Banyaknya hakim yang dijatuhi sanksi oleh Badan Pengawasan (Bawas) MA tahun 2017 merupakan salah satu upaya pembersihan internal kepada hakim nakal yang mengganggu kinerja lembaga peradilan. Hal ini sejalan dengan komitmen Ketua MA Hatta Ali yang bertekad menegakkan disiplin demi menjaga kredibilitas lembaga peradilan.
”Mengutip perkataan Ketua MA (Hatta Ali), kalau memang tidak bisa dibina, ya, dibinasakan,” kata Kepala Bawas MA Nugroho Setiadji di Jakarta, Jumat (3/2).
Nugroho memastikan, Bawas MA tidak akan pernah mengendurkan pengawasan terhadap hakim dan aparat peradilan lainnya. Pembentukan tim khusus beranggotakan sejumlah aparat peradilan dan hakim tinggi pengawas yang dilatih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Intelijen Negara (BIN) guna melakukan aksi-aksi penyamaran dinilai cukup efektif melihat langsung kondisi lapangan.
”Tim kami bergerak rahasia dan menindaklanjuti setiap laporan yang masuk ke Bawas MA. Laporan kami terima melalui cara manual atau langsung ke Bawas, tetapi ada juga yang melalui aplikasi Siwas (Sistem Informasi Pengawasan), dan laporan dari satuan tugas kami yang turun ke lapangan,” kata Nugroho.
Sepanjang 2017, Bawas MA menerima 2.642 pengaduan. Dari jumlah itu, 2.321 di antaranya ditindaklanjuti dan 321 aduan diarsipkan atau tak ditindaklanjuti. Tren yang menarik ialah mulai banyak laporan atau pengaduan melalui aplikasi Siwas.
Tahun 2017, sebanyak 328 aduan disampaikan melalui Siwas. Jumlah tersebut naik dibandingkan laporan serupa melalui pesan pendek atau aplikasi tahun 2016, yang hanya sekitar 100 laporan.
Nugroho mengatakan, tim Bawas MA bergerak menyebar ke semua daerah untuk menindaklanjuti setiap pengaduan yang masuk ke Bawas. Tim menyamar mendatangi pengadilan-pengadilan yang diadukan oleh masyarakat untuk mengetahui bagaimana pelayanan publik dilakukan oleh aparat peradilan setempat.
Mentalitas
Berkait hal ini, Sekretaris MA Achmad Pudjoharsoyo mengatakan, pihaknya mendukung penuh upaya Bawas MA mengawasi hakim dan aparat peradilan. Penyebab aparat peradilan itu tidak menaati kode etik dan ketentuan lembaga utamanya ialah mentalitas perseorangan.
”Jumlah hakim nakal sebenarnya sedikit. Tidak bisa dimungkiri, penyebabnya bukan hanya soal kesejahteraan karena ada juga yang sudah sejahtera, tetapi masih melanggar aturan. Lebih banyak penyebabnya adalah mentalitas pribadi bersangkutan,” kata Pudjo.
Secara terpisah, juru bicara Komisi Yudisial (KY), Farid Wajdi, mengatakan, sepanjang tahun 2017, pihaknya merekomendasikan penjatuhan sanksi kepada 58 hakim yang dinyatakan terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). Kendati demikian, belum semua rekomendasi KY ditindaklanjuti MA.
”Jenis pelanggaran hakim terbanyak ialah kesalahan ketik (20 hakim), tidak profesional (19), tidak adil atau imparsial (9), selingkuh (7), tidak menjaga martabat (1), penyalahgunaan narkoba (1), dan konflik kepentingan (1),” kata Farid. (REK)