Presiden Joko Widodo mempertimbangkan pembentukan tim gabungan pencari fakta untuk kasus Novel Baswedan jika Polri ”menyerah” menangani kasus itu. Hingga kini, polisi mengatakan belum ada hasil signifikan dalam penyelidikan.
JAKARTA, KOMPAS - Kepolisian Negara RI belum juga menangkap pelaku dan otak penyerangan Novel Baswedan, penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi, walau peristiwa tersebut terjadi hampir 10 bulan lalu. Kendati demikian, Presiden Joko Widodo tetap meminta Kepolisian RI menyelesaikan penyelidikan. Apabila Polri angkat tangan, Presiden baru akan mempertimbangkan pembentukan tim gabungan pencari fakta.
Selama ini, Novel berada di Singapura untuk menjalani perawatan dan pemulihan kesehatan. Hasil pemeriksaan terakhir pada Selasa (20/2) menunjukkan sesuatu yang positif. Kendati demikian, pemeriksaan ulang akan dilakukan Rabu (21/2) untuk memastikan Novel diperbolehkan pulang untuk rawat jalan atau tidak. Rencana awal, Novel kembali ke Tanah Air Kamis (22/2).
Presiden Jokowi menyambut baik kepulangan dan kesembuhan Novel. Presiden juga turut gembira apabila Novel bisa kembali bekerja di KPK.
Terkait kasus penyerangan Novel, Presiden akan terus mendorong kepolisian menuntaskan penyelidikan kasus ini. ”Saya akan kejar terus Kapolri agar kasus ini jelas dan tuntas,” ujar Presiden Jokowi kepada wartawan di Istana Negara, Selasa (20/2).
Jika Polri sudah angkat tangan dan tak mampu lagi mencari titik terang dari kasus ini, lanjut Presiden, baru diambil langkah lain. Namun, tak jelas indikator yang menunjukkan Polri tak mampu lagi untuk menyelesaikan kasus ini dan tak disebutkan pula batasan waktu untuk itu.
Komitmen dinanti
Komitmen Presiden Jokowi untuk mendorong penuntasan perkara penyerangan terhadap Novel dinanti. Di kantor KPK, Juru Bicara KPK Febri Diansyah berharap langkah yang nantinya diambil terkait kasus ini akan sekaligus menguji konsistensi sikap kepala negara terhadap pemberantasan korupsi. ”Kami hargai niat baik Presiden untuk memastikan agar pelaku penyerangan bisa segera ditemukan. Hal ini tidak semata soal Novel, tetapi bagaimana negara hadir menjamin pemberantasan korupsi berjalan baik,” tutur Febri.
Gangguan semacam itu, lanjut dia, harus diatasi dan ditindak dengan tepat agar tidak berlanjut. Sebab, tanpa respons dari pemerintah untuk menindak para pelaku yang berniat menghalangi upaya pemberantasan korupsi, teror serupa dapat terus terjadi dan menimpa pihak-pihak yang sedang melawan korupsi. ”Ini bisa berdampak buruk pada pemberantasan korupsi,” kata Febri.
Wajah Novel disiram air keras seusai menunaikan shalat Subuh di kawasan Kelapa Gading, Jakarta, 11 April 2017. Sudah 10 bulan berlalu, peristiwa ini belum memperoleh titik terang. Hanya rilis sketsa dua wajah yang diduga pelaku penyiraman pada 24 November 2017. Sketsa tersebut tidak jauh berbeda dengan yang dikeluarkan kepolisian pada 31 Juli 2017.
Teror terhadap pegawai KPK dan aktivis antikorupsi bukan sekali terjadi. Sebelumnya, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Tama S Langkun, diserang orang tak dikenal dan hingga kini juga belum diketahui pelakunya. Selain itu, sejumlah pegawai, baik penyidik maupun jaksa KPK, juga mengalami ancaman yang hingga kini tidak terdeteksi siapa pelakunya.
Peneliti ICW, Lalola Easter, menilai pembentukan tim gabungan mendesak dilakukan.
Belum signifikan
Polri tetap berkomitmen segera menyelesaikan proses penyelidikan kasus penyiraman Novel Baswedan. Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto berharap sejumlah pihak, termasuk Novel, membantu kerja penyidik kepolisian, terutama untuk menghimpun keterangan terkait kasus itu.
”Kita memang harus segera tuntaskan. Namun, selama ini kami mengalami kendala untuk meminta keterangan sehingga belum mendapatkan hasil yang signifikan,” kata Setyo.
Selain kesulitan mengumpulkan keterangan, tambah Setyo, penyidik Kepolisian Daerah Metro Jaya juga telah menerima 500 masukan masyarakat mengenai sketsa wajah terduga pelaku penyiraman. Namun, masukan tersebut tidak ada yang bisa ditindaklanjuti dalam proses penyelidikan. (INA/IAN/SAN)