”Jateng di Rumah Saja”, Wali Kota Solo: Kami Enggak Mampu Beri Kompensasi
Pemerintah Kota Solo, Jawa Tengah, akan berkoordinasi lebih lanjut terkait penerapan gerakan ”Jateng di Rumah Saja”. Beberapa hal yang harus dikoordinasikan, misalnya, penutupan pasar tradisional, mal, dan tempat usaha.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·3 menit baca
SOLO, KOMPAS — Pemerintah Kota Solo, Jawa Tengah, masih akan berkoordinasi lebih lanjut terkait penerapan gerakan ”Jateng di Rumah Saja” yang dicanangkan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo. Beberapa hal yang pembahasannya belum tuntas berkaitan dengan penutupan pasar tradisional, mal atau pusat perbelanjaan, serta tempat usaha, seperti angkringan.
”Saya akan koordinasi dengan Pak Sekda (Sekretaris Daerah) dan tim satgas untuk menindaklanjuti Surat Edaran Gubernur itu,” kata Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo dalam keterangannya, Rabu (3/2/2021), di Solo.
Gerakan Jateng di Rumah Saja ditetapkan melalui Surat Edaran (SE) Gubernur Jateng Nomor 443.5/0001933 tentang Peningkatan Kedisiplinan dan Pengetatan Protokol Kesehatan pada Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Tahap II di Jawa Tengah. Surat itu ditandatangi Ganjar Pranowo pada Selasa (2/2/2021).
Dalam SE itu dinyatakan, gerakan Jateng di Rumah Saja bertujuan memutus transmisi dan menekan penyebaran Covid-19 dengan cara tinggal di rumah masing-masing. SE juga menyebut, gerakan Jateng di Rumah Saja akan dijalankan pada Sabtu dan Minggu (6-7/2).
Untuk melaksanakan gerakan itu, bupati/wali kota di Jateng diminta melakukan beberapa langkah, misalnya meniadakan acara car free day (hari bebas kendaraan bermotor) serta menutup toko, mal, pasar, destinasi wisata, dan pusat rekreasi. Selain itu, harus ada pembatasan kegiatan hajatan atau pernikahan dengan cara tidak mengundang tamu.
Menanggapi SE itu, Rudyatmo atau kerap disapa Rudy menyatakan, mereka yang wajib tinggal di rumah selama pelaksanaan gerakan Jateng di Rumah Saja adalah warga yang tidak memiliki kegiatan apa pun di luar rumah. Dia menyebut, salah satu pihak yang wajib tinggal di rumah itu adalah pegawai negeri sipil (PNS) yang sedang libur.
”Yang diwajibkan di rumah itu warga masyarakat yang tidak punya kegiatan apa pun. Umpamanya teman-teman PNS, Sabtu-Minggu libur tho, ya tidak boleh ke mana-mana. Kira-kira seperti itu penangkapan saya,” ujar Rudyatmo.
Untuk para pedagang dan pemilik usaha kecil, Rudy berpendapat, mereka tetap harus diberi kesempatan berjualan atau membuka tempat usaha. Hal ini karena Pemkot Solo tidak memiliki kemampuan memberikan kompensasi sebagai pengganti hilangnya penghasilan mereka.
”Para pedagang, hik (angkringan), dan sebagainya itu, kan, harus diberi kesempatan. Sebab, Pemkot Solo ndak punya kemampuan kalau warga masyarakatnya menuntut. Mereka dua hari enggak jualan, kan, enggak dapat pemasukan, lalu makan dari mana,” tutur Rudy.
Yang diwajibkan di rumah itu warga masyarakat yang tidak punya kegiatan apa pun.
Rudy juga menilai, pasar tradisional tidak perlu ditutup selama pelaksanaan gerakan Jateng di Rumah Saja. Sementara itu, penutupan mal atau pusat perbelanjaan masih dipertimbangkan. ”Kalau pasar, menurut saya, tidak ditutup, tetapi perketat protokol kesehatan. Untuk penutupan mal dan sebagainya, kami pertimbangkan dulu,” ujarnya.
Hasil evaluasi
Gerakan Jateng di Rumah Saja dicanangkan karena kebijakan PPKM dinilai belum berhasil menekan laju penularan Covid-19 di Jawa Tengah. Hal ini terlihat dari jumlah kasus Covid-19 di sejumlah wilayah yang masih tinggi selama masa PPKM.
Dalam kesempatan sebelumnya, Ganjar Pranowo menyatakan, berdasarkan hasil rapat evaluasi Covid-19, penurunan jumlah kasus hanya terjadi di daerah-daerah di eks Karesidenan Pekalongan. Sementara di eks Karesidenan Semarang, Pati, Kedu, Surakarta, dan Banyumas masih ada daerah-daerah dengan kenaikan kasus Covid-19.
”Catatan kami, perlu ada perbaikan. Dari evaluasi, kami merasa bahwa (PPKM) ini belum berhasil. Kami menyetujui untuk melakukan operasi yustisi bersama di seluruh Jateng, serentak. Selain itu, akhir pekan ini ada gerakan Jateng di Rumah Saja. Kami ingin lihat, bisa atau tidak Jateng sepi sehingga bisa mencegah potensi kerumunan,” papar Ganjar.
Selain itu, Ganjar juga mengusulkan kepada pemerintah pusat agar tidak ada libur panjang saat perayaan Imlek pada 12 Februari 2021. Hal tersebut untuk mencegah kerumunan yang berpotensi memunculkan kasus Covid-19 baru.
Ganjar pun meminta tidak ada perayaan-perayaan saat Imlek, seperti pertunjukan barongsai, pesta kembang api, dan perayaan lain yang menimbulkan keramaian. ”Kalau ibadah boleh, kan, ibadah bisa virtual,” ucapnya.