Revitalisasi kota di Indonesia seharusnya sesuai kriteria kota sehat UHI (Urban Health Initiative). Warga dapat berpartisipasi memutus rantai penularan Covid-19 karena protokol kesehatan dapat dilakukan siapa pun.
Oleh
FX Wikan Indarto
·3 menit baca
Pandemi Covid-19 menekankan pentingnya jarak yang aman bagi warga di semua kota sehingga kesehatan manusia wajib menjadi pertimbangan utama dalam perencanaan dan pembangunan kota.
Banyak perencanaan yang lemah untuk kota dan wilayah. Akibatnya, begitu kepadatan penduduk tak terkendali, tak ada akses air bersih dan sanitasi, penyakit menular berkembang sangat pesat.
Hidup di lingkungan tak sehat menyebabkan kematian 12,6 juta orang pada 2012 dan polusi udara membunuh 7 juta orang pada 2016. Saat ini hanya satu dari 10 kota di dunia yang memenuhi standar udara dan hidup sehat. Idealnya setiap kota bisa mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, pembangunan sosial, kelestarian lingkungan, dan konektivitas yang lebih baik.
Setengah lebih populasi dunia kini tinggal di kota. Pada 2050 diperkirakan jadi 70 persen. Namun, 75 persen infrastruktur di sejumlah kota dengan pendekatan aspek kesehatan saat itu belum dibangun. Pandemi saat ini menjadi bukti semakin dibutuhkannya pembangunan kawasan perkotaan yang transformatif.
Pandemi saat ini menjadi bukti semakin dibutuhkannya pembangunan kawasan perkotaan yang transformatif.
Kota transformatif
Aspek kesehatan dan kesejahteraan warga merupakan aset kota paling penting. Meskipun demikian, saat ini sebagian besar dari 4,2 miliar orang yang tinggal di kota masih menderita karena lingkungan perumahan dan sarana transportasi yang tidak memadai, juga sanitasi, pengelolaan limbah, dan kualitas udara.
Bentuk polusi lain yang mengganggu warga kota adalah kebisingan, kontaminasi air dan tanah, kurangnya ruang untuk berjalan kaki, bersepeda, dan kehidupan aktif, juga menjadikan kota sebagai sumber penyakit tidak menular dan pendorong perubahan iklim.
Banyak kota menghadapi tiga beban kesehatan. Pertama, penyakit menular seperti HIV AIDS, tuberkulosis, pneumonia, demam berdarah, dan diare. Kedua, penyakit tidak menular seperti penyakit jantung, stroke, asma dan penyakit pernapasan lain, kanker, diabetes, dan depresi. Ketiga, tindak kekerasan dan cedera, termasuk akibat kecelakaan lalu lintas.
Sejak 2010 Pemerintah Kota Istanbul, Turki, memperbaiki tata kota sehingga lebih mudah dinavigasi oleh pejalan kaki (traffic-calming measures), koneksi ke tepi laut, dan lintasan pemantauan menyusuri jalan.
Di banyak kota padat penduduk, desain ulang membawa manfaat. Di New York, AS, kawasan pedestrian menjadi bagian dari jalan utama. Taman-taman terbuka mengembangkan bisnis lokal dan konektivitas warga.
Accra adalah salah satu kota urbanisasi tercepat di Afrika, ideal menjadi pilot model UHI (Urban Health Initiative). Accra adalah ibu kota Ghana, dengan penduduk 1.970.400 jiwa. Accra didirikan oleh suku Ga pada abad ke-15 sebagai pusat perdagangan bagi bangsa Portugal.
Pemerintah Kota Accra memiliki proyek transportasi (termasuk jalur pejalan kaki dan pesepeda), pengelolaan limbah padat, energi (terutama rumah tangga), dan ruang hijau.
Revitalisasi kota di Indonesia pun seharusnya sesuai kriteria kota sehat UHI (Urban Health Initiative). Dengan demikian, warga dapat berpartisipasi memutus rantai penularan Covid-19 karena protokol kesehatan dapat dilakukan siapa pun di semua sisi kota.
FX Wikan Indrarto, Dokter Spesialis Anak di RS Panti Rapih, Lektor FK UKDW