logo Kompas.id
Politik & HukumDokumen TPF Munir Masih Bisa...
Iklan

Dokumen TPF Munir Masih Bisa Diumumkan

Oleh
· 4 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah masih membuka peluang diumumkannya dokumen tim pencari fakta kasus terbunuhnya aktivis hak asasi manusia Munir Said Thalib. Pengumuman hasil kerja TPF Munir dapat dilakukan berdasarkan dokumen pihak lain selain dari milik pemerintah. Langkah ini bisa dipakai sebagai alternatif karena pemerintah sejauh ini tidak menguasai dokumen yang dimaksud.Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, dokumen Tim Pencari Fakta Kasus Meninggalnya Munir dapat bersumber dari beberapa pihak. Di samping dari lembaga pemerintah, dokumen soal Munir bisa didapatkan dari anggota TPF Munir. "Jika dokumen mereka benar, sudah cukup bisa dipakai untuk mengumumkannya kepada publik. Sebaiknya tidak terpaku pada satu sumber dokumen dari pemerintah saja. Jika ada yang punya dokumen, dibuka saja, baru diverifikasi bahwa itu dokumen yang benar," kata Jusuf Kalla, Jumat (17/2), di Kantor Wakil Presiden di Jakarta. Pernyataan Kalla ini disampaikan setelah pada Kamis (16/2) lalu Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta membatalkan putusan Komisi Informasi Publik menyangkut kasus Munir. PTUN membatalkan putusan KIP mengenai kewajiban pemerintah mengumumkan dokumen TPF atas meninggalnya Munir. Berangkat dari keputusan itu, pemerintah tidak berkewajiban mengumumkan dokumen Munir. Sebab, lembaga yang diminta mengumumkan, yakni Kementerian Sekretariat Negara, tidak menguasai data yang dimaksud. Majelis hakim PTUN menyampaikan, salah satu pertimbangan putusan itu menyebutkan bahwa negara, dalam hal ini Kementerian Sekretariat Negara, tidak menguasai dokumen tersebut. "Ini proses hukum yang sah. Pemerintah melihat dari sisi hukum, jika memang keputusannya begitu, ya kita ikuti. Pemerintah tidak ikut campur dalam proses hukum," kata Kalla. KasasiKomisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), selaku pihak yang meminta dokumen itu dibuka kepada publik, bakal mengajukan kasasi. Koordinator Kontras Haris Azhar mengatakan, putusan PTUN sama artinya dengan melegalkan tindak kejahatan negara yang menghilangkan dokumen TPF Munir. "Kami keberatan atas putusan PTUN yang membatalkan putusan Komisi Informasi Pusat," kata Haris.Haris menangkap adanya kejanggalan dalam pemeriksaan permohonan keberatan di PTUN. Sebab majelis hakim, katanya, tidak melakukan pemeriksaan secara terbuka. Namun, majelis hakim hanya memanggil para pihak untuk mendengarkan pembacaan putusan. Kontras meminta Komisi Yudisial memantau dan memeriksa majelis hakim PTUN Jakarta yang memutus perkara ini.Istri almarhum Munir, Suciwati, yang dihubungi di Malang, Jawa Timur, juga menilai putusan PTUN tersebut bertentangan dengan fakta bahwa dokumen TPF Munir itu telah diserahkan kepada pemerintah secara resmi. Penyerahan dokumen itu dilakukan pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 24 Juni 2005. "Yang bersangkutan (Yudhoyono) juga telah menyerahkan salinan dokumen tersebut kepada Kementerian Sekretariat Negara pada 26 Oktober 2016," kata Suciwati.Suciwati melihat adanya kejanggalan dalam pemeriksaan permohonan keberatan di PTUN, di mana majelis hakim tidak melakukan pemeriksaan secara terbuka. Majelis hakim hanya memanggil para pihak untuk mendengarkan pembacaan putusan. "Putusan ini menegaskan bahwa negara melalui berbagai perangkatnya terus berupaya menutupi kasus Munir dan Presiden Joko Widodo tidak berani mengambil tindakan atas masalah ini," ungkap Suciwati.Tanggung jawab moral Secara terpisah, Ketua Komisi Informasi Pusat (KIP) Abdulhamid Dipopramono mengatakan, masih ada tanggung jawab moral negara untuk mengungkap dokumen tersebut karena itu telah diatur dalam Keputusan Presiden RI Nomor 111 Tahun 2004 tentang pembentukan TPF Munir. "Dengan mengedepankan perspektif moral, diharapkan negara mencari dokumen TPF Munir dan mengumumkannya kepada masyarakat. Bukan hanya menyampaikan tidak diketahui keberadaannya, dan 12 tahun kasus Munir lewat begitu saja," ujar Abdulhamid. Dalam sidang putusan PTUN pada 16 Februari, majelis hakim PTUN yang diketuai Wenceslau menyinggung salah satu fakta yang terungkap di persidangan bahwa dokumen TPF Munir tidak berada di Sekretariat Negara. Pertimbangan itu menjadi salah satu dasar keputusan majelis hakim membatalkan keputusan KIP. Keputusan PTUN yang membatalkan keputusan KIP itu, diakui Abdulhamid, telah menutup jalan bagi Kontras dan sejumlah pihak yang selama ini meminta dokumen itu dibuka. Keputusan KIP merupakan jalan terakhir bagi Kontras untuk mendesak pemerintah mengumumkan dokumen TPF Munir, setelah upaya pidana dan lobi selama ini tidak berhasil. (NDY/REK/MDN)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000