Beban Tugas Polri Semakin Besar
Secara perlahan Polri telah menunjukkan capaian kinerja yang cukup baik, terutama dalam menjalankan dua peran tambahan itu. Pertama, Polri membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pangan untuk mengungkap kartel perdagangan bahan pangan dan monopoli bahan pangan yang merugikan masyarakat.
Sejak bertugas pada Mei 2017, Satgas Pangan Polri telah mengungkap 407 kasus terkait spekulasi pangan dengan menangkap 379 tersangka. Salah satu hasil kinerja satgas itu ialah harga bahan pokok yang relatif stabil pada Idul Fitri lalu serta jelang akhir tahun. Dalam jajak pendapat Kompas, Juli 2017, sebanyak 61,6 persen responden puas dengan kinerja pemerintah untuk mengendalikan harga dan ketersediaan kebutuhan pokok selama Lebaran 2017.
Kedua, Polri juga menjadi koordinator Satgas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli). Satgas ini bertugas membasmi praktik pungli yang jamak terjadi dalam pelayanan publik. Hasilnya, selama tahun 2017, Satgas Saber Pungli melakukan 1.340 operasi tangkap tangan (OTT) dengan menangkap 2.719 orang.
Dari jumlah itu, 533 OTT dilakukan kepada masyarakat, 150 operasi dilakukan kepada petugas kecamatan, 114 OTT melibatkan petugas dinas perhubungan, serta 109 penangkapan dilakukan kepada oknum kepolisian. Jumlah uang sekitar Rp 315 miliar menjadi barang bukti praktik pungli.
Polri juga mendapatkan sorotan pada periode September-Oktober 2017 karena beredar wacana membentuk Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Sontak sejumlah pihak, mulai dari masyarakat sipil hingga akademisi, satu suara menentangnya. Hanya satu pihak yang mendukung pembentukan Densus Tipikor Polri, yakni DPR.
Kehadiran unit kerja baru itu dikhawatirkan menjadi alat menegasikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Apalagi, pembahasan Densus Tipikor dilakukan ketika Panitia Angket DPR terhadap KPK tengah gencar mencari kelemahan dan kelalaian lembaga antirasuah yang berdiri 15 tahun silam tersebut.
Kepala Polri Jenderal (Pol) Tito Karnavian mengatakan, pembahasan Densus Tipikor muncul pada waktu yang tidak tepat. Ketika Presiden Joko Widodo memerintahkan untuk mengkaji ulang usulan ter-
sebut, Oktober lalu, Polri pun patuh.
Polri kemudian mematangkan kembali rencana pembentukan Densus Tipikor, terutama dengan melakukan kajian internal. Alhasil, wacana Densus Tipikor dapat dipastikan akan kembali mengemuka pada 2018.
Densus Tipikor, lanjut Tito, hanya memperkuat dan meningkatkan status Direktorat Tipikor Badan Reserse Kriminal Polri. Selain tampuk pimpinan yang ditingkatkan dari brigadir jenderal menjadi inspektur jenderal atau jenderal bintang dua, Densus Tipikor juga akan memiliki satuan wilayah di semua kepolisian daerah.
”Biarkan panitia angket menyelesaikan tugas. Nanti pada waktu yang tepat, kami akan naikkan status (Direktorat Tipikor). Densus Tipikor akan membantu KPK untuk menangani hutan belantara korupsi,” kata Tito.
Adapun pada 2017, Polri menangani 1.472 kasus korupsi. Jumlah itu meningkat 8 persen dibandingkan tahun lalu yang berjumlah 1.360 kasus. Dari 1.472 kasus korupsi itu, jajaran kepolisian berhasil menyelamatkan uang negara hingga Rp 1,9 triliun atau meningkat 926 persen daripada Rp 188 miliar tahun 2016.
Politik uang
Selain tugas-tugas yang telah disebutkan, memasuki 2018, tanggung jawab Polri akan semakin besar. Kepolisian tentu menjadi tulang punggung negara untuk menjamin kondisi keamanan pada dua agenda akbar, yaitu pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2018 dan Asian Games.
Untuk mengantisipasi kecurangan pada pilkada 2018, Polri bersama KPK akan membentuk Satgas Politik Uang. Pada awal Januari 2018, Bareskrim Polri akan menyiapkan tim untuk membentuk satgas itu serta menentukan wilayah rawan. Satgas Politik Uang tersebut memang tidak serta-merta bekerja di 31 provinsi yang akan melaksanakan pilkada. Satgas tersebut hanya akan bekerja intensif di daerah-daerah yang dinilai rawan terjadi politik uang.
Khusus untuk pilkada, Polri juga menjadikan penyalahgunaan media sosial sebagai pokok pengawasan, terutama kehadiran pesan-pesan provokatif yang mengandung isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Patroli siber terus ditingkatkan untuk mencegah konflik sosial akibat penyebaran hoaks di dunia maya oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Merujuk pada Pilkada DKI Jakarta pada Februari 2017, provokasi hoaks dengan konten SARA bakal menjadi ”jualan” lagi dalam hajatan demokrasi itu. Tak diragukan lagi, Polri bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika harus bekerja keras mencegah penyebaran hoaks agar tidak membentuk opini publik yang dapat mengancam persatuan bangsa.
Meskipun dalam jajak pendapat Kompas sebanyak 84,6 persen responden setuju agar para penyebar hoaks di dunia maya dipidanakan, langkah preventif sesungguhnya lebih dibutuhkan.
Dalam buku When Police Kill (2017), Franklin E Zimring menekankan, untuk menyelesaikan berbagai permasalahan tidak melulu melalui penindakan tegas. Alhasil, kepolisian masa kini perlu menyisihkan waktu, dana, dan manajemen untuk meningkatkan pencegahan.
Citra
Pada tahun 2018, kinerja Satgas Pangan dan Satgas Saber Pungli akan semakin menjadi perhatian publik. Di tengah kondisi politik yang menghangat karena berlangsungnya pilkada serentak 2018 serta penetapan calon presiden dan wakil presiden untuk Pemilu 2019, tentu kedua satgas itu dapat menghadirkan oase di kehidupan masyarakat. Sebab, keduanya memiliki peran penting untuk menjamin kebutuhan pokok publik sekaligus memastikan pelayanan publik semakin baik.
Selain kasus menonjol, seperti terorisme, narkoba, korupsi, dan penanganan hoaks, kedua satgas itu juga menjadi faktor pendongkrak citra Polri di mata publik. Sejak dipimpin Tito, citra Polri bertahap meningkat.
Berdasarkan jajak pendapat Kompas, kepercayaan publik kepada Polri berada di angka 63,2 persen pada Juni 2016 dan naik menjadi 70,7 persen pada Oktober 2017.
Beban tugas yang bertambah tentu harus konsisten dikerjakan secara maksimal pada masa mendatang. Sebab, hanya hasil kerja nyata yang mampu mendongkrak citra Polri di mata publik, selain pembenahan organisasi dan operasional yang terus dilakukan oleh Tito.
Tahun 2018 merupakan masa paling tepat bagi Polri untuk membuktikan diri sebagai lembaga yang profesional, modern, dan tepercaya.
(MUHAMMAD IKHSAN MAHAR)