Alex Noerdin Didakwa Memperkaya Diri Sendiri dan Orang Lain dalam Dua Perkara
Mantan Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin didakwa melakukan tindak pidana korupsi dengan memperkaya diri sendiri dan orang lain dalam kasus PDPDE dan Masjid Raya Sriwijaya.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG,KOMPAS - Bekas Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin didakwa melakukan tindak pidana korupsi dengan memperkaya diri sendiri dan orang lain dalam dua perkara berbeda, yakni pembangunan Masjid Raya Sriwijaya dan hak pembelian gas bumi Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi atau PDPDE. Negara dirugikan ratusan miliar rupiah.
Berkas dibacakan oleh tim jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan di hadapan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Palembang yang diketuai oleh Abdul Aziz, Kamis (3/2/2022). Sementara Alex menghadiri sidang secara virtual dari Rumah Tahanan Kelas 1A Palembang.
Jaksa Roy Riyadi mengatakan, Alex diduga telah menyalahgunakan jabatan sebagai gubernur Sumatera Selatan sehingga kedua kasus itu bergulir.
Kasus PDPDE muncul saat Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2010 mendapatkan hak pembelian gas bumi bagian negara melalui badan usaha milik daerah (BUMD), yakni Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi, dengan total 15 juta kaki kubik per hari (MMCFD).
Oleh karena PDPDE tidak mempunyai pengalaman teknik dan dana, PDPDE pun rupanya bekerja sama dengan PT Dika Karya Lintas Nusa (PT DKLN) yang dipimpin oleh terdakwa Muddai Madang. Setelah ditelusuri, Muddai tak hanya menjabat direktur di PT DKLN. Ia juga merangkap menjadi Direktur Utama PDPDE Sumsel. PT DKLN membentuk perusahaan patungan, yakni PT PDPDE gas yang komposisi sahamnya 15 persen untuk PDPDE Sumsel dan 85 persen untuk PT DKLN. ”Terdakwa selaku gubernur saat itu memberikan izin terkait proses ini,” kata Roy.
Akibat persetujuan tersebut, berdasarkan perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan, negara mengalami kerugian sepanjang kurun waktu 2010 hingga 2019 sebesar 30 juta dollar AS atau Rp 420 miliar (kurs Rp 14.000). Perbuatannya tersebut juga dinilai telah memperkaya orang lain.
Adapun untuk kasus dugaan korupsi pembangunan Masjid Sriwijaya, Alex menyetujui pemberian dana hibah, padahal terjadi pelanggaran dalam proses penyaluran, seperti dana hibah yang diberikan secara berturut-turut, dan ada yayasan yang tidak berdomisili di Sumatera Selatan.
Akibat persetujuan tersebut, berdasarkan perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan, negara mengalami kerugian sepanjang kurun waktu 2010 hingga 2019 sebesar 30 juta dollar AS atau Rp 420 miliar (kurs Rp 14.000).
Dari proses hasil pemeriksaan investigasi, Alex diduga menerima suap sebesar Rp 4,8 miliar. Kemudian bekas Ketua Panitia Pembangunan Masjid Sriwijaya Eddy Hermanto sebesar Rp 684,4 juta; Ketua Panitia Divisi Lelang Pembangunan Masjid Sriwijaya Syarifudin Rp 1,039 miliar; kuasa kerja sama operasi (KSO) PT Brantas Abipraya-PT Yodya Karya, Dwi Kridayani, Rp 2,5 miliar; dan Project Manager PT Brantas Abipraya-PT Yodya Karya Yudi Arminto Rp 22,4 miliar.
Atas perbuatan tersebut, JPU mendakwa Alex dengan Pasal 2 Ayat (1)
juncto
Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
juncto
Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Selain itu, dakwaan subsider adalah Pasal 3
juncto
Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Agus Sudjatmiko, kuasa hukum Alex Noerdin, menegaskan, dakwaan yang disampaikan oleh JPU tidak berdasar dan tidak benar. ”Dengan reputasi dan kredibilitas Pak Alex dalam memimpin Sumsel, kami yakin klien kami tidak bersalah,” kata Agus tegas.
Karena keyakinan itulah, tim kuasa hukum dan Alex bersepakat untuk tidak mengajukan eksepsi. Menurut dia, eksepsi hanya keberatan formalitas. ”Kami membuktikan langsung di pokok perkara sehingga perkara ini cepat selesai,” katanya.
Selain itu, ujar Agus, pihaknya meminta agar kliennya dihadirkan dalam ruang persidangan. Ini untuk menepis isu kalau kliennya menghindar. ”Beliau ingin menyelesaikan masalah ini secara tegar,” ujar Agus.
Selain itu, persidangan secara daring juga berisiko mengalami kendala teknis terutama jaringan. ”Dengan mengikuti persidangan secara langsung akan lebih efisien dan dapat menggali keterangan dari saksi secara lebih optimal,” kata Agus. Dia pun meminta agar saksi yang dihadirkan tidak menyampaikan keterangan secara berulang.
Ketua Majelis Hakim Abdul Aziz menegaskan, agenda sidang selanjutnya adalah mendengarkan keterangan dari saksi dari JPU. Sidang akan dilanjutkan pada Kamis (10/2/2022).