Sebanyak 61,6 persen ekspor Indonesia tertuju ke RCEP, dan 71,3 persen impor bersumber dari RCEP. Keikutsertaan di RCEP, menurut pemerintah, berpotensi meningkatkan pertumbuhan 0,05 persen per tahun antara 2021-2032.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Presiden Jokowi mengajak ASEAN dan negara-negara mitra ASEAN memperkuat integrasi ekonomi guna mendorong pemulihan ekonomi pasca-pandemi di kedua pihak.
Salah satunya adalah lewat implementasi Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP). Implementasi RCEP ini diyakini bisa menjadi katalis pemulihan ekonomi dan stabilitas kawasan dan global (Kompas, 15/11).
Slogan ”pulih bersama, pulih lebih kuat” (recover together, recover stronger) dikumandangkan. Juga ajakan untuk menjadikan momentum pandemi sebagai landasan kerja sama membangun industri kesehatan dan infrastruktur kesehatan di kawasan, menjadikan ASEAN+3 medical-sciences hub.
Ajakan Presiden disampaikan pada KTT ASEAN-Australia dan KTT ASEAN-Selandia Baru secara daring dari Istana Bogor, Sabtu (14/11/2020). Momentum penguatan kemitraan dan integrasi ekonomi itu sendiri kian terbuka dengan dituntaskannya perundingan RCEP—diikuti dengan penandatanganan kesepakatan pada Minggu (15/11)— setelah melalui negosiasi sejak 2012. Integrasi ekonomi ini dimungkinkan dengan dihapuskannya bebagai hambatan perdagangan barang dan jasa serta investasi di antara negara anggota.
Berbagai studi, termasuk dari IMF dan Bak Dunia, sebelumnya juga mengungkapkan potensi dampak global diterapkannya RCEP. RCEP awalnya merangkul 16 negara (10 negara ASEAN plus Australia, China, India, Jepang, Selandia Baru, dan Korea), tetapi India menarik diri di saat terakhir karena ketidaksepakatan terkait sejumlah isu.
Dengan 15 negara, RCEP praktis adalah pakta dagang terbesar dunia, mewakili hampir sepertiga penduduk dunia, 30,2 produk domestik bruto global, 27,4 persen perdagangan global, dan tujuan dari 29,3 persen investasi global.
Implementasi RCEP mulai 2022 diyakini akan meningkatkan secara drastis nilai perdagangan dan investasi serta rantai nilai global dari RCEP. Dibandingkan pakta perdagangan ASEAN dengan masing-masing mitra dagang, RCEP membuka akses jauh lebih besar dalam perdagangan dan investasi. Itu dimungkinkan lewat penghapusan tarif atas hampir 90 persen barang yang diperdagangkan, pembaruan ketentuan menyangkut asal barang, aturan lebih tegas terkait perdagangan jasa dan investasi, dan fasilitasi e-dagang.
Untuk terwujudnya semua itu, Presiden, antara lain, menekankan pentingnya penguatan multilateralisme dan komitmen menjaga stabilitas dan keamanan kawasan. Secara spesifik, Presiden menyebut penghargaan terhadap hukum internasional, seperti UNCLOS, yang tampaknya ditujukan pada sengketa dan klaim wilayah secara sepihak oleh sejumlah negara yang sering memicu ketegangan dan instabilitas.
Untuk Indonesia, menurut data BPS, sebesar 61,6 persen ekspor kita tertuju ke RCEP, dan 71,3 persen impor bersumber dari RCEP. Meski kita mencatat defisit dengan 14 negara anggota RCEP lain secara kolektif sejak 2012, keikutsertaan di RCEP, menurut versi pemerintah, berpotensi meningkatkan pertumbuhan 0,05 persen per tahun antara 2021-2032. Angkanya bisa lebih besar jika kita bisa memaksimalkan peluang yang ada.