Kejaksaan Agung Pertimbangkan Penggunaan Pasal TPPU
Oleh
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kejaksaan Agung tengah menimbang langkah untuk menerapkan pasal tindak pidana pencucian uang atau pidana korporasi kepada Direktur Ortus Holding Ltd Edward Seky Soeryadjaya terkait dengan dugaan korupsi pengelolaan dana pensiun PT Pertamina. Di sisi lain, pidana pencucian uang dipandang dapat mengoptimalkan pengembalian uang negara meski tidak mudah.
Edward ditetapkan menjadi tersangka dalam perkara ini pada akhir Oktober lalu. Selanjutnya, pada 20 November, Edward ditahan oleh Kejaksaan Agung. Edward pun mengajukan penangguhan penahanan, tetapi permohonan itu hingga kini belum dikabulkan. "Semua orang boleh mengajukan permohonan (penangguhan penahanan), tapi penyidik punya pertimbangan lain," kata Jaksa Agung HM Prasetyo, Minggu (3/12), di Jakarta.
Penahanan Edward, ujar Prasetyo, dilakukan agar proses hukum berjalan cepat. Tidak hanya itu, kekhawatiran yang bersangkutan menghilangkan barang bukti dan memengaruhi saksi lain juga menjadi pertimbangan bagi penyidik untuk kemudian menahan Edward. Beberapa kali ia juga diketahui mangkir dari panggilan pemeriksaan.
Penetapan Edward sebagai tersangka merupakan pengembangan keterangan tersangka sebelumnya, yaitu mantan Presiden Direktur Dana Pensiun PT Pertamina Muhammad Helmi Kamal Lubis. Berkas perkara Helmi saat ini sudah dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Kasus ini bermula pada 22 Desember 2014 sampai dengan April 2015. Helmi yang masih menjabat sebagai Presiden Direktur Dana Pensiun PT Pertamina melakukan penempatan investasi dengan membeli saham PT Sugih Energy Tbk hingga 2 miliar lembar atau setara dengan Rp 601 miliar.
Perusahaan milik Edward disebut sebagai pemilik saham mayoritas dari PT Sugih. Edward diduga yang mendorong Helmi membeli saham itu. Kejaksaan menilai investasi tersebut melanggar prosedur karena dilakukan tanpa persetujuan Direktur Keuangan dan Investasi seperti yang diatur. Negara pun dirugikan hingga Rp 1,4 triliun.
"Kami sedang mempertimbangkannya (TPPU atau pidana korporasi). Jika memang ada bukti yang cukup, tidak menutup kemungkinan untuk mengarah ke sana. Dilihat saja nanti seperti apa," ujar Prasetyo.
Secara terpisah, penasihat hukum Edward, Boy Pajriska, menjelaskan, kliennya justru merasa ditipu oleh Helmi. Saat itu, Helmi mengaku ingin membeli dan menjanjikan kenaikan nilai saham. Akan tetapi, nilai saham justru turun drastis dan Edward malah merugi karena sahamnya hanya tersisa sedikit.
Sementara itu, penerapan pasal TPPU dan pidana korporasi kini tengah gencar dilakukan. Komisi Pemberantasan Korupsi telah melakukannya kepada sejumlah tersangka. Untuk pidana korporasi, KPK pun sudah menangani satu perusahaan yang merupakan pengembangan dari perkara korupsi. "Itu komitmen kami untuk mengoptimalkan pengembalian uang negara," kata Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan. (IAN)