logo Kompas.id
Politik & HukumIntoleransi Meningkat
Iklan

Intoleransi Meningkat

Oleh
· 2 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Pelanggaran terhadap kebebasan beragama sepanjang 2016 tercatat paling tinggi dalam 10 tahun terakhir. Pemerintah diminta segera mengatasi hal ini. Jika tidak, intoleransi akan menjadi bom waktu yang bisa meledak setiap saat dan menghancurkan fondasi kesatuan bangsa. Sepanjang 2016, Setara Institute mencatat adanya 208 pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan dengan 270 tindakan yang terjadi pada 24 provinsi yang diteliti. Sebagian besar pelanggaran terjadi di Jawa Barat (41 peristiwa), DKI Jakarta (31 peristiwa), dan Jawa Timur (22 peristiwa)."Pemerintah perlu melakukan tindakan atas fenomena ini. Sebab, intoleransi tahun 2016 merupakan yang tertinggi sejak laporan ini dihimpun pertama kali oleh Setara Institute pada 2007. Ini adalah laporan ke-10 dan menunjukkan tren peningkatan, bahkan jika dibandingkan dengan tahun 2008 dan 2012 yang pernah menjadi titik tertinggi intoleransi di Tanah Air," kata peneliti Setara Institute, Halili, Minggu (29/1), di Jakarta. Menurut dia, ada beberapa fenomena yang menunjukkan menguatnya intoleransi, di antaranya peningkatan sikap dan tindakan intoleran yang dilakukan oleh warga (39 peristiwa), aktor-aktor intoleran merebak dalam organisasi-organisasi massa yang mengatasnamakan warga, serta lemahnya penegakan hukum yang terlihat dari menonjolnya pengadilan massa atau trial by mob.Dari 270 tindakan intoleransi, 140 tindakan melibatkan penyelenggara negara. Sementara 130 tindakan lainnya dilakukan warga, baik individu maupun kelompokWakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos mengatakan, belum ada perubahan berarti dalam dua tahun kepemimpinan Joko Widodo-Jusuf Kalla dalam hal jaminan dan perlindungan kebebasan beragama. Dalam kajiannya, Setara Institute juga menemukan gejala menguatnya intoleransi menjadi fenomena khas perkotaan. Gejala ini dibawa masuk melalui kelas menengah yang merupakan lapisan terdidik. Teladani pendahuluSecara terpisah, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siroj mengajak semua pihak melihat kembali sejarah masuknya Islam di Indonesia. Para pendakwah masa lalu, terutama di Jawa, tidak menggunakan kekerasan ketika mengenalkan Islam. Mereka menggunakan budaya lokal sebagai media menyampaikan pesan-pesan agama sehingga akhirnya dapat diterima. Said Aqil berpesan, pendakwah saat ini perlu belajar dari wali sanga (sembilan wali penyebar Islam di Jawa abad ke-14). (REK/NDY/SEM)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000