Pemerintah dan pemuka agama meminta masyarakat merayakan Natal dan Tahun Baru dengan sederhana dan menerapkan protokol kesehatan.
Oleh
TIM KOMPAS
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pemerintah dan pemuka agama meminta masyarakat merayakan Natal dan Tahun Baru dengan sederhana dan menerapkan protokol kesehatan.
Bersahaja dan disiplin protokol melindungi umat dari ancaman wabah Covid-19 (Coronavirus disease 2019) akibat virus korona jenis baru (SARS-CoV-2). Meski perayaan tak semeriah sebelumnya tetapi diharapkan tetap membawa kegembiraan.
Surat Edaran Menteri Agama tentang Panduan Penyelenggaraan Kegiatan Ibadah dan Perayaan Natal di Masa Pandemi Covid-19 menyebutkan kebaktian dan perayaan Natal agar sederhana, tak berlebihan, dan lebih menekankan persekutuan di keluarga.
Kebaktian hanya bisa dihadiri maksimal 50 persen umat dari kapasitas gereja. Jemaat lainnya mengikuti melalui dalam jaringan (online).
Menteri Agama Fachrul Razi mengatakan, kebaktian dan perayaan Natal agar mempertimbangkan kesehatan dan keselamatan umat.
”Rumah ibadah harus menjadi contoh terbaik dalam upaya mencegah penyebaran Covid-19,” ucap Fachrul, Minggu (20/12/2020) di Jakarta.
Peribadatan dan perayaan Natal bukan melulu berdasarkan pada status zona daerah. Jika di lingkungan gereja ada kasus Covid-19, kata Fachrul, tak dibenarkan mengadakan ibadah berjemaah.
Ketua Gabungan Gereja Baptis Indonesia Yosia Wartono memastikan kebaktian dengan protokol kesehatan ketat. Bahkan, berlaku juga bagi gereja di daerah hijau (aman) atau kuning (risiko rendah).
”Umat tidak sampai 50 persen. Hanya 20 persen dengan pengaturan ketat. Kalau sudah pas, yang lain tidak boleh masuk,” ujar Yosia.
Ketua Umum Majelis Sinode Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat Pendeta Paulus Kariso Rumambi mengatakan, sejak Juni sudah ada dan disosialisasikan panduan kebaktian seluruh gereja dalam GPIB.
Kapasitas cuma 25 persen, jaga jarak 1,5 meter, dan umat berusia 50 tahun ke atas boleh ikut kebaktian di zona hijau.
”Ada penomoran kursi dan isi buku kehadiran untuk kepentingan penelusuran kontak," kata Paulus.
Menurut Administrator Diosesan Keuskupan Padang RD Alexander Irwan Suwandi, jemaat masih boleh mengikuti Misa Malam Natal dan Misa Natal dengan terbatas serta protokol kesehatan ketat.
Anak-anak usia di bawah 12 tahun dan orang tua di atas 60 tahun tidak diperkenankan ke gereja. Selain itu, umat yang bergejala sakit antara lain demam, flu, dan batuk. Mereka agar ikut misa dalam jaringan (online) di platform digital.
"Masing-masing gereja menyiapkan misa daring sesuai wilayahnya," kata Alexander.
Seusai misa, lanjut Alexander, umat harus segera pulang. Di lingkungan gereja ditiadakan kegiatan pesta. Di wilayah atau lingkungan juga tidak ada kegiatan perayaan Natal. Namun, bantuan sosial bagi umat yang membutuhkan dipertahankan bergantung pada kesiapan gereja dan pengurus.
Alexander berpesan, agar umat tetap merasa Natal tahun ini membawa kegembiraan bahwa Yesus Kristus lahir dalam hati manusia. Esensi Natal bukan memperingati peristiwa lebih dari 2.000 tahun lalu melainkan hati bergembira dalam situasi sulit.
“Tuhan memberikan waktu khusus yang berbeda dengan waktu lainnya. Tetaplah menghayati Allah hadir saat ini juga. Allah tetap menyertai walaupun dalam masa pandemi, masa sulit, masa prihatin,” ujar Pastor Alexander.
Pastor Paroki Santo Fransiskus Xaverius (Katedral Ambon) RD Patris Angwarmase mengatakan, kepatuhan dan segala pembatasan bertujuan agar gereja tidak menjadi sumber penularan wabah.
Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy mengapresiasi gereja yang disiplin protokol. Sejak pandemi menyerang, gereja menutup pintu dan baru membuka layanan ibadah dua bulan terakhir.
Namun, Richard juga cemas dengan potensi kegiatan di luar gereja selepas ibadah. Kebiasaan di Ambon, warga berkumpul untuk makan dan minum merayakan Natal dan ini berlangsung 24-26 Desember 2020.
"Saya meminta kebiasaan ini dihindari," kata Richard.
Di Papua, gelar griya tak bisa diadakan di daerah-daerah dengan kasus Covid-19 tinggi.
Ketua Harian Satuan Tugas Covid-19 Papua Welliam Manderi mengatakan, 1 kota dan 14 kabupaten berstatus zona merah atau risiko penularan tinggi. Antara lain, Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Keerom, Sarmi, Mimika, Asmat, Biak Numfor, Supiori, Merauke, Boven Digoel, Mappi, Jayawijaya, Pegunungan Bintang, Puncak Jaya, dan Nabire. (DAN/ETA/FLO/FRN/JOL/KOR/NSA)