JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah pakar hukum menawarkan tiga opsi mengenai sikap pemerintah terhadap UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD hasil revisi yang telah disetujui Rapat Paripurna DPR untuk menjadi UU. Ketiga opsi itu masih dibicarakan lebih lanjut di dalam internal pemerintahan.
Tiga opsi itu ialah, pertama, memberlakukan UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) hasil revisi, lalu membiarkan publik menggugat pasal-pasal bermasalah di UU itu ke Mahkamah Konstitusi. Kedua, tidak menandatangani UU MD3 hasil revisi dan membiarkannya berlaku dengan sendirinya. Kemudian, UU itu direvisi lagi. Opsi ketiga adalah mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk membatalkan tiga pasal yang dipermasalahkan publik di UU itu, yaitu Pasal 122, 73, dan 245.
”Kami memberikan opsi, Presiden yang akan mengambil keputusan. Semua opsi ada risikonya,” kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, Kamis (1/3), di Jakarta. Mahfud menjadi salah satu pakar hukum yang diundang Presiden dalam pertemuan di Istana Merdeka, Rabu lalu.
Dalam pertemuan itu, Mahfud menangkap ada keinginan pemerintah untuk segera mengambil langkah mengakhiri polemik revisi UU MD3. ”Semoga dalam waktu dekat ini Presiden mengambil keputusan,” ujarnya.
Secara terpisah, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly mengatakan, usulan para pakar itu masih harus dibicarakan terlebih dahulu di internal pemerintah. Pemerintah, ujarnya, juga akan melihat dinamika di masyarakat dalam beberapa hari ke depan.
Pengajar hukum Universitas Kristen Indonesia, Hotman Sitorus, mengatakan, opsi terbaik yang bisa dilakukan pemerintah adalah membiarkan masyarakat menempuh jalur hukum di MK.
Ketua DPR Bambang Soesatyo mengatakan, ketika suatu UU telah disetujui oleh pemerintah dan DPR, serta disahkan di dalam Rapat Paripurna DPR, mekanisme yang tersedia untuk menguji UU itu ada di MK.
”DPR mempersilakan warga mengajukan uji materi ke MK jika merasa tidak cocok terhadap suatu UU yang telah disetujui pemerintah dan DPR,” katanya.
Tiga pemohon
Saat ini, sudah ada tiga pemohon uji materi UU MD3 hasil revisi, yang permohonan uji materinya telah diregister di MK. Para pemohon itu ialah Zico Leonard Zagardo Simanjuntak dan Josua Satria Collins; Forum Kajian Hukum dan Konstitusi; dan Grace Natalie dan Raja Juli Antoni dari Partai Solidaritas Indonesia. Mereka mempersoalkan Pasal 122, 73, dan 245 revisi UU MD3.
Pasal 122 mengatur tentang kewenangan Mahkamah Kehormatan Dewan untuk mengambil langkah hukum terhadap setiap orang atau kelompok yang merendahkan kehormatan anggota DPR atau lembaga DPR.
Sementara Pasal 245 mengharuskan pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR sehubungan dengan terjadinya tindak pidana yang tidak sehubungan dengan pelaksanaan tugas kedewanan harus mendapat persetujuan tertulis dari Presiden setelah mendapat pertimbangan dari MKD.
Pasal 73 Ayat (5) dan Pasal 204 Ayat (7) juga disoroti karena setiap orang yang tidak memenuhi panggilan dari DPR tanpa alasan yang sah setelah dipanggil tiga kali berturut-turut, baik dalam konteks rapat di alat kelengkapan Dewan maupun panggilan oleh panitia angket DPR, dapat dipanggil paksa dan disandera oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam konteks panggilan panitia angket, penyanderaan maksimal 15 hari. Adapun dalam konteks rapat alat kelengkapan maksimal 30 hari.