Pandemi Covid-19 mengajarkan, ketahanan pangan nasional sangat penting ketika negara lain tidak dapat melepas cadangan pangan ke pasar global.
Oleh
Editor Kompas
·2 menit baca
Pandemi Covid-19 mengajarkan, ketahanan pangan nasional sangat penting ketika negara lain tidak dapat melepas cadangan pangan ke pasar global.
Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) memperingatkan negara anggotanya untuk menjaga ketersediaan pangan nasional masing-masing.
Kalaupun stok pangan secara global cukup, pandemi Covid-19 mengharuskan karantina total atau sebagian wilayah. Situasi ini memberi tekanan berat pada rantai pasok pangan. Perdagangan global menjadi terbatas karena banyak negara menutup pelabuhan dan perbatasan.
Di dalam negeri, produksi pangan melibatkan jejaring petani, pasokan sarana produksi, pengolahan pascapanen, logistik dan distribusi, hingga perdagangan eceran. Salah satu mata rantai terhambat, pasokan pangan akan terganggu.
Kombinasi kedua hal di atas menyebabkan tidak mudah bagi negara-negara mendapatkan pangan dari pasar internasional. Situasi itu menjadi lebih berat bagi negara yang mengimpor pangan dalam jumlah besar karena penduduk yang banyak, seperti Indonesia.
Pandemi Covid-19 semakin menegaskan bahwa pemahaman tentang pangan harus kita perluas jika ingin Indonesia memiliki ketahanan dan kedaulatan pangan.
Pangan tidak dapat lagi dilihat sebatas komoditas. Pangan harus melingkupi tercukupinya nutrisi beragam, bergizi, dan seimbang. Pendekatan ini hendaknya memandu penyusunan strategi dan kebijakan menyeluruh, sistematis, serta terintegrasi, mencapai Indonesia emas 2045 sebagai negara maju.
Kita memerlukan pendekatan baru dalam memahami pangan. Tidak cukup lagi kita berhenti hanya pada tercukupinya produksi beras atau minyak makan. Sangat berbahaya jika kita menggantungkan pada satu komoditas, misalnya beras saja.
Pendekatan baru tersebut adalah melihat kecukupan karbohidrat, protein, vitamin, dan mineral dalam pangan masyarakat berdasarkan tingkat sosial-ekonomi, budaya, usia, jender, dan profesi, selain sumber daya lokal.
Sangat berbahaya jika kita menggantungkan pada satu komoditas, misalnya beras saja.
Kita, misalnya, tidak perlu memaksakan berswasembada daging sapi karena tidak memiliki keunggulan di sana. Kita bisa mendapatkan protein hewani dari sumber lain yang kaya di Tanah Air, seperti ikan, telur, dan daging ayam.
Walakin, ketahanan pangan juga menyangkut konsumsi yang terkait daya beli. Daya beli masyarakat harus ditingkatkan agar biaya mendapatkan pangan berkualitas tidak dibebankan kepada produsen, khususnya petani dan nelayan. Tanpa diikuti peningkatan daya beli, akan terjadi pemiskinan petani dan nelayan serta involusi pertanian.
Karena itu, penanganan pangan tidak hanya melibatkan sektor produksi, tetapi juga melibatkan sektor lain, seperti industri pengolahan, perdagangan, keuangan, teknologi, dan logistik. Semua subsistem dari hulu (onfarm) hingga hilir perlu dikoordinasikan dengan baik secara terintegrasi, mulai dari tingkat pusat hingga provinsi serta kabupaten dan kota.
Kita harus membangun ketahanan pangan sendiri, dimulai dari tingkat rumah tangga. Daerah membangun keunggulan pangannya dan memperdagangkan antardaerah. Dengan cara ini, keragaman Indonesia akan mewujud juga dalam pangan.