JAKARTA, KOMPAS — Penguatan pemberantasan korupsi seharusnya cukup dengan memperkokoh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, bukan di UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau UU KPK.
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (15/2), mengatakan, UU No 20/2001 tentang Tipikor yang merupakan perubahan dari UU No 31/1999 masih memiliki kekosongan dan belum mengimplementasikan empat norma United Nation Convention Against Corruption (UNCAC). Empat norma itu, selain penyuapan di sektor swasta, adalah memperdagangkan pengaruh, tindakan memperkaya diri sendiri, serta penyuapan pejabat asing atau organisasi internasional.
”Menurut review yang dilakukan di Inggris dan Uzbekistan, UU Tipikor ini masih ada gap dengan UNCAC. Antara lain, empat norma hukum yang hingga saat ini belum masuk. Norma itu semestinya ditambahkan di UU Tipikor jika berniat mengikuti UNCAC. Tak ada hubungannya dengan UU KPK,” ujar Laode.
Wacana revisi UU No 30/2002 tentang KPK ini sebelumnya muncul saat Rapat Dengar Pendapat Komisi III DPR dengan KPK. Empat norma UNCAC dan penanganannya sempat disinggung. Muncul pendapat, jika KPK ingin ikut menangani, terutama korupsi swasta, yang perlu ditata adalah UU KPK. Namun, saat ini, norma UNCAC ini dimasukkan lagi dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) bersama sejumlah pasal dalam UU Tipikor.
Menyikapi hal ini, KPK mengirim surat ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia serta DPR pada 13 Februari lalu. KPK mengkhawatirkan dampaknya pada pemberantasan korupsi. ”Sikap KPK tentang RKUHP jelas belum berubah. KPK berharap pasal-pasal UU Tipikor tetap di luar RKUHP. Awalnya sudah tak ada pasal-pasal UU Tipikor di RKUHP. Namun, saya dengar masuk lagi. KPK sangat berharap delik-delik korupsi tetap di luar RKUHP. Sama dengan narkoba di Badan Narkotika Nasional dan terorisme di Badan Nasional Penaggulangan Terorisme,” tutur Laode menegaskan.
Peneliti dari Indonesia Corruption Watch, Lalola Easter, menilai DPR salah alamat jika memilih merevisi UU KPK daripada UU Tipikor untuk bisa menerapkan UNCAC. Revisi UU Tipikor perlu dilakukan daripada mengadopsi banyak pasal di UU Tipikor dalam RKUHP.
Sementara itu, kemunculan pasal penghinaan terhadap presiden dalam RKUHP dinilai jauh dari konteks sejarah, asal muasal, dan tak relevan dengan sistem politik sekarang. Hal itu diungkapkan peneliti Institute for Criminal Justice Reform, Anggara Suwahju. (IAN/INA)