Meski demikian, kewaspadaan tetap perlu terus dijaga karena sikap moderat anak muda masih disertai keterbatasan pengetahuan yang bisa disusupi paham radikal dengan isu sensitif, seperti agama dan budaya. Pengaruh itu pun bisa memunculkan perilaku intoleran dan mendukung radikalisme.
Hal itu menjadi bagian dari hasil penelitian ”Arah dan Corak Keberagamaan Kaum Muda Muslim: Konservatisme, Hibridasi Identitas, dan Tantangan Radikalisme” oleh Center for the Study of Religion and Culture, Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Convey Indonesia, dan Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP).
Penelitian itu mempelajari sikap dan perilaku kaum milenial Muslim berusia 15-24 tahun tentang kekerasan dan ekstremisme. Penelitian kualitatif itu melibatkan sekitar 900 aktivis muda Muslim dari 18 kota/kabupaten yang diwawancara atau mengikuti diskusi kelompok terfokus (FGD).
”Pandangan mereka bersifat sementara dan tidak konstan. Akar agama mereka yang moderat dan toleran tidak kuat. Ini bisa bahaya karena sikap mereka bisa dipengaruhi,” kata koordinator peneliti dari UIN Syarif Hidayatullah, Chaider S Bamualim, di Jakarta, Jumat (23/2).
Informasi berkualitas
Merespons hal itu, Ketua Pelaksana Harian Pembangunan Universitas Islam Internasional Indonesia Komaruddin Hidayat mengatakan, mudahnya anak muda mengakses informasi di dunia maya belum disertai dengan peredaran informasi yang berkualitas.
Adapun Deputi Bidang Pengkajian dan Materi Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila Anas Saidi mengatakan, kehadiran negara penting untuk menangani situasi itu. Menurut dia, fenomena penyebab radikalisme perlu diantisipasi sejak dini. (DD07)