Pijar Kemerahan di Atas Raung Fenomena Lazim, Warga Tak Perlu Panik
Fenomena pijar merah terjadi karena ada materi pijar yang keluar dari kerucut cinder atau cinder cone.
Oleh
ANGGER PUTRANTO
·3 menit baca
BANYUWANGI, KOMPAS – Erupsi skala kecil di Gunung Raung terus terjadi, bahkan kini diikuti dengan kemunculan pijar kemerahan dalam kepulan asap. Fenomena tersebut merupakan hal lazim, sehingga warga tidak perlu panik.
Gunung Raung merupakan gunung api aktif setinggi 3.332 meter yang terletak di perbatasan Kabupaten Banyuwangi, Bondowoso dan Jember, Jawa Timur. Sejak Kamis (21/1/2021), Gunung Raung menunjukkan peningkatan aktivitas vulkanik hingga akhirnya statusnya dinaikkan dari Normal (Level I) menjadi Waspada (Level II).
Kepala Pos Pengamatan Gunung Api Raung Mukijo membenarkan kemunculan pijar kemerahan yang terlihat di atas Gunung Raung. Dalam periode erupsi kali ini, fenomena itu pertama kali tampak pada Minggu (24/1/2021) malam.
“Kemunculan pijar kemerahan tersebut merupakan hal yang lazim. Pada erupsi sekala kecil yang terjadi pada periode Juli-November 2020, pijar kemerahan juga tampak di bulan Agustus,” tutur Mukijo di Banyuwangi, Senin (25/1/2021).
Fenomena yang terjadi saat ini berbeda dengan yang terjadi saat erupsi besar tahun 2015 lalu. Saat itu lelehan lava sempat menggenangi dasar kaldera. Sedangkan yang terjadi saat ini, lanjut Mukijo, karena ada materi pijar yang keluar dari kerucut cinder (cinder cone).
Cinder cone ialah kerucut yang terbentuk dari endapan magma yang mengeras di permukaan kaldera. Gunung Raung merupakan gunung api berbentuk strato berkaldera, dengan kawah utama pada bagian puncak. Kaldera Raung berbentuk ellips dengan ukuran 1.750 x 2.250 meter dan kedalaman 400-550 m dari bibir kawah.
“Saat erupsi besar 2015, pijar kemerahan tampak terus menurus. Sedangkan saat ini pijar kemerahan hanya muncul sesekali saat ada embusan asap. Cahaya yang keluar dari materi pijar tersebut memantul ke asap dan awan di atasnya, sehingga asap atau awan tersebut ikut berwarna kemerahan,” ujarnya.
Kendati memiliki kemiripan dengan erupsi kecil 2020, lanjut Mukijo, erupsi periode ini dinilai intensitasnya jauh lebih tinggi. Hal itu tampak dari gempa embusan yang lebih rapat selang waktunya.
Peningkatan aktivitas Gunung Raung mulai tampak saat munculnya embusan gas dari kawah di puncak pada tanggal 1 dan 20 Januari 2021. Pada tanggal 21 Januari, akfitas raung semakin meningkat sehingga Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) meningkatkan status Gunung Raung menjadi Waspada (Level II).
“Berdasarkan pemantauan visual dan instrumental memang ada gejala kenaikan aktivitas, karena itu status Gunung Raung ditingkatkan dari Normal (Level I) menjadi Waspada (Level II) terhitung sejak 21 Januari 2021 pukul 13.00,” ujar Kepala PVMBG Kasbani.
Kasbani mengatakan, dalam erupsi sekala kecil ini ancaman yang paling nyata ialah hembusan gas yang disertai abu vulkanik. Kasbani mengatakan, saat ini sebaran material dari hembusan abu masih berada di sekitar kawah atau puncak Gunung Raung yang merupakan Kawasan Rawan Bencana III. Namun, sebaran abu dapat terbawa ke daerah yang lebih jauh tergantung arah dan kecepatan angin.
Dalam tingkat aktivitas Level II (Waspada), lanjut Kasbani, direkomendasikan agar masyarakat, pengunjung, wisatawan tidak beraktivitas dalam radius 2 kilometer dari pusat erupsi yaitu di puncak kawah.
Guna mengantisipasi sebaran abu, Angkasa Pura II Bandara Banyuwangi sempat melakukan paper test di lingkungan bandara. Hal ini untuk memastikan apakah sebaran abu sampai ke Bandara Banyuwangi yang berada dalam radius 30 km dari puncak Gunung Raung.
“Kami melakukan paper test secara berkala untuk memastikan keamanan dan keselamatan penerbangan. Sejauh ini, kami belum menemukan ada sebaran abu yang jatuh di sekitar bandara,” tutur Asisten Manager Maintenance Facility Angkasa Pura II Bandara Banyuwangi Andry Lesmana.