Pascagempa bermagnitudo 6,2 yang mengguncang Sulawesi Barat, Jumat (15/1/2021) dini hari, gempa susulan terus terjadi. Gempa juga menyebabkan kerusakan pada banyak bangunan, jalan longsor, dan korban jiwa.
Oleh
Reny Sri Ayu
·3 menit baca
MAKASSAR, KOMPAS — Pascagempa bermagnitudo 6,2 yang mengguncang Sulawesi Barat, Jumat (15/1/2021) dini hari, gempa susulan terus terjadi. Gempa juga menyebabkan kerusakan banyak bangunan, jalan longsor, dan korban jiwa.
Data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Wilayah IV Makassar mencatat setidaknya terjadi 19 kali gempa susulan pascagempa pada Jumat dini hari. Sebelumnya, pascagempa pertama yang bermagnitudo 5,9 pada Kamis (14/1) sore, terjadi 28 kali gempa susulan hingga malam.
Berdasarkan informasi yang diperoleh di Mamuju dan Majene, dua wilayah yang sejauh ini paling terdampak gempa, banyak kerusakan bangunan. Bangunan-bangunan runtuh dan sebagian menimbun warga. Di sejumlah lokasi, tim pertolongan dan pencarian (SAR) berupaya mengevakuasi warga yang tertimbun reruntuhan bangunan.
Untuk kepentingan evakuasi, tim Basarnas dari Kantor Makassar juga sudah diterjunkan ke lokasi. Tim akan melakukan evakuasi pada korban-korban yang tertimbun reruntuhan. ”Tim SAR diterjunkan untuk membantu SAR Mamuju melakukan evakuasi,” kata Kepala Kantor Basarnas Makassar Mustari, Jumat siang.
Kepala Pusat Kebencanaan Universitas Hasanuddin, Makassar, Adi Maulana menyebut, gempa ini dipengaruhi oleh aktifnya Majene Fold Belt, yaitu sistem patahan di bagian barat Sulawesi. Patahan ini dibentuk oleh pengaruh pergerakan patahan regional Banggai-Sula di bagian timur Sulawesi yang mengarah ke barat dan membentur pulau Sulawesi.
”Untuk lebih akuratnya, kita tunggu penjelasan resmi dari instansi berwenang. Saat ini, yang harus diwaspadai adalah potensi gempa susulan, tetapi saya berharap warga tidak panik. Perlu juga diwaspadai bencana longsor akibat runtuhan lereng-lereng yang disebabkan getaran gempa. Perlu pula diwaspadai wilayah dataran tinggi,” tutur Adi.
Sebelumnya, Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Raditya Jati mengatakan, data hingga pukul 06.00 WIB, berdasarkan laporan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Mamuju, gempa ini menyebabkan korban meninggal 3 orang dan luka-luka 24 orang. Sebanyak 2.000 warga mengungsi ke tempat yang lebih aman.
Ady (36), warga Mamuju, menyatakan, guncangan gempa dini hari tadi sangat kuat. Dia bahkan seperti terlempar saat gempa terjadi. ”Kami semua lari ke tempat yang agak tinggi. Saya bergabung dengan keluarga. Saya tinggalkan rumah,” katanya.
Di Majene, warga juga merasakan getaran gempa kuat. ”Gempa besar sekali, kami semua keluar dari rumah,” kata Saiful Alam (50), warga Kelurahan Totoli, Kecamatan Banggae, Majene.
Ia menuturkan, sesaat setelah gempa, warga bergerak menuju tempat-tempat terbuka, antara lain di stadion dan halaman fasilitas umum lainnya, seperti kampus dan rumah sakit. Warga mengungsi sejak terjadinya gempa besar itu. Saiful belum bisa memastikan kondisi keseluruhan Majene akibat gempa tersebut.
Pusat gempa di Majene ini sangat berdekatan dengan sumber gempa yang memicu tsunami pada 23 Februari 1969 dengan kekuatan 6,9 pada kedalaman 13 kilometer. Gempa saat itu menyebabkan 64 orang meninggal, 97 orang luka-luka, serta 1.287 rumah dan masjid mengalami kerusakan. Dermaga pelabuhan pecah, timbul tsunami dengan ketinggian 4 meter di Pelattoang serta 1,5 meter di Parasanga dan Palili.