Penuntutan Satu Atap Sulit Direalisasikan
JAKARTA, KOMPAS — Rencana Kepolisian Negara RI untuk menyatukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan di bawah unit baru Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi sulit direalisasikan. Beberapa aspek, seperti payung hukum dan anggaran, menjadi kendala yang justru berpotensi memunculkan friksi antarlembaga penegak hukum. Apalagi, Komisi III DPR saat ini berencana membenahi sistem penegakan hukum dengan cara meluruskan kewenangan setiap lembaga. Sebagai contoh, Komisi Pemberantasan Korupsi tak perlu memiliki kewenangan penuntutan karena wewenang itu ada di kejaksaan. Demikian pula kejaksaan tak perlu menyelidik dan menyidik perkara."Jangan kita menyalahi undang-undang yang ada. Jangan mengikuti struktur di KPK yang saat ini sedang berusaha diluruskan. Permintaan Densus Tipikor (Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi) untuk berwenang menuntut itu menjadi tidak relevan," kata Wakil Ketua Panitia Angket terhadap KPK dari Fraksi Partai Nasdem Taufiqulhadi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (13/10). Sebelumnya, dalam rapat kerja Komisi III dengan Polri, Kepala Polri Jenderal (Pol) Tito Karnavian memaparkan konsep struktur organisasi dan kewenangan Densus Tipikor. Densus Tipikor nantinya akan memiliki 3.560 personel yang mayoritas bertugas di daerah. Polri mengharapkan ada tim khusus jaksa di bawah Densus Tipikor. Dengan demikian, jaksa bisa terlibat saat penyelidikan dan penyidikan kasus korupsi untuk melancarkan penuntutan (Kompas, 13/10).Selama ini hanya KPK yang memiliki fungsi penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan di bawah satu atap. Kewenangan itu dimungkinkan karena diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Namun, kepolisian dalam UU Nomor 2 Tahun 2002 tidak memiliki kewenangan serupa. Polisi hanya bertugas melakukan penyelidikan dan penyidikan. Wakil Ketua Komisi III dari Fraksi PDI-P Trimedya Panjaitan mengatakan, DPR siap mendukung pembentukan Densus Tipikor. Namun, ia mengakui, konsep Densus Tipikor dengan kewenangan penuntutan satu atap yang sama seperti KPK akan sulit diterapkan. Bukan hanya masalah payung hukum yang tidak mendukung, tetapi juga realisasi anggaran terkait remunerasi dan upah personel kepolisian dan kejaksaan. Pasalnya, anggaran Rp 2,6 triliun yang diajukan Polri sudah menyangkut standar gaji polisi anggota Densus Tipikor dinaikkan setara dengan penyidik KPK. Anggaran tersebut belum mencakup jaksa. Namun, anggota Komisi III dari Fraksi Partai Demokrat, Erma Ranik, mengatakan, konsep penuntutan satu atap sebenarnya tidak bertentangan dengan rencana pembenahan sistem penegakan hukum.Perekrutan Tito menegaskan, pola perekrutan khusus akan dilakukan untuk mencari 3.560 anggota Densus Tipikor. Pola perekrutan khusus itu diberlakukan untuk menemukan anggota Polri yang memiliki integritas dan berkomitmen tinggi dalam tugas pemberantasan korupsi."Wajar jika mereka yang lulus kemudian mendapatkan privilese (hak istimewa) untuk menerima sistem penggajian yang lebih daripada yang lain," ujar Tito. (AGE/SAN/DD06/IAN)