JAKARTA, KOMPAS - Setelah mengungkap kelompok produsen hoaks Saracen dan MCA, Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia berupaya meredam sejak dini kehadiran kelompok baru yang memanfaatkan Pemilihan Kepala Daerah 2018 dan Pemilu Presiden 2019. Selain penindakan hukum, Polri berharap semua elemen bangsa bahu-membahu untuk meningkatkan pemahaman publik agar tidak mudah menerima berita bohong.
Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Ari Dono Sukmanto mengatakan, pihaknya telah meningkatkan intensitas pengawasan terhadap pergerakan individu atau kelompok di media sosial. Pasukan siber yang bertugas mengantisipasi hadirnya hoaks, provokasi, serta ujaran kebencian yang terkait dengan kontestasi politik 2018 dan 2019 telah dibentuk di semua kepolisian daerah.
Selain itu, Polri juga telah berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk memonitor dan memantau potensi kehadiran produsen hoaks baru yang serupa dengan Saracen dan MCA.
”Intinya, kami memantau kegiatan masyarakat di media sosial. Kalau kami menemukan ada informasi yang disebarkan memenuhi unsur tindak pidana, pasti akan dilakukan penegakan hukum,” ujar Ari, Jumat (23/3), di Jakarta.
Kami memantau kegiatan masyarakat di media sosial. Kalau kami menemukan ada informasi yang disebarkan memenuhi unsur tindak pidana, pasti akan dilakukan penegakan hukum
Terkait dengan proses penanganan kasus kelompok MCA, lanjutnya, pendalaman masih dilakukan untuk menemukan pihak-pihak yang berada di balik kehadiran kelompok produsen hoaks itu. Ia belum bisa memastikan apakah produksi hoaks dan konten yang mengandung ujaran kebencian berdasar pesanan pihak tertentu, seperti yang dilakukan kelompok Saracen.
Edukasi
Ari menekankan, proses hukum terhadap pembuat dan penyebar hoaks tidak akan secara otomatis menghilangkan sebaran informasi hoaks di media sosial. Dengan demikian, perlu ada kerja sama dan keterlibatan semua komponen bangsa, mulai dari kementerian/lembaga, tokoh agama, hingga kelompok masyarakat.
”Perlu ada pembinaan berjenjang dari sekolah dan suara konsisten dari elemen masyarakat untuk memberikan pemahaman tentang hoaks,” ujarnya.
Itu karena, kata Ari, salah satu faktor penyebab tumbuhnya produsen hoaks adalah masih ada sebagian masyarakat yang mudah memercayai dan menyebarkan informasi di media sosial yang tidak dapat dipastikan kebenarannya.
Manajer Program Kelas Muda Digital (Kemudi) Resa Temaputra mengatakan, maraknya produsen hoaks di jagat dunia maya Indonesia tidak lepas dari kurangnya budaya kritis di masyarakat. Untuk itu, ia berharap semua pemangku kebijakan mampu secara konsisten memberikan literasi digital ke seluruh masyarakat, terutama kepada generasi muda yang merupakan pengguna asli dunia digital atau digital native.
”Pendidikan literasi digital harus diberikan menyeluruh dan sejak dini sehingga tidak sepotong-sepotong, misalnya hanya membahas terkait kebebasan berekspresi, toleransi, antihoaks, dan ujaran kebencian. Perlu dipahami bagaimana sifat dan hakikat media sosial serta bagaimana masyarakat bersikap di dalamnya,” kata Resa.