Newcastle United akan menyusul sejumlah klub di Liga Inggris yang dikuasai investor asing. Hal itu menunjukkan Liga Inggris masih menjadi daya tarik utama bagi para ”pemain” di industri olahraga global.
Oleh
M IKHSAN MAHAR
·5 menit baca
NEWCASTLE, KAMIS — Kehadiran para investor asing ibarat buah simalakama bagi klub-klub Liga Inggris. Klub memang butuh gelontoran dana jutaan hingga miliaran pound sterling untuk bersaing di liga paling kompetitif di dunia. Namun, di sisi lain, identitas klub yang telah berusia ratusan tahun berpotensi terkikis karena orientasi mencari keuntungan para orang asing.
Newcastle United menjadi pusat perhatian di tengah terhentinya kompetisi sepak bola di Inggris akibat wabah Covid-19. Penyebabnya, kerelaan sang pemilik, Mike Ashley, untuk bernegosiasi dengan Dana Investasi Publik (PIF) Arab Saudi terkait penjualan saham mayoritas klub. Ashley, pengusaha ritel di Inggris, telah menjadi pemilik ”The Magpies” sejak 2007.
PIF telah menawarkan sejumlah uang untuk membeli kepemilikan ”The Magpies” sejak November 2017. Negosiasi yang dilakukan melalui Amanda Staveley, Direktur Eksekutif PCP Capital Partners (firma finansial berbasis di Dubai, Uni Emirat Arab), sempat ditolak mentah-mentah oleh Ashley.
Namun, pada awal 2020, Ashley bersedia melepas saham mayoritasnya jika PIF bersedia membayar 340 juta pounds (Rp 6,67 triliun). Staveley adalah sosok yang membantu Mansour bin Zayed al-Nahyan untuk mengakuisisi saham mayoritas Manchester City dari mantan Perdana Menteri Thailand Thaksin Shinawatra, September 2008.
Lantas, seiring pandemi Covid-19 yang telah menurunkan harga aset sepak bola, harga akuisisi kepemilikan ”The Magpies” kini turun menjadi 300 juta pounds (Rp 5,9 triliun). Jumlah itu pun telah disetujui penguasa PIF, yaitu Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman. Alhasil, awal pekan ini, dokumen pembelian saham mayoritas Newcastle telah diserahkan kepada Companies House, agen perdagangan Pemerintah Kerajaan Inggris.
Apabila akuisisi itu berjalan lancar, PIF akan menguasai 80 persen saham klub. Sisa 20 persen saham akan dikuasai PCP Capital Partners dan Reuben Bersaudara yang masing-masing akan memiliki 10 persen saham Newcastle. Adapun Yasser al-Ramayyan, Gubernur PIF, menjadi kandidat kuat sebagai Direktur Utama Newcastle United pengganti Lee Charnley.
Kehadiran calon investor baru seakan menjadi hal yang telah dinantikan para penggemar Newcastle yang disebut ”Toon Army”. Sejak 2015, mereka telah menyuarakan kekecewaan dan harapan agar Ashley segera angkat kaki dari Stadion St James Park.
Anggota Dewan Newcastle United Supporters Trust (NUST), Greg Tomlinson, mengatakan, para penggemar berharap The Magpies memiliki era baru untuk bisa kembali ke periode kejayaan seperti pada dekade 1990-an hingga awal 2000-an. Ketika itu, mereka bisa bersaing di papan atas Liga Primer Inggris dan rutin berlaga di kompetisi antarklub Eropa.
”Kami ingin klub menjadi yang terbaik meski hal itu tidak berarti kita harus memenangi Liga Champions. Kami ingin kembali memberikan dukungan kepada tim yang kami percayai bisa memberikan hasil yang baik,” ujar Tomlinson kepada BBC Radio 5 Live, Kamis (16/4/2020).
Ia tidak menutup kekhawatiran bahwa identitas Newcastle akan memudar seiring masuknya pemilik asing. Oleh karena itu, ia tidak ingin berharap tinggi, misalnya membayangkan Newcastle menjadi tim papan atas serupa Manchester City seiring kehadiran taipan Timur Tengah di klub yang mereka dukung itu.
”Dalam pandangan ideal saya, Newcastle harus dimiliki oleh masyarakat, para penggemar kota sebagai aset komunitas,” ucapnya.
Namun, upaya mengembalikan identitas The Magpies sebagai bagian masyarakat Newcastle akan semakin sulit diwujudkan dengan kehadiran pemilik asing. ”Reputasi klub dan reputasi kota akan dipertanyakan secara serius jika klub diambil alih oleh rezim Arab Saudi yang dalam beberapa waktu terakhir terlibat sejumlah kasus pelanggaran hak asasi manusia,” ucap Kepala Kampanye Amnesti Internasional Britania Raya Felix Jakens.
Menurut dosen finansial sepak bola Universitas Liverpool, Kieran Maguire, latar belakang identitas investor klub Liga Inggris selalu menjadi perhatian publik, terutama untuk mendapatkan rasa hormat para penggemarnya demi lancarnya proses akuisisi klub. Meski begitu, ia yakin negosiasi perubahan pemilik saham mayoritas The Magpies tidak akan bermasalah.
”Saudi adalah pasar ekspor besar bagi Inggris. Secara historis, kami memiliki hubungan baik dengan Saudi,” tutur Maguire kepada Financial Time.
Identitas bisnis
Bagi PIF, membeli saham mayoritas Newcastle hanya bagian kecil dari ambisi Mohammed bin Salman dengan Visi 2030 Arab Saudi. Meskipun perekonomian Saudi terpuruk seiring menurunnya harga minyak, PIF secara masif melakukan investasi oportunistis di olahraga, di antaranya menyelenggarakan Piala Super Italia 2020, Piala Super Spanyol 2020, hingga Formula Satu di Saudi pada 2023. Selain itu, PIF juga membeli saham di Uber, Tesla, dan General Electric.
Staveley mengakui, Newcastle bukan satu-satunya klub yang menjadi incaran PIF dan PCP Capital Partners. ”Meskipun beberapa kali (negosiasi) gagal, Newcastle tetap menarik bagi kami. Penggemarnya luar biasa. Tetapi, kami juga mencari peluang di banyak klub di Inggris,” kata Staveley kepada The National, Februari 2019.
Ia menambahkan, ”Newcastle United akan dijalankan sebagai entitas bisnis. Kami menargetkan bisa menjalankan bisnis yang sukses dan berkembang sekaligus menjadi bagian integral dari kota Newcastle”.
Apabila PIF resmi menjadi pemilik The Magpies, Mohammed bin Salman akan menjadi keluarga Kerajaan Arab Saudi kedua yang memiliki klub di Liga Inggris. Sebelumnya, sepupunya, yaitu Abdullah bin Musa’ad, telah lebih dahulu mengakuisisi klub Sheffield United pada Februari 2018.
Apabila PIF resmi menjadi pemilik The Magpies, Mohammed bin Salman akan menjadi keluarga Kerajaan Arab Saudi kedua yang memiliki klub di Liga Primer Inggris. Sebelumnya, sepupunya, yaitu Abdullah bin Musa’ad, telah lebih dahulu mengakuisisi klub Sheffield United pada Februari 2018.
Dikuasai asing
Dari 20 kontestan Liga Primer Inggris, 14 klub di antaranya dikuasai individu dari luar Britania Raya. Klub yang masih dimiliki pengusaha asli Britania Raya hanya tersisa Tottenham Hotspur, Burnley, Brighton & Hove Albion, Norwich City, West Ham United, dan Newcastle yang akan segera berganti kepemilikan.
Kehadiran para investor asing membuat Liga Primer semakin kompetitif. Sebagai contoh, Mansour membawa City dari predikat ”Tetangga Bising” bagi Manchester United menjadi penguasa kota industri itu. Lalu, Roman Abramovich mentransformasi Chelsea sebagai juara di Inggris dan Eropa. Kedua taipan itu memang tidak segan mengeluarkan ratusan juta pounds setiap musim untuk membuat tim berisikan para pemain berlabel bintang.
Bagi tim papan tengah, kehadiran investor asing juga menghadirkan nuansa baru bagi klub. Leicester City, yang dikuasai keluarga Srivaddhanaprabha asal Thailand sejak 2010, mampu menjadi juara Liga Inggris musim 2015/2016. Ada pula Wolverhampton Wanderes yang dua musim terakhir menjadi kuda hitam pesaing perebutan tiket kompetisi Eropa. Ini terjadi setelah pengusaha China, Guo Guangchang, menguasai saham klub itu sejak Juli 2016.
Dan Jones, Kepala Grup Bisnis Olahraga Delloite, mengungkapkan, nilai besar uang hak siar televisi menjadi daya tarik Liga Inggris di mata para investor asing. Untuk musim 2019/2020 hingga 2021/2022, nilai kontrak hak siar Liga Inggris mencapai 12 miliar pounds (Rp 235,3 triliun). Hal itu membuat para klub tidak segan mengeluarkan banyak uang untuk pembelian dan gaji pemain demi jatah yang lebih besar dari hak siar televisi. (AFP/REUTERS)