JAKARTA, KOMPAS — Mahkamah Agung telah membuat putusan perkara dalam bentuk denda dan uang pengganti senilai Rp 18 triliun sepanjang tahun 2017. Jaksa berperan penting dalam mengeksekusi putusan hakim tersebut agar denda dan uang pengganti yang menjadi penerimaan negara bukan pajak bisa terealisasi masuk ke kas negara.
Jumlah denda dan uang pengganti tersebut meningkat lebih dari empat kali lipat dibandingkan dengan 2016 yang bernilai Rp 4 triliun. Penerimaan negara bukan pajak dari denda dan uang pengganti itu antara lain berasal dari pidana korupsi, narkotika, kehutanan, perikanan, pelanggaran lalu lintas, dan pencucian uang.
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (UGM), Hifdzil Alim, yang dihubungi dari Jakarta, Jumat (2/3), mengatakan, potensi penerimaan negara bukan pajak itu cukup signifikan untuk disetor ke kas negara. Akan tetapi, putusan hakim tersebut baru akan efektif setelah jaksa mengeksekusinya.
”Percuma kalau eksekusi terhadap putusan Mahkamah Agung itu tidak bisa dilakukan. Masih banyak aset yang dinyatakan dirampas oleh negara, tetapi ternyata tidak bisa dieksekusi karena kepemilikan aset-aset itu digugat pihak ketiga,” kata Hifdzil.
Secara terpisah, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Muhammad Rum mengatakan, putusan MA yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) bisa langsung dieksekusi oleh jaksa.
”Putusan yang sudah inkracht bisa dieksekusi. Seharusnya semua terpidana korupsi mengembalikan kerugian negara ditambah denda,” katanya. Kejaksaan bisa langsung melakukan eksekusi terhadap putusan MA jika sudah menerima putusan lengkapnya dari pengadilan negeri (PN).
Adapun juru bicara MA, Suhadi, mengatakan, jumlah terbesar dari denda dan uang pengganti itu berasal dari kasus korupsi. ”Keberadaan denda dan uang pengganti itu, kan, diwajibkan di dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pada Pasal 2, paling sedikit dendanya Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar. Adapun Pasal 3, minimal nilai dendanya Rp 50 juta dan maksimal Rp 1 miliar,” katanya.
Tahun 2017, nilai denda dan uang pengganti itu meningkat tajam karena sejumlah kasus korupsi berhasil dirampungkan. Perkara-perkara lain yang menyangkut tindak pidana pencucian uang (TPPU) serta tindak pidana lain juga banyak dituntaskan tahun 2017.
Pidana korporasi
Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi mengeksekusi Direktur Utama PT Duta Graha Indah Dudung Purwadi ke LP Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, setelah putusannya berkekuatan hukum tetap. Majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengabulkan permohonan banding jaksa sehingga Dudung tetap dijatuhi hukuman 4 tahun 8 bulan penjara dan denda Rp 250 juta subsider tiga bulan kurungan. Namun, terjadi perubahan terhadap besaran uang pengganti yang dijatuhkan. (REK/IAN)