Antisipasi Kerumunan, Pemprov Jawa Barat Larang Perayaan Tahun Baru
Pemerintah Provinsi Jawa Barat melarang perayaan Tahun Baru 2021 yang dapat memicu kerumunan. Syarat membawa bukti negatif Covid-19 berdasarkan tes cepat antigen juga sedang dikaji.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Jawa Barat melarang perayaan Tahun Baru 2021 yang dapat memicu kerumunan. Syarat membawa bukti negatif Covid-19 berdasarkan tes cepat antigen juga sedang dikaji.
Larangan tersebut berlaku untuk perayaan di dalam ataupun luar ruangan. Kebijakan ini diharapkan menekan potensi penularan Covid-19 pada momen pergantian tahun. ”Kami tidak mengizinkan perayaan Tahun Baru yang mempunyai potensi keriuhan dan keramaian yang membahayakan,” ujar Gubernur Jabar Ridwan Kamil, di Gedung Sate, Kota Bandung, Senin (14/12/2020).
Hal ini disampaikan Kamil seusai mengikuti rapat koordinasi secara virtual bersama Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Menurut dia, kebijakan pelarangan perayaan Tahun Baru tersebut juga disepakati para gubernur lain.
Potensi penularan virus korona baru dari pergerakan wisatawan pada libur akhir tahun juga diantisipasi. Sebab, momen libur panjang sebelumnya memicu peningkatan kasus Covid-19.
Persyaratan bukti tes cepat antigen bagi wisatawan yang berkunjung ke zona pariwisata di Jabar, seperti Kota Bandung, Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten Pangandaran, sedang diwacanakan. Kamil mengatakan, pihaknya tidak lagi menggunakan tes cepat antibodi.
”Belajar dari pengalaman sebelumnya, kami ingin memastikan tamu (pengunjung) sudah bersih (bebas) Covid-19,” ucapnya.
Protokol kesehatan, seperti kewajiban memakai masker, penyediaan fasilitas cuci tangan, dan pembatasan kapasitas pengunjung, telah diterapkan. Kota Bandung, Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten Pangandaran mempunyai sejumlah destinasi wisata yang ramai dikunjungi wisatawan saat libur akhir tahun.
Lonjakan kasus Covid-19 dari kegiatan wisata berpotensi menambah keterisian ruang perawatan di rumah sakit. Saat ini, okupansi rumah sakit di Jabar telah mencapai 75 persen. Keterisian itu sudah melebihi ambang batas standar Organisiasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu 60 persen.
Pemprov Jabar menyiapkan 11 gedung pemerintah dan 4 hotel untuk menambah tempat isolasi. Penambahan itu diharapkan mengurangi tingkat keterisian ruang perawatan pasien Covid-19.
Potensi penularan virus korona baru dari pergerakan wisatawan pada libur akhir tahun juga diantisipasi. Sebab, momen libur panjang sebelumnya memicu peningkatan kasus Covid-19. (Ridwan Kamil)
Zona merah bertambah
Pekan ini, delapan daerah di Jabar masuk zona merah Covid-19. Kedelapan daerah tersebut adalah Kabupaten Garut, Majalengka, Karawang, Bekasi, Bandung Barat, serta Kota Bandung, Depok, dan Cimahi. Jumlah itu meningkat dibandingkan dengan pekan lalu yang hanya enam daerah.
”Dari hasil kajian, kluster keluarga sedang meningkat. Itulah mengapa ruang isolasi diperbanyak untuk menggeser mereka (kasus Covid-19) yang tinggal di rumah ke ruang isolasi mandiri,” ujarnya.
Hingga Senin sore, kasus Covid-19 di Jabar berjumlah 66.210 orang. Jumlah itu tertinggi keempat di Indonesia setelah DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Jawa Tengah.
Mayoritas kasus Covid-19 di Jabar berasal dari kawasan Bogor, Depok, dan Bekasi (Bodebek). Oleh sebab itu, kawasan ini masih menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) secara proporsional hingga 23 Desember mendatang.
”Kebijakan ini disesuaikan dengan kewaspadaan daerah di tingkat kecamatan, desa, dan kelurahan dalam bentuk pembatasan sosial berskala mikro (PSBM),” ujar Ketua Harian Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Jabar Daud Achmad.