JAKARTA, KOMPAS — Tunggakan penerimaan negara akibat sengketa ruang milik jalan atau lahan di pinggiran rel kereta api antara Kementerian Perhubungan dan PT Kereta Api Indonesia mencapai Rp 1,4 triliun. Tunggakan itu dihitung dari tertundanya penerimaan negara dari tahun 2007.
Untuk menuntaskan sengketa itu, Komisi Pemberantasan Korupsi bersama PT KAI, Kementerian Perhubungan, dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional melakukan Diskusi Kelompok Terfokus di Gedung KPK, Senin (18/12). Kegiatan yang berlangsung tertutup ini berlangsung hingga Selasa (19/12).
”Dari informasi yang kami terima, penerimaan KAI dari ruang milik jalan yang dihitung sampai Rp 744 miliar per tahun. Namun, sebagian tertunggak karena sengketa tersebut, yaitu sekitar Rp 144 miliar per tahun sejak 2017. Peran KPK di sini adalah menjalankan fungsi trigger mechanism di bidang pencegahan agar kepemilikan aset lebih jelas dan penerimaan negara lebih maksimal,” ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah.
Sejak 2007, lahan di pinggir rel kereta api dicatat secara ganda, yaitu di PT KAI dan Kemenhub. Dari pencatatan itu teridentifikasi aset lahan sekitar 5.500 hektar di seluruh Indonesia dengan nilai mencapai Rp 14 triliun.
”Lalu, terjadi perdebatan apakah itu aset KAI atau Kemenhub karena keduanya melakukan pencatatan. Ruang milik jalan itu dimanfaatkan swasta untuk memasang kabel, pipa, dan lain-lain dengan sistem membayar pemanfaatan ruang tersebut. Tetapi, karena ada persoalan antara dua lembaga ini, terjadi kendala dalam pembayaran yang membuat adanya tunggakan penerimaan negara,” kata Febri.
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Kementerian ATR/BPN Noor Marzuki sepakat untuk segera menuntaskan permasalahan ini agar penerimaan negara dapat optimal. Menurut dia, upaya itu dilakukan terutama pada lahan yang ditempati masyarakat tanpa izin yang jelas.
”Ada yang diokupasi masyarakat. Itu kami bahas mengenai penertibannya. Untuk persoalan lain, kami sedang mencari skema penyelamatan yang baik bagi pemerintah maupun masyarakat,” ujar Noor.
Kementerian ATR/BPN berupaya menginventarisasi kembali aset itu. Ada dua aspek yang perlu diperhatikan, yaitu soal legalitas dan aspek fisik di lapangan yang harus dirawat. (IAN)