Fenomena gemuruh di Gunung Raung merupakan hal wajar sehingga tidak perlu terlalu dikhawatirkan.
Oleh
ANGGER PUTRANTO
·3 menit baca
BANYUWANGI, KOMPAS — Peningkatan aktivitas Gunung Raung tampak salah satunya dari munculnya suara gemuruh. Namun, fenomena tersebut merupakan hal wajar sehingga tidak perlu terlalu dikhawatirkan.
Gunung Raung merupakan gunung bertipe strato kaldera setinggi 3.332 meter di atas permukaan laut di perbatasan Kabupaten Banyuwangi, Bondowoso, dan Jember. Sejak 21 Januari 2021, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) meningkatkan status Gunung Raung dari Normal (level I) menjadi Waspada (level II).
Subkoordinator Mitigasi Gunung Api Wilayah Barat PVMBG Nia Haerani membenarkan adanya peningkatan aktivitas di Gunung Raung. ”Peningkatan aktivitas tampak dari munculnya gempa mikrotremor yang amplitudonya menunjukkan tren peningkatan dari hari ke hari,” katanya.
Gempa mikrotremor yang amplitudonya terus meningkat, lanjut Nia, menunjukkan adanya peningkatan energi. Gempa tremor tersebut muncul akibat kenaikan material vulkanik ke permukaan. Material vulkanik tersebut berupa gas, cairan lava, dan batuan. Material-material tersebut keluar dari cinder cone. Cinder cone merupakan gundukan kerucut yang terbentuk akibat letusan sebelumnya.
Di Raung, cinder cone berada di dasar kawah. Cinder cone tersebut merupakan sisa hasil erupsi besar Gunung Raung yang terjadi pada 2015. ”Karena sedang erupsi sekala kecil dan radius aman berada di 2 kilometer dari puncak kawah, kami tidak bisa memastikan apa yang sebenarnya terjadi. Namun, kami menduga saat ini sedang ada pengisian material vulkanik di kaldera sehingga volume material di dasar kaldera bertambah,” tutur Nia.
Peningkatan aktivitas juga tampak dari munculnya bias kemerahan di puncak Raung. Nia menjelaskan, bias kemerahan itu muncul akibat material pijar yang keluar dari cinder cone. Material pijar tersebut memantulkan cahaya kemerahan ke awan atau asap yang ada di atasnya.
Gemuruh
Nia juga membenarkan adanya laporan suara gemuruh dari Gunung Raung. Menurut dia, hal itu merupakan fenomena biasa yang terjadi saat ada peningkatan aktivitas di Gunung Raung.
”Gemuruh tersebut terjadi karena gesekan atau benturan material yang keluar melalui saluran. Gesekan dan benturan tersebut membuat getaran-getaran yang dalam frekuensi tertentu menimbulkan suara,” ujarnya.
Nia menjelaskan, fenomena ini juga terjadi pada 2012, 2013, dan 2020. Saat itu erupsi kecil juga terjadi di Gunung Raung. Namun, Nia mengimbau agar warga tidak panik dan berpikir bahwa Gunung Raung akan erupsi besar seperti erupsi tahun 2015.
Suara gemuruh tersebut, lanjut Nia, maksimal terdengar hingga 20 kilometer di sejumlah desa di Kecamatan Kalipuro. Ini juga menjadi bantahan terkait suara dentuman yang terdengar hingga Malang.
”Terkait suara dentuman yang terdengar di Malang, kami tidak bisa memastikan sumber suara tersebut. Namun, kami yakin itu bukan berasal dari aktivitas Gunung Raung,” ujar Nia.
Hal senada disampaikan pengamat Gunung Api Raung, Burhan Alethea. Menurut dia, tidak mungkin suara dentuman yang terdengar di Malang berasal dari Gunung Raung.
”Kami rasa jarak ratusan kilometer sangat tidak mungkin, apalagi dari pagi hingga malam arah angin dominan ke timur. Saat ini Raung sudah intens sekali bergemuruh sehingga kalau di wilayah yang mendengar tersebut (Malang) hanya sesekali bisa dipastikan bukan dari Raung.
Burhan menambahkan, pada 2015 saat erupsi besar terjadi, Gunung Raung bergemuruh sangat keras selama lebih kurang empat jam. Saat itu tidak ada laporan dari Malang terkait suara gemuruh serupa.
Kepala Pos Pengamatan Gunung Api Raung Mukijo menyampaikan, dalam periode pengamatan pukul 00.00 hingga 06.00 terekam gempa tremor menerus (mikrotremor) dengan amplitudo 5-32 mm. Gempa terekam dominan pada amplitudo 13 mm.
Amplitudo dominan tersebut menunjukkan tren peningkatan dari hari ke hari. Pada 1 Februari pukul 12.00 hingga 18.00 gempa mikrotremor dominan 4 mm dan meningkat menjadi 5 mm pada pukul 18.00-24.00.
Pada 2 Februari pukul 06.00 hingga 12.00 amplitudo dominan meningkat menjadi 10 mm. Amplitudo terus meningkat hingga 14 mm pada 2 Februari pukul 18.00 hingga 24.00.