Bio Farma Siapkan Sistem Digital untuk Vaksinasi Covid-19
Sembari menunggu izin penggunaan darurat (EUA) vaksin Covid-19 dari Badan Pengawas Obat dan Makanan, PT Bio Farma menyiapkan sistem digital untuk menjawab sejumlah tantangan vaksinasi.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Sembari menunggu izin penggunaan darurat (EUA) vaksin Covid-19 dari Badan Pengawas Obat dan Makanan, PT Bio Farma menyiapkan sistem digital untuk menjawab sejumlah tantangan vaksinasi. Sistem yang dibangun bersama PT Telkom itu mengintegrasikan data yang bersumber dari sejumlah kementerian dan lembaga pemerintah lainnya.
Salah satu infrastruktur digital yang disiapkan adalah aplikasi untuk mengetahui keaslian vaksin dan mengatur proses distribusinya. Selain itu, juga membangun sistem penghitungan jumlah vaksin sesuai kebutuhan di tempat layanan vaksinasi.
Direktur Digital Health Care Bio Fama Soleh Udin Al Ayubi mengatakan, setidaknya terdapat empat tahap dalam membangun sistem digital itu. Salah satunya pemasangan teknologi pelacakan (track & trace) berupa kode batang (barcode) dua dimensi pada kemasan vaksin.
”Barcode yang dapat dipindai dipasang pada kemasan primer (vial), sekunder (dus kemasan), dan tersier hingga truk pengantar. Pemasangan track & trace berfungsi untuk mencegah pemalsuan serta mengetahui tanggal kedaluwarsa, nomor batch, dan nomor serial produk tersebut,” ujar Soleh melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas di Bandung, Minggu (6/12/2020).
Proses pada sistem digital berlanjut ke distribusi. Suhu vaksin harus terjaga 2-8 derajat celsius, mulai dari pengiriman oleh Bio Farma hingga ke dinas kesehatan. Pendistribusian vaksin mesti memenuhi aspek good distribution practices dengan memperhatikan sistem rantai dingin. Tujuannya untuk menjamin kualitas vaksin tetap terjaga.
Melalui sistem pemosisi global (GPS), posisi vaksin dalam proses distribusi dapat diketahui. Sementara dengan menggunakan alat freeze tag, suhu tempat vaksin dapat dipantau setiap saat sampai ke klinik yang terhubung dengan pusat komando di Bio Farma.
Untuk program vaksinasi mandiri, konsumen dapat melakukan pemesanan awal (pre-order) melalui aplikasi, situs web, atau datang langsung ke klinik yang telah ditentukan. Sistem pemesanan awal untuk menghindari penimbunan vaksin. Dengan begitu, Bio Farma mengetahui jumlah permintaan vaksin di suatu wilayah.
Jadi, vaksin yang dikirim ke tempat vaksinasi disesuaikan dengan data permintaan pada sistem digital sesuai pengajuan masyarakat. ”Dengan demikian, potensi bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk menimbun vaksin dapat dihindari,” ujarnya.
Sistem digital itu juga akan mengakomodasi laporan vaksinasi yang terintegrasi dengan sistem lain. Setelah divaksin, warga mendapatkan laporan atau sertifikat digital sehingga dapat digunakan untuk bepergian menggunakan transportasi umum.
Selain menyiapkan sistem digital untuk vaksinasi, Bio Farma bersama Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran juga sedang melakukan uji klinis fase ketiga vaksin Covid-19 produksi Sinovac, China.
Hingga akhir November, sebanyak 1.620 sukarelawan uji klinis di Bandung telah mendapatkan suntikan vaksin atau plasebo dosis pertama. Sementara 1.603 sukarelawan sudah disuntik dosis kedua dan 1.600 sukarelawan memasuki masa pemantauan imunitas, efikasi, dan keamanan.
Belum ada laporan kejadian ikutan pascaimunisasi (KIPI) serius atau serious adverse event (SAE) yang terkait vaksinasi. Beberapa sukarelawan hanya mengalami demam, kantuk, dan pegal pada bekas suntikan.
Puskesmas di Jabar diprediksi tidak akan mencukupi untuk vaksinasi Covid-19. Oleh sebab itu, Gubernur Jabar Ridwan Kamil mengusulkan kepada pemerintah pusat agar gedung pertemuan dan gedung olahraga difungsikan sebagai tempat penyuntikan vaksin. ”Kami memberikan masukan kepada pemerintah pusat. Kemungkinan puskesmas tidak cukup menampung semua warga yang akan divaksin,” ujar Kamil, beberapa waktu lalu.
Menurut data Dasar Puskesmas Kementerian Kesehatan 2019, Jabar mempunyai 1.069 puskesmas yang tersebar di 27 kabupaten/kota. Sementara jumlah rumah sakit di provinsi itu sekitar 350 unit. Jumlah itu diperkirakan tidak mencukupi mengingat jumlah penduduk Jabar sekitar 49 juta jiwa.
Oleh sebab itu, dibutuhkan penggunaan fasilitas lain sebagai tempat penyuntikan vaksin. Penyuntikan direncanakan untuk 60 persen warga berusia 18-59 tahun. Warga penerima vaksin akan membentengi warga lainnya dari penularan virus korona baru.