logo Kompas.id
Politik & HukumFatwa MA Ditunggu
Iklan

Fatwa MA Ditunggu

Oleh
· 2 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah meminta fatwa Mahkamah Agung terkait penafsiran pemberhentian kepala daerah berstatus terdakwa yang diatur Pasal 83 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Namun, MA menyatakan belum menerima permohonan ihwal fatwa tersebut Permintaan tentang fatwa ini disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir seusai bertemu Presiden Joko Widodo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (13/2). Dalam pertemuan itu, menurut Haedar, Presiden menyampaikan telah memerintahkan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo meminta fatwa atau pertimbangan kepada MA terkait isi Pasal 83 UU No 23/2014. Dalam pasal itu disebutkan, kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana paling singkat 5 tahun penjara.Dengan pertimbangan itu, pemerintah tidak memberhentikan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang kini menjadi terdakwa kasus dugaan penodaan agama. Pasalnya, Basuki diancam dengan pidana maksimal 5 tahun penjara. Namun, ada pihak yang berpendapat, Basuki seharusnya diberhentikan sementara. Haedar menilai, upaya pemerintah meminta fatwa MA merupakan langkah yang elegan. "Di tengah banyak tafsir tentang aktif-nonaktif, meminta fatwa MA adalah jalan yang terbaik," katanya.Namun, Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat MA Ridwan Mansyur mengatakan belum mendengar adanya permohonan fatwa oleh pemerintah terkait isi Pasal 83 UU No 23/2014. "Saya belum mendengar adanya permintaan fatwa dari pemerintah," katanya.Menurut Ridwan, kini MA jarang, bahkan cenderung menghindari mengeluarkan fatwa. Pasalnya, fatwa MA tersebut bisa berdampak bagi proses hukum yang sedang dan akan berjalan. Hak angket Keputusan Menteri Dalam Negeri mengaktifkan kembali Basuki sebagai Gubernur DKI Jakarta setelah yang bersangkutan cuti kampanye membuat 90 anggota DPR dari empat fraksi mengusulkan hak angket. Usulan itu kemarin diserahkan kepada pimpinan DPR oleh anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Gerindra, PKS, dan PAN. Sementara itu, empat fraksi di DPRD Jakarta, yaitu Fraksi PKS, PKB, Gerindra, dan PPP, mendesak Menteri Dalam Negeri memperjelas status Basuki. Pasalnya, Basuki menjadi terdakwa dalam kasus penodaan agama.Menanggapi wacana hak angket tersebut, Wakil Ketua Fraksi PDI-P Arif Wibowo mengatakan, fraksi partai pendukung pemerintah yang tersisa akan merapatkan barisan untuk menolak hak angket itu. Itu berarti Fraksi PDI-P, Golkar, Nasdem, Hanura, PKB, dan PPP. "Silakan kalau mau menggulirkan hak angket. Di dalam UU sudah diatur, hak angket seharusnya hanya digunakan untuk urusan yang sifatnya sangat strategis dan berkaitan dengan kepentingan nasional," kata Arif. (NTA/AGE/HLN/DEA/REK/mdn)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000