logo Kompas.id
Politik & HukumSaksi Kasus Korupsi Rentan...
Iklan

Saksi Kasus Korupsi Rentan Ancaman

Oleh
· 2 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Saksi-saksi dalam kasus korupsi rentan ancaman dan intimidasi dari berbagai pihak yang berkepentingan. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban telah menggunakan metode "jemput bola", tetapi acap kali respons yang diperoleh tidak sesuai harapan. Salah satu alasannya, saksi kasus korupsi tidak cukup mendapatkan pemahaman dan dukungan dari penegak hukum. Anggota Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Lily Pintauli Siregar, Minggu (27/8), di Jakarta, mengatakan, pihaknya tak bisa memaksakan pemberian perlindungan kepada saksi dan korban. Pasalnya, keputusan sepenuhnya ada di tangan saksi dan korban. Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban mengatur, hak meminta perlindungan dapat digunakan atau tidak. "Karena merupakan hak, kami tidak bisa mewajibkan saksi atau korban untuk mau dilindungi oleh LPSK," tutur Lily. Tingginya kerentanan yang dialami saksi-saksi korupsi itu antara lain dicatat Institute for Criminal Justice Reform (ICJR). Direktur Eksekutif ICJR Supriyadi Widodo Eddyono menuturkan, sepanjang 2015, LPSK hanya melindungi 4 pelapor dalam kasus korupsi. Jumlah itu naik menjadi 36 pelapor terkait berbagai kasus tindak pidana, seperti korupsi, penyiksaan, penganiayaan, dan kasus lain, pada tahun 2016.ICJR antara lain memonitor adanya dua pelapor (whistle blower) kasus korupsi yang akhirnya ditahan oleh polisi dalam kasus lain. "ICJR menemukan beberapa pelapor kasus korupsi yang terancam serangan balik karena laporan mereka atas tindak pidana korupsi. Ancaman tidak hanya berupa ancaman fisik, tetapi juga ancaman hukum berupa pelaporan balik dan tekanan psikologis," tuturnya.Untuk itu, Supriyadi mendorong penegak hukum menghentikan serangan balik kepada pelapor kasus korupsi. Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban secara jelas telah mengatur seorang pelapor atau whistle blower tidak bisa diproses hukum berdasarkan laporannya sendiri.Pendekatan khususTerkait dengan sejumlah saksi dan korban yang menolak perlindungan LPSK, Lily mengatakan, hal itu karena masyarakat belum terlalu percaya atau paham peran dan fungsi LPSK. Menurut Lily , saksi-saksi dalam kasus korupsi memerlukan pendekatan khusus yang lebih intensif agar mereka memanfaatkan fasilitas perlindungan saksi dan korban. Untuk itu, peran penegak hukum sangat krusial, terutama dalam memberikan dorongan, rekomendasi, dan pemahaman."Kalau didampingi kepolisian, kejaksaan, atau KPK, saksi akan lebih mudah menerima atau percaya atas jaminan perlindungan bagi diri mereka," ucap Lily. "Mereka yang didampingi atau didorong oleh penegak hukum lebih cenderung menerima perlindungan yang kami tawarkan daripada yang kami cari sendiri," lanjutnya. (REK)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000