Di Basis Masa Partai, Perolehan Suara Bupati Blitar Petahana Tertinggal
Petahana bupati dan wakil bupati Kabupaten Blitar, Jawa Timur, Rijanto-Marhaenis Urip Wiboro, belum mampu mengungguli lawannya dalam pilkada serentak 2020. Padahal, Rijanto-Marhaenis diusung oleh enam partai besar.
Oleh
KOMPAS/DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
BLITAR, KOMPAS — Bupati dan Wakil Bupati Petahana Kabupaten Blitar, Jawa Timur, Rijanto-Marhaenis Urip Wibowo, belum mampu mengungguli lawannya dalam pilkada serentak 2020. Padahal, Rijanto-Marhaenis diusung oleh enam partai besar, khususnya PDI-P. Blitar sendiri dikenal sebagai basis masa PDI-P dan erat kaitannya dengan Bung Karno.
Berdasarkan penghitungan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang dilansir di laman Pilkada2020.kpu.go.id, hingga Jumat (11/12/2020) pagi pasangan Rijanto-Marhaenis Urip Wibowo mengumpulkan 41,8 persen suara dan rivalnya, Rini Syarifah-R Santoso, 58,2 persen suara. Adapun suara yang telah masuk mencapai 57,51 persen dari 2.278 tempat pemungutan suara.
Petahana unggul di Kecamatan Bakung, Nglegok, Doko, dan Talun, sedangkan pasangan Rini-Santoso, yang diusung tiga partai: PKB, PAN, PKS, unggul di 18 dari 22 kecamatan yang ada di Blitar. Di beberapa kecamatan, selisih perolehan suara kedua pasang calon tidak begitu signifikan.
Pada Pilkada 2015, pasangan Rijanto-Marhaenis mampu memenangi pilkada setelah mengalahkan rivalnya, bumbung kosong. Kala itu, Rijanto-Marhaenis meraup 428.075 suara (78 persen), sedangkan kotak kosong memperoleh 76.121 suara (14 persen). Sebanyak 8 persen suara tidak sah dengan tingkat kehadiran 56 persen.
Berbeda dengan Kabupaten Blitar, di Kota Blitar petahana Santoso-Tjutjuk Sunario unggul 57,8 persen dari rivalnya, Henry Pradipta Anwar-Yasin Hermanto. Henry, yang adalah anak dari Wali Kota Blitar Samanhudi Anwar yang tersandung kasus korupsi suap pembangunan gedung sekolah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, hanya meraup 42,2 persen.
Santoso-Tjutjuk mendulang suara optimal di tiga kecamatan yang ada di Kota Blitar, yakni Kepanjen Kidul, Sukorejo, dan Sananwetan. Total suara masuk baru 77,22 persen dari total 259 TPS.
Pemerhati demokrasi yang juga akademisi Universitas Muhammadiyah Malang, Luthfi J Kurniawan, menilai, kekalahan petahana di daerah basis partai bisa disebabkan sejumlah faktor. Salah satunya, secara psikologis publik mulai merasa jengah dengan perilaku petahana yang tidak memenuhi janjinya selama memimpin.
Psikologis publik mulai merasa jengah dengan perilaku petahana yang tidak memenuhi janjinya selama memimpin.
Partai juga tidak memberikan kesempatan munculnya figur lain sebagai alternatif calon yang akan maju ke pilkada. ”Partai terlalu dominan dan mengabaikan keinginan publik tentang siapa tokoh yang dianggap layak,” katanya.
Selain itu, ada upaya dari kekuatan lain yang selalu memberikan narasi negatif terhadap PDI-P sebagai partai pemerintah. Dengan demikian, publik mulai menilai pragmatis, yaitu partai sudah tidak sesuai dengan jargonnya sebagai partai wong cilik.
Kejutan
Kekalahan Rijanto-Marhaenis di daerah basis partai pendukung, yakni PDI-P merupakan sebuah kejutan sekaligus menjadi bahan evaluasi bagi PDI-P. Wakil Ketua Bidang Kehormatan Dewan Pimpinan Daerah PDI-P Jawa Timur Budi Sulistyono mengatakan, Kabupaten Blitar merupakan daerah sakral bagi PDI-P.
”Luar biasa itu kalau sampai lepas,” ucap Budi Sulistyono seusai menggelar jumpa pers terkait perolehan suara Pilkada Kabupaten Kediri, di posko pemenangan tim Hanindhito Himawan Pramono-Dewi Mariya Ulfa, di Kediri, Rabu (9/12/2020) petang.
Menurut Budi Sulistyono, seorang petahana mestinya paham apa yang harus mereka lakukan untuk bisa memenangi pilkada. ”Mestinya petahana sudah tahu jalan apa yang musti ditempuh, apa yang dibicarakan, apa yang harus dilangkahkan,” katanya.
Awalnya, Budi Sulityono merasa optimistis kepala daerah di Blitar berasal dari partainya. Kekalahan Rijanto-Marhaenis bisa disebabkan oleh beberapa hal, antara lain tim pemenangan lebih fokus di Kota Blitar sehingga kabupaten lepas, teledor karena mengganggap petahana sudah tahu jalan menuju kemenangan.
”Orang kalau (posisi) di atas jika bagus, kelihatan bagusnya. Kalau jelek, kelihatan jeleknya. Mending pendatang baru, sedang lawannya petahana jelek. Itu mudah sekali. Itu akan dievaluasi. Untungnya Kota Blitar masih berjaya meski lawannya anak (mantan) pengurus partai yang punya akar masa kuat,” ucapnya.