logo Kompas.id
Politik & HukumKetidakpuasan Dibawa ke MK
Iklan

Ketidakpuasan Dibawa ke MK

Oleh
· 3 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Perkara sengketa hasil pilkada di Mahkamah Konstitusi didominasi argumentasi adanya kecurangan dalam pelaksanaan pilkada. Perselisihan hasil pemilihan digunakan para pasangan calon untuk menyalurkan ketidakpuasan atas penanganan pelanggaran pilkada. Kamis (16/3), MK menggelar sidang perdana sengketa hasil pemilihan. Dua panel hakim yang masing-masing beranggotakan empat hakim konstitusi mendengarkan substansi permohonan dari 27 pemohon sengketa. Jumat ini, MK kembali mendengar pokok persoalan dari 23 pemohon. Sebagian besar pemohon sengketa pilkada justru tidak banyak menyentuh materi yang terkait koreksi perolehan suara. Padahal, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada mengonstruksi MK untuk menangani masalah sengketa hasil perolehan suara sehingga ada syarat formal ambang batas selisih suara 0,5-2 persen dari suara sah bagi pengajuan sengketa. Para pemohon lebih banyak mengungkapkan dugaan pelanggaran pemilihan, seperti politik uang, mobilisasi aparatur sipil negara (ASN), dan masalah daftar pemilih tetap. Padahal, persoalan itu idealnya ditangani pengawas pemilihan sebelum tahapan sengketa hasil di MK.Persoalan pelanggaran pilkada diungkapkan pasangan calon dari Kabupaten Gayo Lues (Aceh) dan Maybrat (Papua). Dua daerah itu, dalam penghitungan Komisi Pemilihan Umum (KPU), termasuk tujuh daerah yang memenuhi syarat formal ambang batas selisih suara. Dalam permohonannya, calon kepala daerah Gayo Lues Abd Rasad dan Rajab Marwan menyoroti dugaan pelanggaran prosedur pemungutan suara, mobilisasi ASN, kecurangan penghitungan suara, dan politik uang. Hampir senada, Karel Murafer dan Yance Way, kandidat dari Maybrat, juga menyoroti persoalan serupa dan indikasi ketidaknetralan penyelenggara pemilihan. Kondisi tersebut relatif tidak jauh berbeda dari persidangan pendahuluan sengketa Pilkada 2015. Namun, saat itu, pemohon lebih banyak menyoroti soal tahapan pencalonan yang bermasalah akibat dualisme kepengurusan Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Persoalan serupa masih ada pada Pilkada 2017, tetapi jumlahnya bisa dihitung jari, seperti di Kabupaten Mappi (Papua) dan Aceh Barat Daya (Aceh). Alat bukti Dalam persidangan terungkap pula tidak semua pemohon siap dengan bukti yang mendukung dalil mereka. Ini terlihat dalam sidang sengketa Pilkada Kota Langsa. Calon Wali Kota Langsa Fazlun Hasan menuturkan, pilkada berlangsung penuh kecurangan, seperti intimidasi, politik uang, dan keberpihakan penyelenggara. Namun, Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna mempertanyakan tidak adanya uraian dan bukti pendukung yang memadai. "Misalnya terjadi intimidasi buktinya apa dan berapa banyak? Saya cocokkan alat bukti hanya dua. Keputusan Komisi Independen Pemilihan Langsa dan berita acara," kata Palguna. Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Titi Anggraini menuturkan, pengajuan sengketa pilkada ke MK tetap harus menjadi pelajaran bagi penyelenggara pemilihan, baik KPU di daerah maupun pengawas pemilu. Kembali munculnya persoalan terkait pelanggaran pilkada menunjukkan adanya ketidakpuasan kandidat atas penanganan pelanggaran sehingga mereka merasa perlu ada intervensi peradilan. "Transparansi harus menjadi paradigma KPU dan Bawaslu. Sebagian temuan kami, kandidat merasa penanganan pelanggaran tidak terbuka. Mengapa perkara tidak bisa dilanjutkan? Padahal, keyakinan mereka unsur pelanggaran terpenuhi," katanya. Komisioner KPU, Hadar Nafis Gumay, mempersilakan pemohon membuktikan dugaan keberpihakan dari penyelenggara pilkada. "Mari buktikan apakah betul penyelenggara di daerah begitu. Menurut kami tidak. Kami terus mengingatkan mereka melalui bimbingan teknis dan seterusnya," kata Hadar. (GAL)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000