Kesalahan Pemakaian Kata ”Tukas” dan ”Kilah”
Kata ”tukas” dan ”kilah” sepadan dengan kata yang mengandung makna netral, seperti ujar(nya), ucap(nya), dan kata(nya). Namun, pemakaian kedua kata dalam kalimat kerap tidak tepat. Kesalahan apa yang sering terjadi?
Kata tukas dan kilah kerap dipakai dalam berbahasa. Kedua kata ini biasa ditempatkan setelah kalimat langsung. Keduanya sepadan dengan kata yang mengandung makna netral, seperti ujar(nya), ucap(nya), dan kata(nya).
Sepadan juga dengan kata yang mengandung makna opini atau penilaian penulis terhadap ujaran yang disampaikan narasumber, seperti tegas(nya), tandas(nya), jelas(nya), dan akhir-akhir ini muncul kata pungkas(nya) yang dipakai untuk mengakhiri tulisan.
Dibandingkan dengan ujar(nya), ucap(nya), dan kata(nya) yang sering ditemukan dalam berita keras (hardnews), kata tegas(nya), tandas(nya), jelas(nya), dan pungkas(nya) acap kali ditemukan dalam berita yang lebih lembut (softnews), tulisan feature, atau cerita pendek.
Baca juga : Penyimpangan Sebuah Kalimat
Dalam hal tertentu, kata tegas(nya), tandas(nya), jelas(nya), dan pungkas(nya) juga ditemukan dalam tulisan berita keras, barangkali agar tulisan tidak membosankan atau agar ada efek terhadap yang membacanya.
Kata tukas, dan juga kilah, mewarnai atau memperkaya penggunaan kata yang berfungsi sebagai penutup ujaran itu. Namun, tak jarang si penulis salah atau keliru menempatkan kata tersebut dalam tulisannya. Berikut contoh yang diambil dari media massa.
- Di lain pihak, Manajer Manchester City Pep Guardiola berkata, timnya sempat kehilangan kontrol. Itu salah satunya akibat tekanan suporter Liverpool. ”Dengan beragam alasan, kami seperti terpengaruh oleh suasana di stadion ini,” tukas Guardiola.
- Ngomong-ngomong, Anda sendiri merasa lebih cantik atau merasa lebih jelek dari aslinya? ”Saya merasa lebih jelek...,” tukas ibu dari dua anak ini sambil tertawa.
- Muzani tidak menyebutkan nama elite PAN yang ditemuinya itu. Dia bahkan tidak menyebut tempat pertemuan akan digelar. ”Saya belum nyocokin tempat di mana,” kilah Muzani.
Jika kita membaca contoh kalimat pertama, kata tukas dipakai penulis berita untuk menunjukkan bahwa Guardiola sedang mencari-cari alasan terhadap kekalahan timnya dari Liverpool. Kala itu tim yang dilatihnya, Manchester City, kalah 3-4.
Baca juga : Mudik, Pulang Kampung, dan Makna Kata yang Hampir Sama
Adapun dalam kalimat kedua, tukas digunakan si penulis berita untuk menunjukkan bahwa ibu yang menjadi narasumber menjawab pertanyaan penulis dengan cepat.
Sesungguhnya, kata tukas (menukas) bermakna ’mendakwa (menuduh) seseorang tanpa alasan yang cukup (asal menuduh saja)’. Kata ini, misalnya, dapat digunakan dalam kalimat berikut: ”Pasti kamu yang mengambil HP-ku,” tukas Amir kepada orang yang sedari tadi memepetnya.
Kata tukas (yang berasal dari bahasa Minangkabau) juga bermakna ’mengulang lagi (permintaan, jawaban, panggilan, dan sebagainya...)’, seperti dalam kalimat ”Meski kau paksa, dia tidak akan mau, tidak akan mau, melakukannya,” tukasnya.
Makna lain dari kata tukas adalah ’menghentikan (memotong dan sebagainya) perkataan atau ucapan seseorang’. Jadi, sebelum seseorang menyelesaikan ucapannya, perkataannya dipotong oleh rekan bicaranya.
Kata ini dapat ditemukan dalam naskah yang berisi banyak percakapan antartokoh. Contoh, ”Aku tahu kamu sibuk,” kata Alya. ”Jika kau tahu aku sibuk, kau seharusnya…,” ujar Andi. ”Dasar lelaki egois!” tukas Alya.
Ketiga makna tukas itulah yang berada dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Bukan seperti tukas yang terdapat dalam contoh kalimat pertama dan kedua.
Kilah
Kata yang biasa dipakai untuk menandai ujaran langsung lain adalah kilah. Berikut penulis kutipkan lagi contoh ketiga di atas, yang ditemukan di media massa: Muzani tidak menyebutkan nama elite PAN yang ditemuinya itu. Dia bahkan tidak menyebut tempat pertemuan akan digelar. ”Saya belum nyocokin tempat di mana,” kilah Muzani.
Kilah dalam KBBI dimaknai sebagai ’tipu daya; tipu muslihat’, atau ’dalih; alasan (yang dibuat-buat)’. Bentuk turunan dari kata ini adalah mengilah, yang bermakna ’memutarbalikkan (perkataan, pernyataan); menyangkal; membantah’. Juga berkilah, yang bermakna ’berusaha memutarbalikkan kebenaran (dengan menyangkal dan sebagainya); mencari-cari alasan’.
Jika kita lihat contoh kalimat ketiga di atas, nyatalah bahwa kata kilah yang ditempatkan untuk narasumber Muzani tidak tepat. Muzani tidak sedang menyangkal atau mencari-cari alasan. Ia hanya menjawab pertanyaan mengenai tempat akan digelarnya pertemuan PAN. Kata yang tepat untuk menandai ujaran Muzani mestinya kata Muzani, ujar Muzani, atau ucap Muzani saja. Tidak perlu pakai kilah.
Kilah cocok digunakan, misalnya, untuk contoh kalimat pertama di atas: Di lain pihak, Manajer Manchester City Pep Guardiola berkata, timnya sempat kehilangan kontrol. Itu salah satunya akibat tekanan suporter Liverpool. ”Dengan beragam alasan, kami seperti terpengaruh oleh suasana di stadion ini,” kilah Guardiola.
Bisa juga untuk kalimat berikut: ”Aku bukan Dirut PLN,” kilah Dahlan Iskan, Menteri BUMN, ketika ditanya wartawan terkait masalah kerusakan gardu PLN yang berpotensi mengganggu pengoperasian bandara dan KRL.
Kata tukas dan kilah bisa menjadi variasi untuk menandai ujaran langsung seseorang dalam tulisan. Kedua kata ini bisa bersanding dengan kata penanda ujaran yang bermakna netral, seperti ujar, kata, atau ucap.
Baca juga : Bahasa Indonesia di Belantara Istilah Asing Terkait Covid-19
Bisa juga bersanding dengan kata penanda ujaran yang mengandung opini atau penilaian penulis terhadap ujaran yang disampaikan narasumber, seperti tegasnya, tandasnya, jelasnya, atau pungkasnya.
Ada media massa yang memberlakukan penggunaan kata-kata penanda ujaran tersebut dalam semua jenis tulisannya. Namun, ada juga media yang hanya memberlakukan kata-kata penanda ujaran yang bermakna netral untuk berita keras, sedangkan kata-kata penanda ujaran yang mengandung opini atau penilaian untuk tulisan lembut atau feature.
Yang tidak boleh adalah salah atau keliru menempatkan kata-kata tersebut, seperti terdapat pada contoh pertama, kedua, dan ketiga. Yang juga tidak boleh adalah beropini salah terhadap ujaran narasumber, seperti menggunakan tegasnya atau jelasnya, padahal ujaran narasumber tidak mengandung ketegasan dan kejelasan.
Berikut contohnya: (1) Saat kejadian, jalanan desa sepi karena mayoritas warga bertani di sawah. ”Kami mengimbau warga untuk berhati-hati dan selalu mendampingi anak-anaknya,” jelasnya. (2) Koalisi parpol di tingkat platform ekonomi, menurut dia, juga akan memberikan kepastian usaha bagi pengusaha, baik asing maupun domestik. ”Koalisi platform membuat pemerintah hasil Pemilu 2004 commit dengan rakyat maupun dunia usaha,” tegasnya.
Kata jelasnya pada contoh tersebut tidak menunjukkan ada kejelasan dari ucapan narasumber. Narasumber hanya mengimbau, bukan menjelaskan. Demikian pula kata tegasnya. Kata tersebut tidak menyiratkan bahwa ucapan narasumber dilakukan dengan penegasan.
Lagi pula, pada masa itu, di masyarakat tidak (belum) ada kontroversi atau silang pendapat atau rumor mengenai koalisi tingkat platform ekonomi. Dalam kasus seperti ini, kata-kata bermakna netral, misalnya ucap, kata, dan ujar, lebih tepat digunakan.
Nur Adji
Penyelaras Bahasa Kompas