Memanen Manfaat Sisa Sampah Organik di Kota Batu
Meski baru dalam hitungan tahun, perkembangan ekoenzim di Kota Batu telah banyak memberi manfaat, mulai dari keperluan rumah tangga, dipakai menangani penyakit mulut dan kuku, sampai menekan gas metana di TPA.
Sejumlah warga di Kota Batu, Jawa Timur, mendapatkan manfaat dari pengelolaan ekoenzim. Larutan yang merupakan hasil fermentasi dari sisa-sisa sampah organik itu memiliki banyak manfaat. Warga bahkan memanfaatkannya untuk pengobatan.
Manfaat ekoenzim itu seperti dirasakan oleh Siti Zulaikah (68), warga Kota Batu. Ia menggunakan larutan fermentasi sampah organik itu untuk mengobati persendiannya yang nyeri.
”Tadinya saya sulit jongkok karena lutut sakit. Shalat susah duduknya karena pinggang juga sakit. Namun, setelah mengonsumsi ini, keluhan itu sembuh,” tutur Siti sambil menunjukkan sampah organik hasil proses fermentasi yang ada di hadapannya.
Jelang tengah hari, Rabu (29/11/2023), Siti duduk di kursi kecil di halaman rumah Gung Endah Tuti Rahayu (59) di Perumahan Puri Savira, Perumahan Puri Savira, Desa Mojorejo, Kecamatan Junrejo, Kota Batu. Mendung tebal yang menggelayut sejak pagi tak kunjung pecah menjadi hujan.
Menggunakan media kain, tangan Siti terus memeras ekoenzim yang 90 hari terakhir tersimpan rapat di dalam jeriken. Aroma segar semerbak mengiringi proses mengucurnya cairan kecoklatan yang masuk ke bak penampung. Sementara ampas sisanya ditaruh dalam wadah tersendiri.
”Untuk pengobatan, saya menuangkan satu sendok teh ekoenzim ditambah gula dan air hangat setengah gelas. Saya minum itu sejak enam bulan lalu. Karena sudah sembuh, kini saya hentikan dan baru minum lagi kalau keluhan itu terasa,” kata Siti.
Tak hanya satu jeriken ekoenzim di tempat Siti beraktivitas. Di situ terdapat puluhan galon dan botol bekas air mineral yang dimanfaatkan untuk menampung cairan multiguna itu, baik yang masih baru difermentasi maupun sudah jadi dan siap dimanfaatkan. Beberapa produk turunannya juga ada, seperti sabun dan pelet yang dimanfaatkan seperti kompres tubuh.
Banyak manfaat
Ekoenzim merupakan larutan zat organik kompleks hasil fermentasi sisa organik. Di Kota Batu, ekoenzim banyak dibuat dari sisa buah-buahan dan sayuran. Potensi sampah organik ini cukup banyak dan mudah ditemukan karena Batu merupakan salah satu sentra hortikultura di Jatim.
Metode pembuatannya pun tidak sulit. Sampah organik yang telah dipilah dicampur dengan molase atau gula dan air dengan perbandingan satu bagian molase, tiga bagian sampah organik, dan 10 bagian air.
Proses fermentasi yang berlangsung selama tiga bulan di wadah tertutup ini membuat ekoenzim memiliki senyawa asam organik, seperti asam asetat, asam sitrat, dan sejumlah enzim. Kandungan senyawa kompleks itu membuat ekoenzim bersifat antijamur, bakteri, dan insektisida.
Manfaat ekoenzim cukup banyak, mulai dari pertanian, keperluan sehari-hari, lingkungan, hingga kesehatan. Dalam bidang pertanian, ekoenzim, antara lain, diyakini bisa mengembalikan kesuburan tanah dan mempercepat pertumbuhan tanaman.
Metode pembuatannya pun tidak sulit. Sampah organik yang telah dipilah dicampur dengan molase atau gula dan air dengan perbandingan satu bagian molase, tiga bagian sampah organik, dan 10 bagian air.
Untuk kegiatan sehari-hari, cairan ini bisa digunakan untuk detergen dan pembersih lantai. Di bidang lingkungan, ekoenzim bisa sebagai filter udara dan menghilangkan bau. Sementara dalam hal kesehatan, ekoenzim disebut-sebut, antara lain, bisa memperlancar peredaran darah dan meningkatkan kualitas tidur.
Berbeda dengan Siti Zulaikah, sekitar 7 kilometer ke arah barat laut, Siti Yulaikah atau yang biasa disapa Yuli (50) memanfaatkan cairan ini untuk kebutuhan rumah tangga, seperti mencuci pakaian, membersihkan lantai, dan mengeliminasi bau kloset. Yuli juga sesekali memanfaatkan ekoenzim untuk mengobati kulit yang terluka dan membantu kesuburan tanaman.
Warga RT 002 RW 010 Desa Sidomulyo, Kecamatan Batu, yang juga menjabat sebagai Ketua Karya Bunda Community (KBC) ini mengaku tidak mudah mengubah pola pikir masyarakat. Bagaimana membuat warga yang sudah bertahun-tahun memanfaatkan bahan buatan pabrik untuk beralih ke produk ramah lingkungan.
”Kendalanya masyarakat belum percaya 100 persen. Lek gak berbusa, gak muntuk, istilahe koyo gak lego (kalau ekoenzim tidak berbusa banyak layaknya detergen, sepertinya kurang puas). Padahal, penggunaan ekoenzim bisa menghemat sampai 50 persen pengeluaran untuk detergen,” ucapnya.
Tadinya warga di wilayah RT 002 RW 010 banyak yang membuat ekoenzim. Namun, dalam perkembangannya tinggal kurang dari 10 orang yang masih eksis. Proses pembuatan yang butuh waktu hingga tiga bulan membuat banyak warga kurang sabar dan akhirnya memilih menyerah.
Baca juga: Memilah dan Olah Sampah Batu Memanen Ekoenzim
Berkembang
Kini 10 orang itu biasa membuat ekoenzim secara bersama-sama di rumah Yuli. Begitu panen, hasilnya dibagi. KBC sendiri punya sejumlah program, salah satunya pengolahan dan pemilahan sampah di rumah. ”Saya merasa supaya mereka mau dan tergerak untuk lingkungan. Jadi tidak apa-apa jika ekoenzimnya ditaruh di tempat saya,” katanya.
Manfaat ekoenzim cukup banyak, mulai dari pertanian, keperluan sehari-hari, lingkungan, hingga kesehatan. Dalam bidang pertanian, ekoenzim, antara lain, diyakini bisa mengembalikan kesuburan tanah dan mempercepat pertumbuhan tanaman.
Ekoenzim sendiri baru empat tahun terakhir berkembang di Batu. Adalah Gung Endah yang kali pertama menjadi perintis. Kini komunitas dan sukarelawan ekoenzim berkembang di tiap desa/kelurahan, kecamatan, hingga tingkat kota.
Mereka yang turut serta biasanya adalah ibu-ibu yang terlibat dalam kegiatan bank sampah di wilayah masing-masing. Angka produksinya pun beragam, mulai dari beberapa liter hingga di atas satu ton dalam sekali panen yang berlangsung tiga bulan sekali.
Gayung pun bersambut. Keberadaan sukarelawan bersinergi dengan pemangku kepentingan. Pemerintah Kota Batu merespons hal ini dengan memfasilitasi, mulai dari memberikan bantuan tong hingga molase. Bahkan, pada Juni 2022 silam, Pemkot Batu bersama warga sempat memanen hingga tujuh ton ekoenzim.
Ekoenzim yang dihasilkan pun tak hanya dimanfaatkan untuk kalangan sendiri, tetapi juga dibagikan kepada pihak lain, termasuk petani. Dengan perbandingan tertentu, ekoenzim bisa menjadi katalisator guna menyuburkan kondisi tanah.
Saat wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) menjangkiti ternak beberapa waktu lalu, ekoenzim banyak dipakai peternak di Batu untuk disinfektan kandang hingga campuran suplemen untuk memperkuat daya tahan sapi. Kini, sebagian peternak sudah bisa membuatnya sendiri meski masih ada yang diberi secara cuma-cuma.
Tak hanya itu, ekoenzim yang dihasilkan juga dipakai untuk ”menjinakkan” bau di Tempat Pembuatan Akhir (TPA) Tlekung. TPA Tlekung sendiri akhirnya ditutup pada akhir Agustus lalu menyusul keberatan warga sekitar. Untuk selanjutnya, pengolahan sampah dialihkan ke masing-masing desa/kelurahan.
Ekoenzim yang dihasilkan tak hanya dimanfaatkan untuk kalangan sendiri, tetapi juga dibagikan kepada pihak lain, termasuk petani. Dengan perbandingan tertentu, ekoenzim bisa menjadi katalisator guna menyuburkan kondisi tanah.
Baca juga: TPA Tlekung Ditutup, Sampah Kota Batu Dikelola Desa
”Sebelum ada PMK, kita lebih dulu menyemprot TPA. Penyemprotan TPA pertama pada 2 Februari 2021, saat itu saya yakin ini bakal bisa mengurangi bau TPA. Saat itu tidak hanya nyoba, tetapi juga langsung diuji kondisinya,” ujar Gung Endah yang juga Ketua Relawan Ekoenzim Kota Batu.
Hasil uji dari dinas kesehatan setempat terhadap kualitas gas metana di TPA Tlekung menunjukkan penurunan. Sebelum disemprot ekoenzim, kandungan metana 1.600 bagian per juta (ppm). Begitu disempot ekoenzim dengan pengenceran (perbandingan 1:1.000) turun menjadi 600 ppm.
”Dari sinilah kemudian kota-kota lain mengikuti. Batu pionir untuk penyemprotan TPA,” ucap Gung Endah yang baru saja panen 1,2 ton ekoenzim Oktober lalu atau 3,6 ton dalam setahun (panen 3-4 bulan sekali).
Menurut Gung Endah, selama PMK ada tujuh ton ekoenzim yang digelontorkan untuk membantu peternak. Itu pun tak hanya di wilayah Kota Batu, tetapi juga peternak di daerah lain, seperti Pujon (Kabupaten Malang), Tuban, hingga Blora (Jawa Tengah).
Mengatasi sampah
Potensi sampah di kota berpenduduk 213.000 jiwa itu cukup besar, mencapai 120 ton per hari. Jumlah ini akan meningkat saat libur panjang. Saat itu, banyak wisatawan ke Batu yang secara otomatis akan memperbanyak volume sampah yang dihasilkan.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Batu Aries Setiawan mengatakan anggota komunitas ekoenzim di wilayahnya telah mencapai 5.000 orang lebih. Mereka tersebar di hampir semua desa/kelurahan. ”Kontribusinya untuk mengurangi sampah luar biasa. Harapannya ke depan jumlah sukarelawan bisa lebih banyak lagi,” ucapnya.
Nah, sederet manfaat ekoenzim kiranya bisa meyakinkan masyarakat untuk pandai mengelola sampah, khususnya organik. Di satu sisi penanganan sampah teratasi, di sisi lain ada banyak manfaat bakal diperoleh.