Pasar Johar Semarang, Kelahiran Ulang Warisan Mahakarya Karsten
Pasar Johar adalah salah satu mahakarya arsitek Thomas Karsten. Setelah dilanda kebakaran hebat pada 2015, kawasan perdagangan ini rampung direhabilitasi. Bangunan ini menjadi ikon ekonomi rakyat Kota Semarang.
Enam tahun sejak kebakaran hebat melanda Pasar Johar Semarang, sebagian mahakarya arsitek Thomas Karsten berusia lebih dari 80 tahun tersebut rampung direhabilitasi. Berstatus cagar budaya, penyesuaian pun diterapkan demi semangat konservasi.
Puluhan toples dan kantung plastik transparan berisi camilan bertumpuk di atas meja salah satu los di Pasar Johar Utara, Kota Semarang, Jawa Tengah, Rabu (13/10/2021) pagi. Produk dagangan itu seakan mengimpit Ros (43) di los mungil berukuran 1,5 meter x 2 meter itu. Bahkan, dari luar, hanya terlihat kepalanya menyembul.
"Ini baru seperempatnya (dagangan), Mas. Yang lain belum tahu mau ditempatkan di mana. Masih bingung. Ini juga masih nata-nata. Sambil lihat dulu, lah," ujar Ros, pemilik lapak.
Ros adalah satu dari ribuan pedagang Pasar Johar yang terdampak kebakaran Pasar Johar pada 2015. Setelah kebakaran, para pedagang direlokasi ke lahan sekitar Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT). Setelah perbaikan Pasar Johar Tengah dan Utara rampung, akhir September 2021, Ros dan para pedagang lain mulai bersiap kembali.
Baca juga : Mereguk Kenangan di Jalur Dagang Semarang
Rabu pagi itu, baru dua pedagang yang sudah menempati los di Pasar Johar. Sementara lainnya masih membersihkan lapak. Ros pun terkenang losnya dulu di Pasar Johar Tengah, sebelum terbakar.
"Dulu lebih luas. Panjangnya saja lebih dari 6 meter. Tapi ya disyukuri saja. Sabar dulu. Mudah-mudahan pembeli ramai seperti dulu. Karena di sini lokasinya lebih strategis daripada di MAJT, terutama untuk eceran," katanya.
Hal serupa diratapi Agustin Handayani (45), pedagang ikan asin yang dari hasil undian penempatan pedagang, kebagian di lantai 2 Pasar Johar Tengah. Seperti halnya pedagang lain, ia kecewa karena lapak yang akan ditempatinya hanya sepanjang sekitar 1 meter. Dulu, panjang lapaknya mencapai 6 meter.
Ia sebenarnya berharap lapak diperluas, karena banyak keperluan yang harus dibawa serta, seperti pendingin. Namun, jika memang tidak bisa, ia pasrah. "Perlu saya pikirkan lagi agar bisa muat semua. Tapi disyukuri saja dulu. Tempatnya juga sekarang lebih bagus," tutur Agustin.
Tahap pertama pemindahan, terdaftar 3.802 pedagang di Dinas Perdagangan Kota Semarang. Pengundian juga sudah dilakukan. Namun, dari enam blok, baru Pasar Johar Utara dan Tengah yang sama-sama bangunan cagar budaya, serta Pasar Kanjengan selesai dibangun dengan biaya Rp 170 miliar.
Sementara tiga blok lain, yakni Pasar Johar Selatan, basemen Alun-alun, dan Shopping Center Johar (SCJ) masih dibangun dan ditata. Pasar Johar Selatan, misalnya, ditarget tuntas pada Desember 2021.
Baca juga : Lapak Pasar Johar Semarang Setelah Penataan Kian Sempit, Pedagang Pasrah
Proses pemindahan pedagang ke Pasar Johar memang menuai reaksi ketidakpuasan para pedagang. Baik terkait luasan lapak maupun hasil undian. Hal tersebut juga berkait dengan konsekuensi penataan Pasar Johar pascarehabilitasi. Sebagai bangunan cagar budaya, pembatasan diterapkan.
Kepala Dinas Perdagangan Kota Semarang, Fravarta Sadman mengatakan, pihaknya berulang kali menerima aduan, khususnya dari pedagang Pasar Johar Utara. Mereka berkukuh ingin kembali berdagang di blok Johar Utara, meski hasil undian terpindahkan ke Johar Selatan, Kanjengan, maupun SCJ.
Pasar itu kemudian menjelma menjadi pusat aktivitas perekonomian di Semarang, dan pernah disebut sebagai yang terbesar di Asia Tenggara.
Hal itu dampak dari kapasitas Pasar Johar Utara yang menurun drastis setelah direhabilitasi. "Dulu sebelum kebakaran bisa 1200-an pedagang, sekarang hanya bisa tampung 419 pedagang," ujarnya dikutip dari situs Pemkot Semarang, Rabu (13/10).
Sebelum terbakar pada 2015, kondisi Pasar Johar Semarang sangat padat. Lapak para pedagang saling berdempetan, yang juga membuat jalur orang-orang melintas cenderung sempit. Kini, kaidah-kaidah konservasi diterapkan, terutama di Johar Utara dan Tengah yang berstatus cagar budaya.
Pohon Johar
Keberadaan Pasar Johar tak terlepas dari Pasar Pedamaran di Jalan H Agus Salim Semarang. Saat itu, banyak penduduk yang berjualan damar yang menjadi bahan untuk membatik. Pada 1860-an, lantaran kian padat, para pedagang mulai merembet memasuki sekitar alun-alun Semarang yang di sekitarnya banyak ditumbuhi pohon johar.
Jongkie Tio dalam bukunya Kota Semarang dalam Kenangan (2001) menyebutkan, Pemerintah Hindia Belanda saat itu berupaya menertibkan pedagang dengan membuat loods-loods (los). Pada 1920, para pedagang pun menempati petak-petak yang dibangun memanjang.
Bangunan Pasar Johar dirancang Thomas Karsten, arsitek kelahiran Belanda, pada 1933. Selanjutnya, diperluas menjadi bangunan dua tingkat. Pembangunan Pasar Johar dimulai 1937 dan selesai 1938-1939. Pasar itu kemudian menjelma menjadi pusat aktivitas perekonomian di Semarang, dan pernah disebut sebagai yang terbesar di Asia Tenggara.
Lihat juga : Pesan Satire dari Kota Lama Semarang
Keunikan Pasar Johar ialah langit-langit tinggi, disertai deretan beberapa bagian atap yang menyembul, sehingga menyisakan ruang ventilasi. Cahaya juga menyelinap lewat sela-sela atap itu sehingga ada penerangan alami. Atap ditopang kolom-kolom cendawan setinggi sekitar 6 meter, dengan bentuk menyerupai payung.
Selain itu, bagian atap juga dirancang halus dan rata sehingga mencegah burung bersarang. Pilar yang menjulang tinggi hingga atap juga untuk memberi ruang sirkulasi udara yang luas. Bahkan lantai dua pasar hanya berada di bagian pinggir saja. Oleh Karsten, kualitas beton juga dipertimbangkan mengantisipasi kebakaran.
Selepas pembangunan Pasar Johar, di kawasan itu juga dibangun Pasar Yaik Permai. Selanjutnya, dibangun Pertokoan Kanjengan yang selesai pada 1978, menempati bekas kantor Kabupaten Semarang.
Baca juga : Tiga Blok Pasar Johar Siap Ditempati, Pemkot-Pedagang Perlu Duduk Bersama
Pengembangan tak berhenti di situ. Tahun berganti, posisi Pasar Johar kian terimpit dan seakan tenggelam ditelan berbagai bangunan baru di sekelilingnya. Pada 1989, selain toko-toko, juga dibangun pusat perbelanjaan, hotel, hingga bank.
Hal tersebut sempat menjadi sorotan. Anggota Komisi C DPRD Kodya Semarang Abdul Aziz Effendi mengatakan, plasanisasi Pasar Johar memang hak pemda. Namun, ia menyesalkan rencana itu belum dilaporkan pada dewan. (Kompas, 22 Agustus 1989)
Masalah yang juga kerap mendera Pasar Johar adalah banjir, yang jadi problem utama Kota Semarang sejak beberapa dekade silam. Pada 2005, sisi selatan Pasar Johar terendam banjir besar. Seperti dilaporkan Kompas, 5 Maret 2005, saat itu, air hitam berbau busuk hingga setengah meter menggenangi kios-kios dan gang-gang dalam pasar.
Dengan berbagai persoalan itu, rencana revitalisasi Pasar Johar pun digulirkan. Kajian skema kerja sama Pemkot Semarang dan pihak ketiga selesai 2014 dan penataan ditargetkan dimulai 2015. Dari rancangan teknik, dibutuhkan biaya Rp 700 miliar.
Tragedi besar
Namun, saat revitalisasi belum terlaksana, Pasar Johar justru dilahap si jago merah pada Sabtu, 9 Mei 2015 malam. Peristiwa itu dinilai sebagai puncak pengabaian perlindungan bangunan cagar budaya, karena ternyata Pasar Johar tidak memiliki sistem penanggulangan kebakaran yang optimal.
Sedikitnya 4.719 kios hangus terbakar. Sekitar 7.000 pedagang terdampak, baik pemilik kios maupun lapak. Hasil pendataan Pemkot Semarang, kerugian akibat kerusakan bangunan sekitar Rp 60,3 miliar. Sementara kerugian pedagang sekitar Rp 316,1 miliar. Hebatnya, meski dilanda kebakaran hebat, ciri khas bangunan berupa kolom-kolom dan atap cendawan masih utuh.
Kemudian, para pedagang direlokasi ke lahan di sekitar MAJT. Sementara Pasar Johar direhabilitasi sejak 2017 dengan dana Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Sempat ditinjau Presiden Joko Widodo pada akhir 2019, Pasar Johar Utara, Tengah, dan Kanjengan akhirnya rampung 2021.
Dosen Departemen Arsitektur Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Semarang, Eddy Prianto, menuturkan, terkait fisik, ia mengapresiasi rehabilitasi Pasar Johar oleh pemerintah. Namun, hal-hal nonfisik juga harus diperhatikan, termasuk bagaimana nanti lalu lintas kendaraan pedagang.
Ia mendorong tautan antara Pasar Johar Semarang dengan kawasan atau daya tarik di sekitarnya, misalnya di sekitar Stasiun Tawang, di kawasan Kota Lama. "Jadi, ada kajian berkesinambungan. Bagaimana itu saling terkait," ujarnya.
Didorong tautan antara Pasar Johar Semarang dengan kawasan atau daya tarik di sekitarnya, misalnya di sekitar Stasiun Tawang, di kawasan Kota Lama. (Eddy Prianto)
Terkait sebagian pedagang yang belum mau menempati Pasar Johar, kata Eddy, perlu ada pedagang-pedagang pionir yang memberi contoh. Dengan demikian, pedagang lain akan mengikuti dan terbiasa menempati lapak di bangunan yang berstatus cagar budaya.
Bagaimanapun, Pasar Johar adalah salah satu penanda Kota Semarang. Keberadaannya tak terlepas dari perkembangan peradaban warga, terutama di sektor ekonomi rakyat. Selanjutnya, kawasan perdagangan ini diharapkan bisa jadi daya tarik wisata baru seiring fenomena pemanfaatan bangunan-bangunan lama kota.