Regenerasi SDM antikorupsi diperlukan untuk menjaga gerakan antikorupsi di Indonesia. Korupsi menjadi persoalan bangsa.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·3 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Korupsi masih menjadi masalah besar di Indonesia. Penangkapan dan pemidanaan terhadap koruptor dinilai belum menimbulkan efek jera, tetapi sebaliknya, korupsi semakin meluas dan usia koruptor pun semakin muda.
Pendidikan antikorupsi dirasakan menjadi semakin penting sedari usia muda untuk menguatkan sumber daya manusia Indonesia yang antikorupsi.
Demikianlah benang merah dari diskusi publik yang dilaksanakan Indonesia Corruption Watch (ICW) serangkaian program Sekolah Antikorupsi (Sakti), di Kota Denpasar, Bali, Sabtu (17/2/2024). ICW bekerja sama dengan media jurnalisme warga Balebengong menghadirkan Chief of Party USAID Media Project Internews Indonesia, Eric Sasono, dalam diskusi yang diikuti jurnalis dan peserta Sakti 2023 di Bali.
Ketika membuka diskusi, Koordinator Divisi Kampanye Publik ICW Tibiko Zabar Pradano mengatakan, ICW menginisiasi Sakti sebagai program regenerasi kader antikorupsi di Indonesia. Tibiko menyatakan, program Sakti, yang dimulai sejak 2013, juga bertujuan menguatkan kapasitas pegiat antikorupsi sekaligus memperluas jejaring antikorupsi di Indonesia.
Dalam diskusi diungkapkan, Indonesia masih dibelenggu persoalan korupsi. Selain korupsi di Indonesia dinilai makin luas dimensinya, usia koruptor, yang sudah diproses secara hukum, di Indonesia juga terpantau semakin muda.
Wakil Koordinator ICW Siti Juliantari Rachman mengatakan, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) menunjukkan, IPK Indonesia 2023 masih belum membaik dibandingkan dengan IPK Indonesia 2022, yakni berada di skor 34 dari skala 0 sampai 100 poin. Bahkan, posisi Indonesia dalam IPK menurun dari peringkat ke-110 dari 180 negara pada 2022 menjadi ke-115 pada 2023.
Dalam pengumuman Berita Resmi Statistik (BRS) Badan Pusat Statistik periode November 2023, Indeks Perilaku Antikorupsi (IPAK) Indonesia 2023 sebesar 3,92 pada skala 0 sampai 5 atau menurun dibandingkan dengan IPAK tahun 2022, yakni 3,93.
Kondisi itu, menurut laporan BRS BPS tentang IPAK Indonesia 2023, mencerminkan masyarakat semakin permisif terhadap korupsi. Pencapaian IPAK Indonesia 2023 itu berada 0,17 poin di bawah target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2023, yakni 4.09.
Lebih lanjut, Siti Juliantari mengatakan, pemberian dana desa sejak 2015 dibarengi penambahan kewenangan aparatur desa membuka peluang terjadinya korupsi di desa. Kondisi itu tecermin dengan bertambahnya kasus korupsi di desa. Dalam pelaksanaan Pemilu 2024, menurut Tari, ICW juga mengkritisi semakin banyaknya penyaluran bantuan sosial menjelang Pemilu 2024 karena hal itu berpotensi korupsi.
”Korupsi bukan sekadar uang. Namun, terkadang korupsi berubah bentuk menjadi seolah-olah hal legal dan ada aturannya, misalnya pemberian bansos,” kata Tari.
Sebelumnya, Eric Sasono menyatakan, penanganan tindak pidana korupsi di Indonesia dikerjakan kejaksaan, kepolisian, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Akan tetapi, tiga lembaga yang tersebut juga masih sulit dalam memberantas tindak pidana korupsi, bahkan di lembaga antirasuah di Indonesia itu terjadi korupsi. ”Ini menjadi preseden serius dalam upaya antikorupsi di Indonesia,” kata Eric mengawali diskusi.
Cofounder Balebengong Luh De Suriyani mengatakan, jurnalis, termasuk pegiat jurnalisme warga, memiliki peran dalam mengawal dan menguatkan gerakan antikorupsi. Luh De menambahkan, dengan perkembangan dunia jurnalisme dan bertambahnya media di Indonesia, jurnalis juga mengalami tantangan, di antaranya mengenai pemahaman etika jurnalistik yang belum merata di kalangan jurnalis.