JAKARTA, KOMPAS — TNI Angkatan Udara berkomitmen membangun kekuatan udara yang lebih modern. Terkait hal itu, perwujudkan kekuatan pokok minimal dan rencana strategis TNI AU menjadi faktor yang amat penting.
Saat menjadi inspektur upacara dalam perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-72 TNI AU, Senin (9/4/2018) di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kepala Staf TNI AU Marsekal Yuyu Sutisna mengatakan, membangun TNI AU tidak mungkin menunggu sampai musuh datang menyerang.
HUT Ke-72 TNI AU yang mengangkat tema ”Dilandasi jiwa ksatria militan loyal profesional dan modern TNI AU siap menjaga kedaulatan dan keutuhan NKRI di wilayah udara” ini diisi dengan sejumlah atraksi bela diri, gelegar pesawat tempur, dan atraksi dari Jupiter Aerobatic Team. Sejumlah mantan Kepala Staf TNI AU, seperti Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Marsekal (Purn) Djoko Suyanto juga tampak hadir di acara tersebut.
Kepala Dinas Penerangan TNI AU Marsekal Pertama Jemi Trisonjaya mengatakan, rangkaian acara HUT TNI AU tahun ini yang berlangsung selama tiga hari terbuka untuk masyarakat. Masyarakat bisa menyaksikan beberapa pesawat tempur sekaligus bertemu dengan pilot-pilot TNI AU.
Rencana strategis
Dalam kesempatan ini, Yuyu Sutisna menekankan pentingnya perwujudan dari kebijakan kekuatan pokok minimal (Minimum Essential Force/MEF) dan Rencana Strategis TNI AU. Saat ini telah memasuki dua tahun terakhir Renstra III (2015 –2019) dan kebijakan MEF Tahap II.
Dalam tahapan ini, Yuyu mendaftar beberapa persenjataan TNI AU, seperti penggantian pesawat tempur F-5 dengan pesawat tempur generasi empat setengah (4,5), pesawat angkut berat, pesawat multipurpose amphibious, pesawat helikopter angkut berat, pesawat tanpa awak (UAV), radar GCI, senjata udara dan rudal penangkis serangan udara.
Selanjutnya, pada Renstra IV, TNI AU merencanakan membangun kekuatan udara dengan mengganti pesawat Hawk 100/200 dengan pesawat tempur yang lebih modern. Selain itu, juga ada pengadaan pesawat tanker dan pesawat Awacs, serta melanjutkan pengadaan radar GCI dan membangun Network Centric Warfare.
”Semoga pada akhir Renstra IV, TNI AU mampu menjadi tentara profesional dengan alutsista (alat utama sistem persenjataan) yang modern,” ujar Yuyu.
Perkembangan lingkungan strategis serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kedirgantaraan, lanjut Yuyu, memicu munculnya bentuk ancaman baru. Hal ini membuat tantangan yang dihadapi TNI AU semakin berat.
Ia juga mengakui, tidak mudah menjaga kondisi alustista agar tetap siap operasional karena berkaitan dengan kesiapan seluruh komponen TNI AU. Komponen itu di antaranya berupa kesiapan personel, alutsista, pangkalan udara, fasilitas dan sarana lainnya serta ketersediaan anggaran.
Mantan Kepala Staf TNI AU Marsekal (Purn) Djoko Suyanto mengatakan, selain kebutuhan pesawat tempur, TNI AU juga harus memodernisasi peralatan lainnya seperti terkait dengan radar, persenjataan, dan suku cadang. ”Selain pesawat tempur Sukhoi 35 dan F16 blok C dan D, instrumen lain juga jangan dilupakan,” harapnya. (EDN)