Sumbangan Dana Kampanye Rendah Bukan Berarti Minim Dukungan
Pasangan calon bupati Indramayu nomor urut 1 dan 4 melaporkan sumbangan dana kampanye yang paling sedikit dibandingkan kandidat lain. Rendahnya sumbangan dinilai bukan berarti dukungan masyarakat minim.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
INDRAMAYU, KOMPAS — Pasangan calon bupati Indramayu nomor urut 1 dan 4 melaporkan sumbangan dana kampanye yang paling sedikit dibandingkan dengan kandidat lain. Meskipun demikian, rendahnya sumbangan dinilai bukan berarti menandakan minimnya dukungan masyarakat.
Berdasarkan laporan penerimaan sumbangan dana kampanye (LPSDK) yang diakses di laman KPU pada Jumat (13/11/2020), pasangan calon bupati Indramayu nomor urut 4, Nina Agustina-Lucky Hakim, hanya menerima sumbangan Rp 35,2 juta. LPSDK terendah selanjutnya adalah pasangan nomor 1, Muhamad Sholihin-Ratnawati, dengan Rp 145 juta.
Sementara itu, pasangan calon nomor 2, Toto Sucartono-Deis Handika, melaporkan menerima sumbangan sebesar Rp 1,5 miliar. Adapun LPSDK pasangan nomor 3, Daniel Mutaqien S-Taufik Hidayat, tercatat yang tertinggi, yakni lebih dari Rp 1,8 miliar. LPSDK keempat kandidat tersebut jauh dibandingkan limit batas pengeluaran dana kampanye, yakni Rp 25,5 miliar.
Saat dikonfirmasi, Sholihin membenarkan LPSDK tersebut. Sumbangan itu, katanya, berasal dari relasinya, seperti anggota DPRD Indramayu dan rekan separtai. ”Ada juga yang sumbang alat peraga kampanye, seperti baliho dan stiker. Sumbangan ini bertahap,” ucap Ketua DPC PKB Indramayu tersebut.
Baliho, spanduk, dan poster Sholihin-Ratnawati tersebar di pusat kota Indramayu hingga pelosok desa. Bahkan, sejumlah mobil juga tampak berbalut stiker pasangan calon yang didukung PKB, Demokrat, Hanura, dan PKS itu.
Kami hanya datang dan tidak umbar-umbar duit karena kami enggak punya duit.
Saat ditanya kebutuhan dana kampanye, Sholihin hanya mengatakan besarannya relatif. ”Kalau saya sih (kampanye) ala mahasiswa, ala kadarnya. Konsumsi, misalnya, dari warga. Kami hanya datang dan tidak umbar-umbar duit. Kami enggak punya duit,” ujarnya.
Berdasarkan data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) KPK, harta kekayaan anak petani itu minus Rp 667 juta. Adapun harta wakilnya, Ratnawati, yang merupakan istri anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Herman Khaeron, tercatat Rp 25 miliar.
Meski mendapatkan sumbangan dana kampanye rendah, Sholihin mengklaim dukungan masyarakat tinggi. ”Ini terlihat dari partisipasi warga yang mengirim beras, mi, telur, dan sumbang tenaga. Mereka semua tidak dibayar. Ini tidak bisa diukur dengan uang,” ucapnya.
Tommy Sugih, Ketua Tim Sukses Nina-Lucky, juga mengklaim bahwa rendahnya sumbangan dana kampanye bukan berarti dukungan masyarakat minim. ”Kami lebih fokus ke pemenangan dengan turun ke masyarakat sebanyak mungkin. Warga juga sukarela datang ke Losarang (tempat pemenangan) untuk membantu,” katanya.
Terkait kebutuhan dana kampanye, Tommy tidak menyebut jumlahnya. Namun, lanjutnya, logistik kampanye masih bergantung pada dana pribadi pasangan calon. LHKPN Nina tercatat Rp 31,3 miliar, terkaya dibandingkan tiga calon lain. Dalam laporan awal dana kampanye (LADK) pada September lalu, Nina-Lucky melaporkan saldo awal kampanye Rp 100.000.
”Saya berpikir juga jangan-jangan ada nama besar keluarga sehingga Nina-Lucky enggak usah dikasih (sumbangan dana kampanye). Ini asumsi saja,” lanjutnya. Nina merupakan putri sulung mantan Kepala Polri Jenderal (Purn) Da’i Bachtiar. Nina-Lucky didukung PDI-P, Gerindra, Nasdem.
Di sisi lain, ujarnya, rendahnya sumbangan dana kampanye dari pihak lain dapat meminimalkan potensi balas budi. ”Kita harus jujur. Orang yang menyumbang itu pasti mengharapkan feed back. Dengan sedikitnya sumbangan itu, kami tidak terbebani memberikan sesuatu kepada penyumbang,” lanjutnya.