JAKARTA, KOMPAS — Potensi ancaman dari penggunaan data siber di Pilkada 2018 diprediksi mengikuti tren pemilu di luar negeri. Kebocoran data pribadi peserta pilkada hingga peretasan infrastruktur penyelenggara pemilu, menjadi dua masalah yang mesti diantisipasi.
”Tren ancaman siber melalui penyalahgunaan dan manipulasi data seperti yang terjadi di luar negeri juga cenderung akan terjadi dalam pelaksanaan Pilkada 2018,” kata Direktur Deteksi Ancaman Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Sulistyo, Selasa (17/4/2018), seusai diskusi antara BSSN dengan Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu di kantor BSSN, Jakarta.
Sulistyo menuturkan, kasus manipulasi data yang mampu memengaruhi hasil pemilu telah terjadi di tiga negara sejak 2014. Peristiwa itu ialah peretasan hasil pemilu di Ukraina pada 2014, upaya penggiringan opini melalui berita bohong dan hoaks pada jajak pendapat keluarnya Inggris dari Uni Eropa pada 2016, serta Pemilu Presiden Amerika Serikat 2016.
Untuk mengantisipasi penyadapan data yang akan berdampak pada proses rekapitulasi suara, Sulistyo mengatakan, pihaknya telah bekerja sama dengan kementerian/lembaga terkait untuk melakukan pengawasan. BSSN menilai, ada dua aktor yang berpotensi mengganggu proses pemungutan hingga penghitungan suara pada Pilkada 2018 dan Pemilu Presiden 2019. Pertama, negara lain yang punya kepentingan tertentu dengan Indonesia. Kedua adalah hacktivism atau kegiatan para peretas untuk memengaruhi kompetisi politik.
”Di Ukraina, sebagai contoh, data penyelenggara pemilu diretas karena adanya kepentingan politik antara Uni Eropa dan Rusia,” kata Sulistyo.
Ancaman siber lain dalam Pilkada 2018 ialah kebocoran data pribadi peserta pilkada. Khusus untuk ancaman itu, lanjut Sulistyo, telah terjadi dalam kasus kebocoran data pribadi Bupati Banyuwangi, Jawa Timur (Jatim), Abdullah Azwar Anas yang menyebabkan dirinya mengundurkan diri sebagai bakal calon wakil gubernur Jawa Timur.
Antisipasi
Direktur Proteksi Pemerintah BSSN Ronald Tumpal menekankan, BSSN punya tanggung jawab untuk menyukseskan Pilkada 2018. Atas dasar itu, BSSN telah menyusun sejumlah langkah bersama agar penyelenggaraan Pilkada 2018 bebas dari ancaman dari dalam dan luar negeri.
”Ketika tingkat ancaman di Pilkada 2018 meningkat, semoga KPU dan Bawaslu dapat berkoordinasi dengan kami. Ini bukan bentuk intervensi pemerintah, melainkan kami ingin membantu pelaksanaan pilkada yang damai dan lancar,” ujar Ronald.
Nanang Indra Suyitno, tenaga ahli KPU bagian data dan informasi, mengungkapkan, untuk mengantisipasi berbagai ancaman siber, pihaknya telah merestrukturisasi aset-aset KPU yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyampaian data. Dukungan BSSN dan kementerian/lembaga lainnya untuk memperkuat perlindungan jaringan komunikasi juga diharapkan KPU.
”Kami berkomitmen melindungi seluruh data Pilkada 2018 seaman mungkin. Alhasil, seluruh ancaman kejahatan siber bisa dicegah sedini mungkin,” tutur Nanang. (*)