Andy Riza Hidayat/Riana A Ibrahim/Antonius Ponco Anggoro
·2 menit baca
BOGOR, KOMPAS - Cuti bersama dan libur Idul Fitri tahun 2018 berlangsung pada 11-20 Juni 2018. Meski telah diputuskan oleh pemerintah, sejumlah pihak menilai kebijakan ini perlu ditinjau kembali karena libur terlalu panjang sehingga berpotensi memengaruhi produktivitas kerja.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Asman Abnur menegaskan, sanksi berat akan diberikan kepada aparatur sipil negara (ASN) yang bolos kerja setelah libur panjang Idul Fitri. Sanksi berat tersebut diberikan karena pemerintah sudah menambah cuti bersama sesuai Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri, yakni Menteri Agama, Menteri Ketenagakerjaan, serta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
”Tak ada sanksi ringan lagi, langsung sanksi berat secara tertulis. Ini berlaku bagi aparatur sipil negara biasa hingga pemegang jabatan struktural. Bagi ASN, sanksi ini berdampak serius pada promosi jabatan dan konsekuensi lain,” kata Asman di Istana Bogor, Jawa Barat, Rabu (18/4/2018).
Namun, sanksi berat tersebut tak berlaku bagi mereka yang mengajukan cuti selain cuti bersama. Menurut Asman, selama cuti bersama, layanan publik yang dibutuhkan warga tetap berjalan. Salah satunya, layanan rumah sakit.
Dikaji lagi
Kebijakan pemerintah terkait cuti bersama dan libur Idul Fitri ini dikritisi sejumlah kalangan. Pasalnya, selain dianggap berlebihan juga dikhawatirkan dapat menurunkan produktivitas dan meningkatkan biaya produksi akibat dunia usaha harus menambah jam lembur.
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar, Firman Subagyo, meminta pemerintah mengkaji kembali penambahan cuti bersama tersebut. ”Sebetulnya, kan, sudah ada keputusan soal hari-hari libur nasional. Keputusan itu saja yang dipegang, tidak perlu ditambah lagi hari cutinya,” katanya.
Firman khawatir karena cuti yang terlalu lama, akan membuat masyarakat dirugikan. Pasalnya, selama cuti masyarakat yang membutuhkan pelayanan pemerintah harus menunggu sampai cuti berakhir. Kerugian bertambah jika cuti bersama itu kemudian ditambah ASN dengan cuti tahunan.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B Sukamdani menilai, keputusan itu justru berpotensi mengganggu produktivitas. ”Libur panjang akan menurunkan produktivitas dan meningkatkan biaya produksi karena dunia usaha harus menambah jam lembur. Penambahan jam lembur diperlukan untuk mengejar target produksi agar tetap bisa diekspor tepat waktu,” tuturnya.
Hal senada diungkapkan Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial Anton J Supit.
”Kalau terlalu banyak libur, pembeli di luar negeri juga bisa berpikir ulang padahal persaingan global makin ketat. Kita perlu bekerja lebih keras dan tingkatkan keterampilan pekerja agar produktivitas meningkat,” ujar Anton.