JAKARTA, KOMPAS - Presiden Joko Widodo diharapkan segera membentuk panitia seleksi pemilihan hakim konstitusi untuk menggantikan Maria Farida Indrati yang akan berakhir masa jabatannya pada 13 Agustus 2018. Sosok Maria yang merupakan representasi perempuan hakim di MK akan sulit dicari gantinya dalam waktu relatif singkat.
Untuk bisa mendapatkan hakim dengan kompetensi setara dan mewakili kelompok perempuan, panitia seleksi diharapkan bisa terbentuk setidaknya tiga bulan sebelum masa jabatan Maria Farida berakhir.
Peneliti Indonesian Legal Roundtable (ILR) Erwin Natosmal Oemar, Sabtu (14/4/2018), di Jakarta, menuturkan, pembentukan pansel itu penting untuk menjaga proses perekrutan hakim MK bisa dilakukan secara transparan dan terbuka. Belajar dari pengalaman dua mantan hakim MK yang tersandung kasus korupsi, yakni Akil Mochtar dan Patrialis Akbar, Presiden harus serius memilih pansel yang terdiri atas orang-orang bersih dan dipercaya publik sehingga calon hakim yang terjaring betul-betul memiliki karakter negarawan.
”Saat ini MK disoroti publik karena berbagai persoalan, misalnya dengan dua pelanggaran etik mantan Ketua MK Arief Hidayat sehingga kini menjadi tantangan bagi Presiden untuk bisa segera membentuk pansel yang kredibel guna mencari pengganti Prof Maria yang akan pensiun,” kata Erwin.
Lembaga lain yang memiliki kewenangan mengusulkan hakim MK, yakni Mahkamah Agung (MA) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), juga diharapkan membuat pansel serupa di masa datang.
Sulit dicari
Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan, idealnya hakim pengganti Maria juga perempuan. Hal ini penting untuk menjaga proporsi keterwakilan jender dan representasi cara pandang yang lebih berwarna bagi MK, terutama menyangkut aspek yang terkait dengan hak-hak perempuan yang selama ini masih banyak tersisihkan.
Untuk menemukan sosok seperti Maria, Pansel harus segera dibentuk dan bekerja. Sebab, tidak mudah untuk menemukan sosok seperti Maria yang merepresentasikan tidak hanya perempuan, tetapi juga kelompok minoritas agama.
”Pansel kemungkinan akan kesulitan menemukan sosok selengkap Bu Maria. Sebab, Bu Maria tidak hanya mewakili negarawan yang mumpuni sebagai seorang guru besar ilmu perundang-undangan, tetapi beliau juga mewakili banyak hal, seperti perempuan dan agama minoritas. Dua hal yang terwakili dalam sosok Bu Maria ini memberi warna tersendiri bagi upaya perlindungan konstitusi kita,” katanya.
Meski demikian, Feri meyakini di daerah-daerah masih banyak akademisi dan ahli hukum yang berintegritas dan berkarakter negarawan yang selama ini banyak berkecimpung dalam berbagai kegiatan. Orang-orang tersebut perlu dimunculkan untuk memberikan alternatif pilihan negarawan yang akan memberi warna bagi upaya perlindungan konstitusi.
Pada 13 Maret lalu, Ketua MK Arief Hidayat ketika itu telah mengirimkan pemberitahuan ke pemerintah bahwa masa jabatan Maria sebagai hakim konstitusi akan segera berakhir. Maria diusulkan menjadi hakim konstitusi pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan masa jabatan 16 Agustus 2008-13 Agustus 2013. Ia terpilih kembali untuk masa jabatan kedua, yakni 13 Agustus 203-13 Agustus 2018. (REK)