Dusun Kalitengah Lor, Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan, sudah diminta mengungsi lebih dahulu. Dusun tersebut berada dalam radius bahaya ancaman erupsi Merapi yang ditetapkan Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), yakni 5 km dari puncak Merapi. Adapun warga yang mengungsi lebih dahulu merupakan kelompok rentan, seperti warga lansia, ibu hamil, anak balita, dan penyandang disabilitas.
Para pengungsi ditempatkan di barak yang berada satu kompleks dengan Balai Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Mereka telah menghuni barak tersebut sejak Sabtu (7/11/2020). Perkiraan awal, pengungsi kelompok rentan hanya berjumlah 133 orang. Namun, jumlah pengungsi beberapa kali mengalami penambahan.
”Sampai Kamis (12/11/2020) malam, jumlah pengungsi naik lagi dari 185 orang menjadi 198 orang. Saya lihat penambahan paling banyak dari orang dewasa (bukan kelompok rentan),” kata Camat Cangkringan Suparmono saat ditemui di Balai Desa Glagaharjo.
Suparmono menjelaskan, salah satu alasan warga bukan kelompok rentan itu ikut mengungsi karena merasa khawatir dengan ancaman erupsi. Biasanya, mereka baru datang ke pengungsian pada malam hari. Pada pagi hari, mereka kembali ke rumahnya masing-masing untuk beraktivitas seperti biasa.
”Kalau pagi sampai siang hari, mereka merasa sudah aman karean bisa mengamati gunung secara visual. Mereka kembali ke pengungsian pada malam hari agar merasa lebih aman karena gunung sulit teramati secara visual,” kata Suparmono.
Suparmono mengungkapkan, jumlah pengungsi terbanyak dalam waktu satu hari mencapai 203 orang. Kondisi itu terjadi pada Selasa (10/11/2020) malam. Akan tetapi, sebagian warga sudah ada yang mengungsi ke tempat lebih jauh lagi. Disebutkannya, ada salah seorang warga yang dijemput keluarganya dari Kabupaten Gunung Kidul.
Kalau pagi sampai siang hari, mereka merasa sudah aman. Sebab, bisa mengamati gunung secara visual. Mereka kembali ke pengungsian pada malam hari agar merasa lebih aman karena gunung sulit teramati secara visual.
Lebih lanjut, Suparmono menjelaskan, pihaknya telah mempersiapkan barak pengungsian tambahan apabila barak yang kini digunakan tidak lagi muat menampung pengungsi. Barak tambahan itu berlokasi di Dusun Gayam, Desa Argomulyo. Kapasitasnya mencapai 350 orang. Protokol kesehatan yang diterapkan adalah pembuatan sekat-sekat ruangan agar bisa menerapkan jaga jarak fisik. Satu ruangan akan ditempati satu keluarga guna mengantisipasi penyebaran Covid-19.
”Jadi, jika barak (Desa Glagaharjo) sudah penuh, nanti akan dipindahkan ke barak (Dusun) Gayam. Sudah bisa digunakan sewaktu-waktu,” kata Suparmono.
Secara terpisah, Kepala Seksi Mitigasi Bencana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sleman Joko Lelono menyampaikan, kesiapsiagaan warga telah terbentuk. Barak-barak pengungsian juga sudah disiapkan. Total ada 12 barak yang dikelola BPBD Sleman telah disiapkan guna memitigasi ancaman erupsi Merapi. Dana tak terduga yang dapat digunakan untuk mitigasi dan penanganan bencana tersebut mencapai Rp 30 miliar.
”BPBD Sleman untuk pengungsian siap. Kesiapsiagaan masyarakatnya sudah clear. SOP yang ada di pedukuhan juga sudah clear. Tinggal perintah dari komando yang ada di Sleman, kapan harus diungsikan,” kata Joko.