logo Kompas.id
Politik & HukumLima Hakim Belum Serahkan...
Iklan

Lima Hakim Belum Serahkan LHKPN

Oleh
· 2 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Mahkamah Konstitusi dituntut serius mencegah korupsi di kalangan hakim MK. Hingga kini, masih ada lima dari delapan hakim MK yang belum menyampaikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. KPK mempertanyakan komitmen MK untuk memberantas korupsi di internal lembaganya.Sementara itu, hingga Rabu (1/3), mantan hakim konstitusi Patrialis Akbar terus menjalani pemeriksaan terkait kasus dugaan suap yang berhubungan dengan perkara uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Tersangka lain, Basuki Hariman, juga diperiksa pada hari itu.Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, KPK mengingatkan MK untuk patuh melaporkan LHKPN. Ada lima hakim yang sudah lewat waktu dan tak melaporkan harta kekayaannya secara periodik. Namun, Febri enggan merinci nama hakim MK yang belum menyampaikan LHKPN itu. "Salah satu hakim, laporan terakhir yang disampaikan pada 2011. Ada pula yang 2014 dan 2015," ucapnya.Berdasarkan penelusuran di situs Anti-Corruption Clearing House (ACCH) di acch.kpk.go.id diketahui setidaknya ada empat hakim yang menyerahkan laporan LHKPN pada rentang tahun 2013-2015. Ketua MK Arief Hidayat menyerahkan LHKPN pada 2013, Wahiduddin Adams pada 2014, Maria Farida Indrati pada 2015, dan I Dewa Palguna pada 2015. Untuk nama-nama hakim yang lainnya belum tampak dalam daftar pelaporan LHKPN di situs ACCH.Febri mengatakan, seharusnya di MK sudah ada mekanisme internal untuk mematuhi penyerahan laporan LHKPN secara periodik. "Untuk pencegahan, agar LHKPN ini diperhatikan hakim MK dengan melaporkan kekayaan secara periodik karena ini akan menjadi contoh bagi pejabat di birokrasi," katanya.Febri menegaskan, penyerahan LHKPN penting untuk pencegahan korupsi. Apalagi, dua hakim MK, yaitu Akil Mochtar dan Patrialis Akbar, tertangkap dalam kasus suap. Oleh karena itu, diperlukan pengawasan di internal MK yang lebih kuat. Ahli hukum tata negara Universitas Andalas, Padang, Feri Amsari, menyayangkan hal tersebut. "Ketika kewajiban negara diabaikan negarawan, hilang sudah nilai kenegarawannya. Ketika itu sudah hilang, sulit berharap MK akan lebih baik di tangan mereka," ujarnya. Saat ditanya apakah ada korelasi antara ketidakpatuhan melaporkan LHKPN dan peristiwa korupsi, Feri mengatakan, publik bisa saja mencurigai hal tersebut. Apalagi, MK selama ini sesungguhnya kurang terbuka dan transparan. (MDN)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000